Begitu mobil yang dikendarai Bagus masuk ke dalam sekolah Anak Bangsa, Raya semakin tercengang karena sekolah ini memang benar-benar sekolah yang elit. Bukan hanya berisi orang-orang dengan kalangan menengah ke atas saja tapi sudah pasti murid-murid di sana adalah murid-murid yang cerdas.
"Pa, memangnya ini beneran aku akan sekolah di sini?" tanya Raya ragu.
"Iya benar." Jawab Bagus sambil melepaskan seat beltnya.
"Kalau dia gak mau ya pindahin aja ke sekolah biasa Pa. Gak usah sekolah yang bertaraf internasional," decak Dody.
Raya melotot ke arah sang kakak. Dia bukannya tidak bersyukur dimasukkan ke sekolah ini, hanya saja dia masih tidak percaya bahwa dia bisa bersekolah di tempat ini karena kemampuannya.
"Memangnya apa yang membuat kamu ragu Ray?" tanya Seny.
"Ya Raya takutnya otak Raya gak mampu mengikuti pelajaran di sini Ma," ucap Raya.
"Raya, dengar Papa ya, kalau memang nilai kamu jelek tidak mungkin mereka menerima kamu di sini. Lagi pula Mama sama Papa yakin bahwa kamu itu anak yang pintar kok," ucap Bagus.
"Iya Ray. Mama sama Papa pilih sekolah ini juga kan berdasarkan hasil test yang beberapa waktu lalu kamu ikuti. Dan menurut kami sekolah ini yang terbaik untuk kamu," jelas Seny.
Raya ingat bahwa sebelum mereka pindah ke Jakarta dia memang diminta untuk test masuk sekolah baru. Dan karena Raya memang anak yang pandai maka tak heran lagi jika dia bisa masuk ke sekolah favorite bertaraf internasional ini.
Akhirnya Bagus mengajak mereka semua untuk turun dan masuk ke sekolah baru Raya. Mereka langsung menemui kepala sekolah untuk membicarakan soal perpindahan Raya. Saat kepala sekolah mengajak Raya berkeliling sekolah barunya, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang menegur sang kepala sekolah.
"Selamat pagi Pak," sapa anak kali-laki itu ketika mereka berpapasan.
"Oh ya selamat pagi Fer," sahut Pak kepala sekolah.
Raya hanya melihat sekilas ke arah anak laki-laki itu kemudian dia mengalihkan pandangannya ke seluruh area sekolah yang sangat besar ini. Saat Raya sedang asik memperhatikan sekelilingnya, tiba-tiba kepala sekolah nya mengenalkan anak laki-laki yang ternyata bernama Ferry itu kepada Raya.
"Oh iya Fer, ini ada murid baru pindahan dari luar kota, nanti kamu bisa bantu dia ya kalau ada pertanyaan. Kebetulan dia akan berada di kelas yang sama dengan kamu," ucap Pak kepala sekolah.
"Baik Pak, saya akan bantu sebisa saya," jawab Ferry dengan kepala sedikit menunduk.
"Nak Raya, kenalkan ini Ferry Handoko dia adalah ketua osis di sini, dia juga teman sekelas kamu nantinya. Jadi kalau ada yang perlu ditanyakan kamu bisa langsung bertanya pada Ferry ya," kata kepala sekolah itu.
"Iya Pak," jawab Raya singkat.
Setelah itu Raya dan Ferry saling bekenalan dan berjabat tangan. Setelah puas mengelilingi sekolah barunya serta mendapatkan semua informasi dari pak kepala sekolah Raya pun mengatakan pada papanya bahwa dia sudah siap bersekolah di sana dan mereka bisa kembali ke rumah saat ini juga.
Pak Bagus sangat senang dengan keputusan yang Raya ambil. Karena kegiatan mereka hari ini cukup padat maka Pak Bagus juga menyetujui permintaan Raya untuk pulang, karena setelah ini mereka masih harus mengunjungi kampus untuk Dody, kakaknya Raya.
"Baiklah Pak kalau begitu terima kasih atas segala informasinya. Saya dan anak saya pamit pulang dulu," pamit Pak Bagus.
