Melihat kepolosan Ferry membuat Raya semakin gemas menghadapi teman laki-lakinya itu. Dia pun memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Ferry dan membiarkan Ferry mencaritau jawabannya sendiri, Raya sudah merasa lega karena sudah mengucakan terima kasih kepada Ferry maka dia memutuskan untuk mengakhiri obrolan selularnya itu karena dia juga harus mengerjakan tugas sekolah.
"Ya udah ya Fer udah dulu teleponannya, aku mau ngerjain tugas yang aku ketinggalan," ucap Raya.
"Oh iya Ray silahkan. Kalau butuh bantuan telepon aku atau Reva ya," kata Ferry.
"Iya siap. Bye ...." ucap Raya saat dia mematikan sambungan teleponnya.
Setelah sambungan telepon terputus, Ferry kembali memikirkan ucapan Raya tadi. Dia benar-benar tidak mengerti dengan maksud Raya. Tapi semakin Ferry membahas tentang Raya semakin dia tidak bisa melupakan gadis itu.
Ferry baru tersadar dia harus menyusul ibunya ke dalam, karena dia harus membantu membawa barang belanjaannya. Dengan cepat dia masuk ke dalam swalayan dan mencari sosok ibunya. Untung saja swalayan tersebut tidak terlalu ramai jadi dengan mudah dia bisa menemukan ibunya.
"Bu, udah selesai?" tanya Ferry sambil mengambil alih kemudi troli dari tangan Bu Sita.
"Eh kamu Fer, dari mana saja sih? Kok baru masuk?" tanya ibunya.
"Tadi ada temen Ferry yang telepon Bu, jadi Ferry terima telepon dulu," jelasnya.
"Teman? Siapa? Tumben ada teman kamu yang telepon, biasanya mereka hanya mengirim pesan," kata ibunya.
Ferry tak mengatakan kepada ibunya bahwa yang menelepon itu Raya. Dia takut ibunya melaran dia berteman dengan Raya seperti saat ibunya mengingatkan Ferry akan status Raya yang memang dari keluarga berada.
Untungnya Bu Sita tidak memaksa Ferry untuk mengatakan siapa teman yang meneleponnya. Bu Sita melanjutkan aktifitas belanjanya yang kali ini didampingi oleh Ferry.
"Bu, kok banyak banget belanjaannya? Memangnya pesanannya banyak?" tanya Ferry dengan mata yang menjelajah ke dalam troli.
"Iya Alhamdulillah Fer, Ibu dapat pesanan dua ratus box kue basah untuk pengajian di rumah Bu Ratna," jawab ibunya.
"Hah? Dua ratus box? Ibu sanggup ngerjainnya?" tanya Ferry khawatir.
"Insya allah bisa Nak. Kan Ibu dibantu sama Mba Nung," jelas ibunya.
Ferry merasa tenang karena Bu Sita ada yang bantu. Dia takut jika ibunya mengerjakan semuanya sendiri. Oleh sebab itu Ferry sangat ingin cepat lulus agar bisa bekerja untuk menggantikan ibunya mencari nafkah. Untungnya Ferry adalah anak yang cerdas hingga dia selalu mendapat beasiswa untuk sekolah.
"Fer, kira-kira bisa kan ya belanjaan sebanyak ini dibawa pakai motor kamu?" tanya Ibunya ketika mereka keluar dari swalayan.
"Bisa Bu, Ibu tenang saja. Yuk kita pulang," ajak Ferry.
Raya sibuk mengerjakan tugas untuk mengejar ketinggalannya di sekolah. Karena khawatir Raya tidak keluar dari kamarnya maka Seny datang membawa segelas jus jambu dan sepotong kue untuk menemani Raya mengerjakan tugas.
"Ray, kamu lagi apa?" Tanya Seny sambil melirik ke meja belajar Raya.
"Eh Mama. Aku lagi ngerjain tugas Ma. Ada apa Ma?" Raya balik bertanya.
"Oh, gak ada apa-apa kok sayang. Ini Mama bawakan jus dan kue untuk kamu. Biar gak terlalu stress," ucap Seny.
"Terima kasih ya Ma." sahut Raya sambil mengambil jus dan kue pemberian mamanya.
Seny pun akhirnya menemani Raya mengerjakan tugasnya. Karena sebagai ibu dia memang sangat protektif sekali pada anak-anaknya. Dia ingin mengetahui setiap perkembangan anak-anaknya walau mereka telah beranjak dewasa. Kali ini Seny berusaha bertanya pada Raya soal sekolahnya dan ruang lingkup pertemanannya.
"Ray, gimana sekolahmu? Kamu nyaman kan?" tanya Seny.
"Iya Ma, aku nyaman," jawab Raya sambil menengok sekilas ke arah mamanya dengan senyum yang sangat manis.
"Wah syukurlah. Mama senang mendengarnya. Kalau soal teman-temannya bagaimana Ray?" tanya Seny lagi.
"Hmmm ... mereka baik kok Ma. Mereka welcome banget begitu Raya masuk kelas itu, contohnya Reva dan Ferry mereka langsung bisa jadi temen deket Raya loh Ma," ungkap Raya sangat antusias.
Seny memandang Raya dengan tatapan heran mengapa dia begitu semangat saat menceritakan tentang teman-temannya terutama saat Raya menyebut nama Ferry mengapa aura wajahnya terlihat begitu berbeda. Seny menjadi semakin penasaran hingga dia berusaha mengorek informasi dari sang putra.
"Ray, Mama boleh tanya sesuatu sama kamu?" ucap Seny hati-hati.
