Suara kicauan burung di pagi hari tak membuat Raya terbangun dari tidurnya. Gadis itu benar-benar tertidur pulas. Awalnya dia memang tidak menyukai perpindahannya ke Jakarta, namun begitu dia melihat betapa mewahnya tempat tinggal dia dan keluarganya membuat dia merasa betah dan harus bersedia tinggal di Jakarta.
Sementara Seny sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Kebetulan asisten rumah tangga dan pengasuh baru akan datang siang ini. Untuk itu Seny hanya memasak nasi goreng yang menurutnya praktis.
"Ma, anak-anak sudah bangun?" sapa Bagus.
"Belum Pa. Papa sudah mandi, mau sarapan duluan atau nunggu anak-anak?" tanya Seny.
"Kita sarapan bareng aja Ma, Papa mau baca koran dulu," ucap Bagus.
"Ya udah kalau begitu mama bangunkan anak-anak dulu ya." pamit Seny setelah dia selesai meletakkan nasi goreng dan telur mata sapi ke atas meja makan.
Hari ini rencananya Seny dan Bagus pergi mencari sekolah baru untuk Raya dan mendaftarkan Dody ke kampus yang sudah ia pilih sejak mereka masih di Jogja. Baru saja Seny ingin beranjak ke lantai dua, tiba-tiba Mang Ujo datang bersama dengan seorang wanita yang usianya sekitar tiga puluh tahun.
"Selamat pagi Bu ...." sapa mang Ujo.
"Selamat pagi, eh ada Mang Ujo." sapa Seny sambil menghampiri laki-laki yang sudah paruh baya itu.
"Bapak ada Bu?" tanya Mang Ujo.
"Ada Mang, duduk dulu Mang biar saya panggilkan dulu," ucap Seny.
"Baik Bu, terima kasih," ucap Mang Ujo sopan.
Seny pun berjalan memanggil suaminya. Begitu Bagus dan Seny menemui Mang Ujo, beliaupun memberitahu bahwa dia datang bersama dengan seorang wanita yang bernama Inah, yang tak lain adalah pengasuh Tania.
"Pak, Bu, kenalin ini Inah. Dia yang akan mengasuh Tania mulai hari ini," jelas Mang Ujo.
"Oh iya Mang terima kasih," kata Bagus.
Inah dengan sopan memperkenalkan diri pada Bagus dan Seny. Menurut mereka Inah adalah wanita yang sopan dan penyayang. Tapi untuk menjelaskan tugas apa saja yang harus dilakukan Inah maka Seny mengajaknya berbicara sekaligus mengenalkan Inah pada Tania.
"Pa, Mama bawa Inah ke kamar Tania dulu ya," ucap Seny.
"Iya Ma silahkan," kata Bagus.
"Ayo Nah," ajak Seny pada Inah.
Di kamar Tania, Seny menjelaskan semua kebiasaan Tania yang harus Inah ketahui. Dia juga memberitahu bahwa tugas Inah hanya melayani Tania saja, jadi jika Raya atau Dody meminta Inah melayani mereka juga maka Inah harus memberitahu pada Seny.
"Jadi semua sudah jelas ya Nah?" tanya Seny pada pengasuh putri bungsunya itu.
"Iya Bu sudah," jawabnya sopan.
"Ya sudah kalau begitu sekarang tolong bangunkan Tania ya, karena saya mau membangunkan kakak-kakaknya," kata Seny.
"Tapi ini gak apa-apa Bu kalau saya langsung membangunkan Non Tania?" tanya Inah cangung.
"Iya tidak apa-apa. Semalam saya sudah bilang pada Tania kalau hari ini dia akan dapat pengasuh, dan Tania juga anaknya cepet akrab kok Nah," jelas Seny.
Maka Senypun meninggalkan Inah di kamar Tania sementara dirinya pergi ke kamar Dody dan Raya untuk membangunkan mereka. Begitu masuk ke dalam kamar Dody rupayanya dia sudah bangun bahkan sudah selesai mandi, maka Seny hanya meminta Dody untuk langsung sarapan bersama papanya.
"Kamu turun dan sarapan bareng Papa dulu ya Dod, Mama mau bangunin Raya dulu," ucap Seny.
