Semakin hari Raya semakin nyaman bersekolah di sana. Keakrabannya dengan Ferry dan Reva pun semakin erat. Maka tak jarang beberapa orang menjuluki mereka roda bajaj, karena kemanapun mereka pergi mereka selau bersama. Hingga tiba saatnya di mana Raya merasa perasaannya terhadap sahabat laki-lakinya itu bukan sekedar perasaan biasa. Ditambah kebaikan-kebaikan Ferry yang membuat dirinya semakin nyaman membuat dia jadi semakin merasa bahagia jika berada di dekat Ferry.
"Ray, nanti pulang sekolah aku anter aja ya," kata Ferry menawarkan.
"Emangnya gak nngerepotin kamu Fer?" tanya Raya tak enak hati.
"Alah udah Ray, mau aja. Mumpung nih anak bisa nganter lu balik" celetuk Reva yang tiba-tiba muncul di belakang Raya.
Raya hanya tersenyum menanggapi ucapan Reva. Raya sangat senang karena Ferry menawarkan untuk mengantar dia pulang. Tapi Raya juga merasa tidak enak karena jika Raya pulang bersama Ferry itu artinya dia membiarkan Reva pulang sendiri. Karena Ferry dan Reva selalu berangkat dan pulang bersama karena rumah mereka berdekatan.
"Hmmm ... kalau gue pulang sama Ferry nanti lu pulang sama siapa Va?" tanya Raya.
"Yaelah Ray, gue mah gampang. Lagian gue hari ini ada rapat bareng anak mading makanya gue pulang telat," jelas Reva.
Karena Reva tidak merasa keberatan maka Raya mau menerima tawaran Ferry untuk pulang bersama. Oleh sebab itu dia harus menghubung Mang Ujo supaya dia tidak menjemput Raya siang nanti.
"Ya udah kalau emang Ferry gak keberatan gue mau-mau aja kok." kata Raya sambil menatap ke arah Ferry.
"Iya aku mau kok. Kan tadi emang aku yang nawarin Ray," goda Ferry.
Mereka bertiga pun tertawa bersama kemudian Raya memotongnya karena dia harus menghubungi Mang Ujo.
"Eh gue telepon supir gue dulu ya takutnya nanti dia keburu jalan," kata Raya.
"Iya," jawab Reva dan Ferry bersamaan.
Raya pun menjauh dari kedua sahabatnya dan mencoba menghubungi supir keluarganya itu.
"Halo Mang Ujo, nanti gak usah jemput ya, soalnya Raya pulang bareng temen," ucap Raya.
"Tapi Non, apa Non Raya sudah minta ijin ke Bapak dan Ibu?" tanya Mang Ujo khawatir.
"Belum Mang, habis ini aku telepon Mama deh," ucap Raya.
"Baik Non," timpal Mang Ujo.
Selesai menelepon Mang Ujo wajah Raya berubah menjadi tidak senang, karena setelah ini dia harus menelepon mamanya. Dia merasa hidupnya menjadi serba terkontrol selama dia di Jakarta.
"Ih kenapa sih harus ribet begini!" umpat Raya.
"Kenapa Ray?" tanya Reva heran.
"Ini gue mesti laporan dulu ke nyokap. Ribet kan!" ucapnya kesal.
"Ya memang baiknya seperti itu Ray," kata Ferry dengan nada tenang.
Raya tersenyum pada kedua sahabatnya itu. Setelah menelepon mamanya awalnya mamanya terkejut karena dia agak khawatir jika Raya pulang tanpa Mang Ujo. Tapi demi kenyamanan sang putri maka akhirnya Seny mengijinkan Raya pulang tanpa Mang Ujo.
"Ya sudah kalau memang itu mau kamu Mama ijinkan. Tapi kamu bilang sama temen kamu hati-hati ya naik motorny," pesan Seny.
"Iya Ma. Pokoknya Mama tenang aja ya. Udah dulu ya Ma, Raya mau masuk kelas lagi," ucap Raya.
Setelah jam pelajaran terakhir Ferry langsung mengajak Raya ke parkiran sekolah.
"Ray, udah siap?" tanya Ferry setelah dia selesai memasukkan semua buku ke dalam tasnya.
"Udah Fer, kamu sendiri gimana?" Raya balik bertanya.
"Udah nih, yuk jalan sekarang," ajak Ferry.
Diajak oleh Ferry membuat jantung Raya tiba-tiba berdebar. Pipinya pun mulai memerah tanpa aba-aba. Rupanya laki-laki ini mengerti akan kegugupan Raya, maka dia langsung menarik tangan Raya untuk mengikutinya ke parkiran sekolah. Digandeng seperti itu oleh Ferry membuat hati gadis itu semakin bergemuruh, dia berharap Ferry tak bisa mendengar dentuman jantungnya di dalam sana.
"Oh iya Ray, nanti kamu kasih petunjuk jalannya ya, karena aku belum terlalu hafal kalau ke daerah elit," ucap ferry merendah.
"Apaan sih daerah elit sebutnya. Biasa aja kenapa Fer," protes Raya.
Ferry hanya tersenyum sambil meminta Raya naik ke atas motornya.
"Pegangan ya nanti jatuh," perinta Ferry.
Diminta begitu oleh Ferry lagi-lagi membuat Raya grogi dan pipinya mulai memerah lagi. Raya dan Ferry kini tengah berada di jalan menuju rumah Raya. Sepanjan perjalanan mereka, Raya tak bersuara sedikitpun bukan karena dia takut dibonceng motor oleh Ferry tapi karena dia benar-benar gugup saat berboncengan dengan Ferry seperti ini. Padahal ini bukan pertama kalinya Raya naik motor bersama laki-laki.
