Udara sore hari terasa lembut. Cahaya panas tidak lagi menyengat, yang bisa membakar kulit sehingga menjadi hitam. Ini adalah saat yang baik untuk berjalan santai atau untuk berolah raga seperti maraton.
Di setiap sudut yang strategis di kota Bengkalis mulai ramai pedagang makanan dan minuman.
Di lapangan pasir, di taman dekat air mancur maupun di taman lama pas di simpang tiga jalan A. Yani dekat lapangan tugu.
Sudah banyak orang yang duduk berkelompok di bangku-bangku yang sudah disediakan oleh penjual makanan. Rata-rata orang yang berkumpul, berjumlah empat orang, ada juga yang hanya tiga orang atau bahkan satu meja hanya ada dua orang saja.
Di salah satu meja yang terletak agak disudut dan di bawah pohon beringin, duduklah dua orang gadis muda. Yang seorang dengan baju merah mudanya, adalah seorang wanita yang anggun. Pesona wajahnya membuat orang tidak bosan-bosan untuk terus menatapnya. Dia adalah Zara. Sedangkan yang seorang lagi adalah gadis yang tampak agak lebih dewasa dibandingkan dengan Zara. Walaupun wajahnya tidak secantik Zara, tapi raut wajahnya penuh dengan keibuan, yang jika kita menatapnya, kita akan terasa ingin meluahkan segenap uneg-uneg di hati agar perasaan kita menjadi plong.
Yuli namanya. Nama lengkapnya adalah Yuliana orang Pedekik.
Dia memang wanita yang sederhana, hidup dalam keluarga yang juga sederhana tapi mementingkan pendidikan. Ia wanita yang berfikiran dewasa. Dari segi usia, ia paling hanya lebih tua satu tahun dari Zara. Tapi mungkin pengalaman hidup yang pernah ia jalani membuat ia tampak lebih dewasa dibanding gadis yang seumuran dengannya.
Sebenarnya Zara tidak terlalu akrab dengan si Yuli ini. Tapi diantara teman-teman kuliah yang seangkatan dengannya, tak ada yang bisa diajak curhat. Makanya pilihan terakhir jatuh kepada Yuliana.
Dia sebenarnya merasa segan dengan Yuliana, walaupun berasal dari keluarga sederhana, tapi ada kewibawaan dalam penampilannya. Oleh karena persoalan yang sedang ia hadapi ini benar-benar pelik, makanya mau tak mau, terpaksalah ia minta tolong kepada Yuliana. Dapat sekedar mendengarkan keluh kesahnya jadilah. Yuliana ini bisa menyimpan rahasia. tapi kalau teman-teman yang lain belum tentu!
"Apa persoalan yang mau Zara bincangkan tu?" Yuliana langsung bertanya pada persoalan yang menurut Zara pelik itu.
"Nanti aja, Kak. Kita pesan dulu lah ya, Kak." jawab Zara dengan sopan.
"Oh maaf, Zara, Kakak jadi tak sabar. Terus terang kakak sebenarnya penasaran sekali. Kok bisa orang seperti Zara ini tidak bisa memecahkan persoalan yang Zara hadapi."
"Namanya juga manusia, Kak." kata Zara sambil tersipu malu. "Kakak mau makan apa?"
"Kakak udah makan tadi, jadi masih kenyang. Kakak pesan minum aja ya, Jus Tomat aja."
"Pesan saja makanan, Kak. Segan Zara jadinya kalau makan sendiri. Sebenarnya akhir-akhir ini Zara tak selera makan, Kak." suara Zara jadi lirih. Mungkin persoalan yang ia hadapi sangat berat, sampai tak selara makan.
"Baiklah kalau begitu, kakak pesan mie ayam aja." Yuliana tak sampai hati melihat kemurungan di wajah Zara.
"Oke, Kak." Zara tersenyum tipis. "Pak, jus tomat satu, jus alpukat satu, mie ayam dua."
"Baik, nak." bapak penjual makanan itu menjawab dengan semangat. Dengan segera ia menyiapkan makanan dan minuman yang sudah dipesan pelanggannya. Pelayanan yang cepat adalah salah satu bagian dari promosi. Walaupun makanan enak, tapi pelayanan lama, maka pelanggan akan menjadi kecewa. Jika sudah begitu, maka akan tipis harapan jika suatu hari nanti akan berkunjung untuk makan di tempat yang sama lagi.
Tak beberapa lama kemudian, pesanan sudah siap dan diantar ke meja tempat Zara dan Yuliana.
"Mari, kak kita makan."
"Baiklah." Setelah menyuap mie ayam hanya satu kali, nampak jelas jika Zara sudah tak selera lagi untuk makan. Pada hal biasanya, cita rasa makanan di sini sangat sesuai dengan seleranya.
"Bicaralah, Zara," Yuliana nampaknya paham akan keadaan. "Mana tau nanti kakak bisa bantu. walaupun kakak tidak jamin jika kakak bisa bantu, Zara."
"Baiklah, kak, sebelumnya Zara minta maaf karena sudah merepotkan kakak."