"Sama-sama Pak. Semoga Nak Raya betah bersekolah di sini. Jangan datang terlambat ya Nak besok," pesan sang kepala sekolah.
"Iya Pak." jawab Raya sambil mencium tangan kepala sekolahnya itu.
Setelah berpamitan kepada kepala sekolah keluarga Raya kemudian berlanjut pergi ke kampus tempat Dody akan mendaftar kuliah. Di perjalanan Raya mengatakan pada orang tuanya bahwa dia ingin pulang lebih dulu tapi mereka melarangnya karena Raya kan baru satu hari di Jakarta jadi orang tuanya khawatir jika membiarkan Raya di luar sendirian. Sedangkan sang Kakak menggoda Raya bahwa dirinya harus tetap ikut karena sebelumnya Dody juga ikut ke sekolah baru Raya.
"Eh Ray lu harus ikut dong ke kampus gue, jangan curang!" umpat sang Kakak.
"Curang apaan sih Kak?" protes Raya.
"Ya tadi kan gue ikut ke sekolah baru lu jadi sekarang lu juga harus ikut ke kampus gue dong," kata Dody.
"Ih emang wajib banget apa," seloroh Raya sambil memalingkan wajahnya ke jendela.
Dody hanya meringis puas karena dia tau adiknya itu pasti sedang kesal usai digoda olehnya. Kedua orangtua mereka hanya saling panda dan geleng-geleng kepala melihat tingkah putra putri mereka. Sedangkan Raya masih asyik memandang ke luar jendela hingga dia menangkap sebuah bangunan yang membuatnya ingin mengunjunginya. Bangunan itu juga berada tepat disamping kampus baru Dody. Maka begitu mobil Bagus memasuki parkiran kampus lagi-lagi Raya merengek pada Papa dan Mamanya untuk tidak bergabung mengunjungi kampus itu.
"Pa, Ma, Raya tunggu kalian di mall aja ya, please ...." rengek Raya.
"Mall? Mall mana Ray?" tanya Seny panik.
"Itu Ma tadi Raya liat ada mall disamping kampus Kak Dody." ucap Raya sambil menunjuk ke bangunan tinggi di samping kampus tersebut.
Seny langsung melirik ke arah suaminya seolah meminta restu akan permintaan Raya. Bagus seolah paham maksud dari lirikan sang istri maka dia juga bertanya pada Raya apa tidak apa-apa jika dia harus ke mall itu sendirian? Karena Mama dan Papa nya akan menemani Dody melakukan pendaftaran.
Kali ini Raya meyakinkan kedua orangtuanya dengan alasan dia juga ingin membeli peralatan sekolah untuk besok. Dengan alasan tersebut maka Bagus dan juga Seny tidak dapat mengelak atau melarang lagi.
"Memangnya kamu gak takut Ray ke mall sendirian?" tanya Bagus.
"Ya ampun Pa, Raya kan udah sering ke mall sendirian waktu di Jogja dan sampai sekarang masih baik-baik aja kan?" rengek Raya lagi.
"Ya udah Pa biarin aja kalau ilang juga enak kan berkurang beban keluarga kita," cetus Dody.
"Hus! Kamu ini Dod, gak boleh begitu ah sama adikmu," nasihat Mamanya.
Raya menjulurkan lidahnya ke arah Dody sebagai tanda bawa Raya menang karena dia dibela oleh mamanya. Namun Dody sama sekali tidak berepngaruh. Dia malah tertawa.
"Ya sudah kalau memang kamu mau ke mall itu Papa ijinkan. Tapi kamu jalan sendiri ke sana gak apa-apa kan? Karena kita udah ditunggu di ruang dekan ini," ucap Bagus.
"Siap Pa gak apa-apa. Kan mall nya nempel sama kampus jadi Raya gak malasah Pa. Yang penting Papa transfer aja uangnya." ucap gadis itu sambil meringis.
"Hmmm ... udah gue duga, ujung-ujungnya duit," oceh Dody.
"Biarin!" ujar Raya dengan wajah polosnya.
Raya pun keluar dari mobil papanya dan berjalan menuju mall yang dia maksud. Hatinya begitu senang karena dia bisa menghirup udara segar di mall sebelum dia memulai aktifitas barunya besok.