Chereads / Wanita Kedua / Chapter 9 - Penyelidikan Orangtua Raya

Chapter 9 - Penyelidikan Orangtua Raya

Saat Reva dan Ferry tiba di kediaman Raya, asisten rumah tangganya mempersilahkan mereka masuk ke halaman belakang sesuai dengan pesan Raya. Sedangkan Raya masih berada di kamar untuk mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan oleh mereka bertiga.

"Tunggu di sini dulu ya Non, Den, sebentar lagi Non Raya turun. Si Mbok mau ambil minum dulu," kata sang asisten rumah tangga itu.

"Iya Mbok terima kasih ya," ucap Ferry ramah.

Reva langsung meletakkan tas di atas kursi dan mengeluarkan laptop serta buku-buku pelajaran mereka. Ferry masih menatap sekeliling rumah Raya yang memang cukup mewah itu.

Sementara di perjalanan, Seny membuka obrolan soal Raya pada suaminya. Dia berdiskusi bagaimana memperlakukan Raya soal pergaulan di sekolah. Seny sangat khawatir jika dia mempunyai pacar saat masih duduk di bangku sekolah.

"Pa, Mama mau ngomong nih," ucap Seny.

"Ya ngomong aja Ma. Memangnya Papa larang?" jawab Bagus meledek.

"Ih Papa! Mama serius tau, ini soal Raya Pa," Seny memperjelas omongannya.

Mendengar kata Raya, Bagus lagsung menoleh ke arah sang istri dan memasang wajah serius kali ini. Dia menebak ada sesuatu yang terjadi pada putri keduanya itu.

"Ada apa sama Raya Ma? Apa dia masih ngambek soal perpindahan kita ke Jakarta?" tanya Bagus.

"Gak kok bukan soal ngambeknya. Tapi kali ini Mama agak khawatir soal pergaulannya Raya Pa," ucap Seny.

"Memang kenapa pergaulannya Ma? Mama menemukan ada yang gak beres dengan pergaulan Raya?" selidik Bagus.

"Belum juga sih Pa. Cuma Mama sering lihat Raya pulang diantar sama temannya yang namanya Ferry, dan Mama curiga mereka saling suka walau belum pacaran. menurut Papa bagaimana?" tanya Seny.

Bagus tak menjawab sepatah kata pun. Pandangannya lurus ke depan ke arah jalan. Raut wajahnya terlihat berpikir walau tidak memasang wajah marah. Dia masih terdiam beberapa saat hingga akhirnya sang istri menegurnya kembali.

"Pa, bagaimana menurut Papa? Mama kan butuh saran Papa juga," rengek Seny.

"Iya Ma. Kalau menurut Papa ya gak masalah selama kita masih dalam batas wajar dan tentunya kita juga tetap harus mengawasinya," kata Bagus.

"Tapi Mama khawtir Pa," ucap Seny gelisah.

"Namanya juga anak remaja Ma, cinta mereka kan masih cinta monyet, bagus juga buat pengalaman asal masih dalam batas wajar," jelas Bagus.

Kali ini Seny yang terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu tentang Raya. Omongan suaminya ada benarnya sih memang tidak masalah jika Raya bergaul atau bahkan mempunyai pacar di masa sekolah. Hanya saja ya seperti yang Bagus bilang, sebagai orangtua mereka harus tetap mengawasinya.

"Papa benar sih, siapa tau bisa jadi penyemangat Raya di sekolah juga ya Pa. karena mengingat perilaku dia waktu pertama kita pindah kan dia agak keberatan," ucap Seny.

"Nah itu dia maksud Papa. Kita kan juga harus memberikan kebebasan pada Raya untuk memilih yang terbaik. Jangan sampai dia berpikir kita yang mengekangnya," jelas Bagus.

"Ya sudah Pa. Yang penting kan Papa udah tau jadi kalau ada apa-apa Mama gak disalahkan sendiri," kata Seny.

"Ma, Papa percaya istri Papa ini bisa mengurus anak-anak dengan baik. Sekarang kita turun yuk, udah sampai nih!," kata Bagus sambil membelai rambut sang istri yang tergerai rapi.

Sementara itu Raya sudah berkumpul bersama kedua temannya. Raya meminta maaf karena kedatangan dia terlambat karena dia harus mencari kabel laptopnya terlebih dahulu.

"Aduh sorry ya gue jadi buat kalian nunggu deh!" ucap Raya.

"Santai aja Ray, kita juga masih siap-siap kok belum ada pembahasan," jelas Reva.

"Iya Va. Kalian udah dibawain minum kan? Oh ya Ferry kemana Va? Kok gak keliatan, kalian datangnya gak barengan?" tanya Raya sambil matanya mencari keberadaan Ferry.

Belum sempat menjawab pertanyaan Raya, orang yang ditanya sudah muncul di tengah-tengah mereka. Reva pun mengurungkan niatnya untuk menjawab, sementara Ferry yang baru saja tiba langsung mengambil posisi duduk di samping Raya.

"Aku habis keliling-keliling rumah kamu Ray, gak apa-apa kan?" tanya Ferry sambil menatap wajah Raya.

Ditatap oleh Ferry yang duduk tepat di sampingnya membuat dada Raya berdegub sangat kencang. Raya pun tak mengerti mengapa dia bisa merasakan rasa itu. Raya yang biasanya banyak omong dan jutek ketika berhadapan dengan Ferry bisa berubah menjadi anak gadis yang anggun dan pendiam.