"Oke Ma. Oh iya hari ini kita jadi kan ke kampus Dody?" tanya putranya.
"Iya jadi. Makanya ini Mama mau bangunin Raya dulu," jawab Seny.
Begitu dia masuk ke dalam kamar putrinya dia melihat anak gadisnya masih melingkar di balik selimut berwarna ungu kesayangannya. Seny membuka gorden yang masih tertutup rapat.
"Ray, ayo bangun! Kita kan harus cari sekolah untuk kamu," ucap Seny.
"Raya masih ngantuk Ma," sahut sang putri dengan suara khas bangun tidurnya.
"Kamu harus bangun Ray, semua sudah menunggu kamu di meja makan. Bangun dan cepat mandi ya," perintah Seny.
"Huft ...! baru juga pengen nikmatin bangun siang. Ya udah Raya mandi dulu ya Ma." Kata Raya sambil berjalan menuju kamar mandinya yang kebetulan ada di dalam kamar.
"Mama tunggu di bawah ya Ray," teriak Seny.
"Iya Ma," sahut anak itu.
Seny berjalan menuju lantai bawah dan di sana rupanya Tania sudah bangun dan sudah duduk manis bersama Bagus, Dody dan juga Inah.
"Wah anak mama sudah cantik ya?" sapa Seny.
"Udah dong Ma. Mbak Inah yang mandiin Tania, Tania seneng deh Ma," kata anak itu gembira.
"Iya Sayang. Mbak Inahnya jangan dinakalin ya Nak," pesan Seny.
"Iya Ma. Gak ko, tapi boleh gak Tania makannya di halaman depan aja biar sambil lihat bunga," pinta Tania.
"Boleh dong asal makannya habis ya," pesan sang Mama.
Inah mengajak Tania untuk makan di halaman depan rumah mereka yang memang dipenuhi bunga-bunga cantik dan segar.
"Pagi semua," sapa Raya begitu dia tiba di meja makan.
"Lama banget sih lu," protes Dody, sang kakak.
"Apa sih," timpal Raya.
"Sudah-sudah jangan bertengkar. Ini masih pagi loh," Bagus memperingati.
"Oh iya Pa, kira-kira aku akan bersekolah di mana?" tanya Tania.
"Menurut rekomendasi yang Papa dapat dan juga sesuai dengan nilai-nilai kamu maka Papa dan Mama memutuskan untuk mendaftarkan kamu ke Sekolah Anak Bangsa, itu sekolah menengah pertama yang cukup benefit yang ada di Jakarta Selatan," jelas Bagus.
"Oke, nanti aku cek," ucap Raya.
Maka Seny meminta semua anggota keluarganya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum mereka meninggalkan rumah. Sekitar dua puluh menit kemudia semua anggota keluarga telah selesai sarapan, maka Bagus dan yang lainnya bergegas pergi ke sekolah barunya Raya dan kampus Dody.
"Nah, saya titip Tania ya, kalau ada apa-apa bisa langsung hubungin saya," pesan Seny.
"Baik Bu," jawab Inah.
"Tania Sayang Mama pergi dulu ya, Tania baik-baik di rumah," pesan Seny.
"Iya Ma," jawab anak itu menggemaskan.
Di perjalanan mereka tak saling banyak bicara. Namun Raya langsung mencaritahu soal sekolah barunya itu. Lagi-lagi dia tercengang melihat calon sekolah barunya itu yang menurut informasi yang dia dapatkan bahwa sekolah itu merupakan salah satu sekolah favorite.
"Pa ... Papa serius mau masukin aku di sekolah itu?" tanya Raya.
"Iya serius. Memangnya kenapa? Kamu keberatan?" tanya Bagus.
"Wah ini mah aku setuju banget Pa, sekolahnya keren banget," puji Raya.
"Huu ... kalau yang elit-elit aja lu paling setuju, giliran kemaren diajak pindah protesnya paling depan. Dasar anak matre!" cibir Dody.
"Emang kenapa sih Kak? Kok sensi amat?" cetus Raya.
Begitulah kegiatan mereka setiap hari. Tapi walau begitu Dody sangat menyanyangi Raya dan juga Tania. Bagus dan Seny hanya bisa tersenyum melihat kelakuan putra dan putri mereka.