"Tanya apa Ma? Kok jadi kayak serius gitu ya?" kata Raya.
"Kamu sama teman kamu yang tadi itu hanya berteman aja kan Ray?" tanya Seny tiba-tiba.
"I-iya Ma. Raya sama Ferry hanya berteman aja kok," jawab Raya.
Dia menjawab dengan jujur walau untuk ke depannya dia sendiri belum tau dia akan tetap berteman atau menjalin hubungan khusus dengan Ferry. Raya balik bertanya kepada mamanya soal apa yang mamanya tanyakan tadi.
"Mama kenapa tiba-tiba kok bahas teman-teman Raya? Apa ada yang salah Ma?" tanya Raya.
"Oh gak kok Sayang. Mama hanya ingin mengingatkan sama kamu untuk fokus pada pelajaran terlebih dahulu," ucap Seny.
"Maksudnya gimana Ma? Raya kan sekarang juga emang lagi fokus sama sekolah, makanya ini Raya kerjain tugas yang tertinggal," jelas Raya.
Sebetulnya Seny ingin sekali mengingatkan Raya untuk tidak memikirkan hal lain diluar sekolahnya, misalnya urusan asmara dengan lawan jenisnya. Hanya saja karena Raya adalah anak yang agak susah diajak berdiskusi maka Seny harus pintar-pintar mencari waktu yang tepat.
"Ya sudah kalau begitu Mama keluar ya biar kamu bisa lebih fokus ngerjain tugasnya. Jangan lupa dihabiskan ya minum dan kuenya," kata Seny penuh perhatian.
"Iya Ma. Terima kasih ya Ma," ucap Raya.
Raya bingung dengan sikap mamanya barusan. Dia merasa ada yang aneh dengan mamanya. Masa iya hanya karena Raya pulang diantar oleh Ferry membuat mamanya menjadi melarangnya bergaul. Tapi karena memang tgas Raya sedang banyak maka dia tidak memikirkan hal itu, dia melanjutkan tugasnya sampai selesai.
Ketika Raya sedang asyik mengerjakan tugas tiba-tiba ponselnya berdering rupanya ada sebuah panggilan masuk. Raya melirik sedikit ke arah ponsel tersebut dan seketika senyumnya merekah saat dia membaca nama yang tertera di layar ponsel.
"Ferry!" lirihnya.
"Hai Ray, masih sibuk ya?" tanya Ferry ketika Raya menjawab panggilannya.
"Iya nih Fer, hampir selesai sih. Kamu udah sampai rumah?" tanya Raya.
"Iya udah dari tiga puluh menit yang lalu Ray," jawab Ferry.
Raya hanya mengangguk tanpa bisa dilihat oleh Ferry. Sebetulnya dia senang bisa lebih sering mengobrol dengan Ferry di telepon. Tapi dia juga mengingat ucapan ibunya yang mengatakan bahwa dia harus fokus pada sekolahnya terlebih dahulu. Tapi nyatanya Raya dan Ferry masih melanjutkan obrolan mereka hingga akhirnya Ferry menawarkan untuk menjemput Raya besok pagi agar mereka bisa berangkat bersama ke sekolah. Raya sangat terkejut mendengar tawaran Ferry. Di sisi lain dia sangat senang ditawarkan begitu tapi lagi-lagi dia teringat akan ucapan mamanya . Ditambah lagi kalau besok pagi dia dijemput Ferry bisa-bisa papanya melarang Raya berangkat bersama Ferry.
"Jadi gimana Ray, besok mau gak aku jemput?" tanya Ferry mengulangi tawarannya.
"Gimana ya Fer, aku gak enak sama Reva. Kalau kamu jemput aku, itu artinya Reva harus berangkat sendiri kan?" jawab Raya.
"Gak apa-apa Ray. Aku yakin Reva pasti mengerti. Jadi kamu mau ya?" Ferry sedikit memaksa.
"Fer! Jujur ya, kalau dijemput kayaknya aku masih belum dijinin sama orangtuaku, karena biasanya aku bareng sama papaku kalau berangkat sekolah," kata Raya menjelaskan.
"Oh, begitu ya?" ucap Ferry lesu.
Terdengar nada kekecewaan dari mulut Ferry. Dan Raya pun meminta maaf pada Ferry karena menolak tawarannya. Ketika obrolan berlanjut tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang ternyata asisten rumah tangga Raya yang mengingatkan Raya untuk mandi sore.
"Non, kata Ibu jangan lupa mandi dulu," ucap sang asisten rumah tangga.
"Iya Mbok. Bilang Mama aku lagi mandi ya," sahut Raya.
Ferry mendengar percakapan Raya dengan asisten rumah tangganya itu kemudian dia menyarankan agar mereka menyudahi obrolan mereka kali ini. Dan Raya pun setuju karena dia juga memang ingin mandi sore.
"Ya sudah kalau begitu kita udahan dulu ya teleponnya Ray, sampai ketemu besok di sekolah," ucap Ferry.
"Iya Fer. Sekali lagi aku minta maaf ya karena gak bisa berangkat sekolah bareng sama kamu," ucap Raya penuh penyesalan.
Dia sedikit menyesal karena membuat Ferry kecewa tapi apalah daya dia juga harus menuruti nasihat mamanya, karena jika dia membantah bisa-bisa semua fasilitas yang dia dapat bisa dihentikan. Setelah telepon ditutup Raya pun bergegas mandi sesuai perintah mamanya. Walaupun Raya termasuk anak yang keras kepala tapi dia tetap menjadi anak penurut.