"Ray, kok diem aja, takut ya?" tanya Ferry.
"Oh, gak kok Fer. Aku cuma ...." ucap Raya menggantung.
"Cuma apa?" Ferry penasaran.
"Gak kok, gak apa-apa," ucap Raya.
Ferry tersenyum menatap wajah Raya melalui spion motornya, wajah Raya yang terlihat salah tingkah membuat laki-laki itu terkikik dan membuat Raya heran dengan sikap Ferry.
"Kenapa Fer? Kok ketawa?" tanya Raya.
"Kamu lucu kalau lagi gugup begitu," ceplos Ferry.
Raya bertambah malu karena rupanya Ferry mengetahui bahwa dirinya sedang gugup.
"Duh, ketauan ya kalau aku gugup?" tanya Raya polos.
"Hahaha .... polos banget sih kamu Ray. Udah biasa aja jangan tegang, aku kan jadi gak enak bawa motornya takut kamu jatuh," kata Ferry.
"Oh iya-iya, maaf," sahut Raya.
Tak terasa perjalanan mereka telah tiba di kediaman Raya. Mang Ujo yang sedang berada di halaman rumah orangtua Raya langsung membukakan pintu untuk Raya dan Ferry.
"Non, temennya mau masuk dulu atau gimana?" tanya Mang Ujo.
"Sebentar ya Mang," jawab Raya sopan.
Dia pun mengajak Ferry untuk mampir terlebih dahulu, supaya mamanya tau bahwa Raya benar-benar diantar oleh temannya.
"Fer, masuk dulu yuk biar aku kenalin sama mamaku," ajak Raya.
"Aduh Ray, bukannya aku gak mau tapi aku gak enak sama orangtua kamu," tolak Ferry.
"Gak enak kenapa sih? Justru kalau kamu gak mampir dan kenalan sama mamaku bukannya malah lebih gak enak ya?" paksa Raya.
"Hmmm ... iya juga ya. Ya udah tapi aku gak bisa lama ya, soalnya aku ada tugas osis juga," kata Ferry.
Raya mengangguk dan mengajak Ferry untuk masuk ke dalam rumahnya. Dia juga meminta Mang Ujo untuk menjaga motor Ferry yang diparkir di depan pagar rumahnya itu. Dengan senang hati Mang Ujo mengikuti perintah majikannya itu.
Sesampainya di dalam rumah, Raya mencari keberadaan Seny. Dia juga meminta Ferry untuk duduk di ruang tamu sambil menunggu Raya memanggil mamanya. Ferry agak canggung begitu dia masuk ke dalam rumah Raya, karena rumahnya benar-benar sangat mewah di mata Ferry yang memang orang biasa.
"Ma, sini deh Ma sebentar," ajak Raya ketika dia masuk ke dalam kamar Tania.
"Ada apa sih Ray? Pulang sekolah kok heboh gitu?" tanya Seny heran.
"Raya mau kenalin Mama sama temen Raya yang nganterin pulang Ma," ucap Raya penuh semangat.
"Oh, siapa Ray? Laki-laki?" tanya Seny penasaran.
Raya tersenyum sambil mengangguk. Entah mengapa baru kali ini Raya merasa malu-malu saat mengenalkan teman laki-lakinya pada orangtuanya. Tapi Seny tidak keberatan saat dia dikenalkan pada Ferry.
"Ray ...." tegur Seny.
"Ayo Ma, makanya Mama keluar dulu dong," ajak Raya.
"Okelah. Yuk!"
Mereka pun menemui Ferry di ruang tamu. Saat Seny datang, Ferry langsung berdiri dan menyalami Mama dari Raya.
"Selamat siang Tante," sapa Ferry ramah.
"Siang. Kamu temannya Raya yang mengantar Raya pulang?" tanya Seny.
"Iya Tante betul, saya Ferry. Saya teman satu kelas Raya," jelas Ferry.
Seny mengangguk sambil tersenyum dam mempersilahkan Ferry untuk duduk kembali dan mengobrol sebentar. Seny juga mengucapkan terima kasih pada Ferry tapi dia juga berpesan pada Raya untuk tidak sering-sering merepotkan Ferry seperti ini.
"Ray, kamu jangan sering-sering ya minta antar pulang Ferry. Nanti merepotkan," ucap Seny.
"Iya Ma," jawab Raya.
"Tenang aja Tan, Raya sama sekali gak merepotkan. Karena kebetulan tadi saya yang menawarkan untuk mengantar Raya," ujar Ferry menjelaskan.
Seny pun tersenyum. Dia pun melanjutkan obrolannya dengan Ferry. Laki-laki itu menceritakan sedikit tentang kehidupan pribadinya pada Raya dan mamanya. Obrolan mereka pun berhenti karena hari sudah siang dan Ferry harus kembali ke rumah, maka Ferry pamit pada Raya dan orang tuanya.
"Tante, karena ini udah siang aku mau pamit pulang dulu ya," ucap Ferry.
"Oh iya Fer, sekali lagi terima kasih ya karena sudah mengantar Raya pulang," ucap Seny ramah.
"Iya Tante sama-sama. Ray, aku pamit dulu ya, sampai jumpa besok di sekolah," pamit Ferry.
Seny dan Raya mengantar Ferry sampai ke depan rumah. Raya menunggu sampai motor Ferry berlalu dari halaman rumahnya.