"Oh, iya Fer gak apa-apa kok. Jadi sekarang kita mau mulai dari mana?" tanya Raya sambil melirik laptop milik Reva.

Mereka bertiga pun sudah sibuk dengan tugas mereka. Berhubung ini tugas akhir sebelum mereka lulus sekola dua bulan mendatang maka mereka harus mengerjakannya dengan cepat. Berbagai makanan dan minuman sudah tersedia di tengah-tengah mereka sebagai teman untuk mengerjakan tugas kelompok.

Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, kebetulan kedua orangtua Raya pun sudah kembali dari acara gathering mereka. Ketika memasuki rumah, Seny langsung mencari keberadaan Raya dan teman-temannya. Karena dia tidak melihat mereka di ruang tamu tetapi Seny masih melihat motot Ferry terparkir di halaman rumah mereka. Sementara Bagus meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu karena dia ingin berganti pakaian.

"Mbok, teman-temannya Raya masih ada kan? Mereka pada belajar di mana ya, kok gak kelihatan?" tanya Seny.

"Masih Bu, mereka ada di halaman belakang. Non Raya bilang kalau di dalam takut menganggu Tania dan mengotori rumah, makanya mereka pilih di sana," jelas si Mbok.

"Oh begitu. Terus Tania sama Dody kemana Mbok?" tanya Seny lagi.

"Non Tania baru saja tidur sama Inah Bu. Kalau Den Dody belum pulang dan belum memberi kabar," kata si Mbok lagi.

"Baiklah. Nanti saya akan cek Dody. Teman-teman Raya udah disuguhi makan dan minuman kan Mbok?" tanya sang Nyonya.

"Sudah Bu, mereka juga sudah diajak makan malam sama Non Raya," jawab sang asisten rumah tangga tersebut.

"Ya sudah, terima kasih ya Mbok. Saya mau temui Raya dan teman-temannya dulu. Mbok tidur aja, biar nanti saya yang kunci pintu," ucap Seny.

Sang asisten yang sudah cukup tua itu pun mengangguk kemudian berlalu ke kamarnya sesuai dengan perintah sang majikan. Selepas kepergian si Mbok, Seny berjalan menghampiri Raya dan teman-temannya.

"Hai, gimana belajarnya? Ada kendala gak?" tanya Seny ramah pada anak-anak itu.

"Halo Tante, wah belajar kita mah aman sentosa Tan gak ada kendala apapun, perut juga kenyang," kata Reva dengan sumringah.

"Ah kamu ini bisa aja Rev," timpal Seny terbahak.

"Mama kapan pulang? Papa mana Ma?" tanya Raya.

"Papa lagi ganti baju di kamar," jawab Seny.

Ferry terlihat sangat gugup begitu Seny berada di tengah-tengah mereka. Padahal ini bukan pertama kalinya dia bertemu dengan Mamanya Raya. Dia pun juga sering bertemu dengan orangtua teman-teman wanitanya yang lain jika sedang bekerja kelompok seperti sekarang ini.Tapi entah mengapa kali ini rasanya berbeda.

Saat Seny sedang asyik bertanya jawab dengan Reva, Ferry dan Raya malah saling mencuri pandang. Tiba-tiba Bagus muncul di tengah-tengah mereka membuat Ferry dan Raya berhenti berpandangan.

"Wah rupanya Mama di sini? Pantas saja Papa cari di dalam tidak ada," ucap Bagus seraya menghampiri istrinya.

"Iya Pa, Mama lagi ngecek anak-anak aja takutnya mereka ada kendala," ucap Seny.

Karena kedua orangtua Raya sedang bersama ketiga anak itu maka mereka pun mengobrol bersama. Bagus menanyakan apa rencana Reva dan Ferry setelah lulus sekolah nanti.

"Ngomong-ngomong kalian mau pada lanjut ke mana setelah lulus sekolah nanti?" tanya Bagus.

"Kalau Reva sih mau langsung kerja aja Om biar punya uang sendiri," jawab Reva antusias.

"Wah bagus sekali rencana kamu Rev. Kalau kamu Fer, bagaimana?" tanya Bagus pada Ferry.

Ditanya seperti itu membuat Ferry gugup dan tak tau harus berkata apa. Dia merasa orangtuanya Raya seperti sedang menginterogasi mengenai dirinya. Sebisa mungkin Ferry menjawab dengan jujur sesuai dengan kenyataan.

"Kalau saya rencananya mau bekerja dulu Om, baru setelah itu kuliah," jawab Ferry tenang.

"Wah saya kagum sama kamu, jarang loh anak mudah terutama laki-laki yang mempunyai niat seperti ini," ucap Bagus kagum.

"Ya Om, karena saya tidak mau merepotkan orang tua saya terus," ujar Ferry malu-malu.

Mendengar penuturan Ferry barusan membuat Seny dan Bagus menyadari bahwa Ferry memang anak yang baik. Dia pintar, gigih dan sepertinya pekerja keras.

"Ya sudah kalau begitu kalian lanjutkan tugasnya biar Om dan Tante masuk dulu ke dalam, takut nanti kalian selesai terlalu malam," ucap Bagus.

"Iya Pa, ini sebentar lagi selesai kok, besok tinggal kita print aja," jelas Raya.