"Tidak apa-apa, Zara. Ceritalah,"
Setelah menarik nafasnya dengan perlahan, Zara berkata, "Pada awalnya, niat Zara hanya ingin fokus dalam belajar, Kak. Zara ingin setiap mata kuliah yang Zara ambil, selain Zara bisa mendapatkan ilmunya, Zara juga berambisi untuk mendapatkan nilai A dalam setiap mata kuliah. Karena target Zara adalah cumlaude, sehingga Zara bisa mendapatkan beasiswa untuk lanjut ke S2, Kak." Yuliana tidak berkomentar apa-apa. Karena ini baru pembuka dari sebuah kisah, jadi belum masuk ke persoalan yang membelit pikiran Zara.
Setelah menghirup jus alpukatnya satu kali, Zara melanjutkan ceritanya, "Karena ingin fokus ke pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, makanya Zara tidak tertarik untuk menjalin pertemanan yang lebih akrab dengan laki-laki..." Yuliana sepertinya bisa menebak arah pembicaraan selanjutnya. "Baru-baru ini, Zara sering berbincang-bincang dengan Ari, Kak. Kakak kenalkan, Ari anak KPS tu?" Yuliana mengangguk, tapi dahinya agak mengernyit, karena ia tahu orang seperti apa Ari itu.
Zara tampaknya paham apa yang ada dalam fikiran Yuliana, maka katanya " Zara tau, apa yang kakak fikirkan, dan Zara juga tahu orang seperti apa Ari, Kak. Awal-awalnya juga, Zara tak begitu peduli terhadap Ari, Kak. Tapi semakin sering kami berbicara, baik tentang apa saja, tentang mata kuliah, tentang kehidupan di kota ini, tentang ekonomi masyarakat kita, tentang pendidikan di masa depan, semuanya nyambung, Kak. Zara merasa cocok dan jika berbicara dengannya. Karena kami nampaknya satu ide, Kak."
"Jadi yang jadi masalahnya apa, Zara?" Yuliana mencoba bertanya walaupun nampaknya ia bisa menebak arahnya.
"Yang jadi persoalannya, Zara tak tahu perasaan apa yang sedang Zara rasakan sebenarnya, Kak.
Ari memang ganteng, pergaulannya banyak, pandai berteman, juga banyak pengetahuannya, jika zara berbicara dengannya, Zara merasa seakan-akan, Zara tidak memerlukan orang lain lagi. Tapi, apakah Zara memang menyukainya atau tidak, Zara tidak tahu, Kak."
"Mengapa begitu?" tanya Yuliana. Sepertinya ada sedikit kejanggalan disini. Dari awal pembicaraan, sedikitpun, Zara tidak ada menyinggung tentang Ari seorang play boy. Mustahil jika Zara tidak mengetahuinya. Lebih mustahil lagi jika Zara bisa menerimanya. Yang jelas, dari tadi hanya kelebihan Ari saja yang dibicarakan oleh Zara.
"Zara memang merasa dekat dengannya jika dia ada dihadapan Zara, Kak."
"Maksud, Zara?" Yuliana jadi bingung.
"Itulah maksud Zara, Kak. Jika lagi berhadapan dengannya, perasaan Zara menjadi dekat, Kak. Tapi jika tidak sedang bertemu dengannya seperti sekarang ini, perasaan Zara terhadapnya jadi biasa-biasa saja, kak." Zara menghela nafasnya. Rasanya persoalan yang ia pendam selama ini, menjadi agak ringan setelah ia sharing dengan orang lain.
"Setelah mendengar cerita Zara, terus terang kakak pun menjadi bingung. Jika Zara memang menyukai Ari, seharusnya jika tidak bertemu, maka hati Zara terasa rindu. Zara pasti merasa ingin selalu bertemu, kalau perasaan Zara sekarang bagaimana?"
Perasaan Zara biasa-biasa aja, Kak. Tidak ada yang namanya rindu dan ingin selalu bertemu dengannya."
Setelah berfikir sejenak, Yuliana berkata, "Ini agak aneh sebenarnya, Zara. Perasaanmu menjadi lain jika sudah bertemu dengannya. Seolah-olah kamu benar-benar menyukainya."
"Iya, Kak. Jika sudah berbincang-bincang dengannya, rasanya Zara tak mau pergi darinya, kadang hal lain pun Zara lupakan. Itu mungkin karena kami satu ide, kak." Zara pun berusaha berfikir logis.
Setelah menarik nafas dalam-dalam, akhirnya Yuliana berkata dengan nada lembut, "kalau boleh kakak beri saran kepada Zara, tapi ingat ya hanya sekadar saran, jadi boleh Zara ikuti boleh juga tidak..."
"Bilang aja dulu, Kak" kata Zara cepat.
"Begini Zara, kalau bisa, coba Zara kurangi jadwal bertemu dengan Ari. Zara dengan dia kan tidak satu jurusan, jadi seharusnya waktu untuk bertemu di kampus kan jarang. Karena kakak khawatir, jika terlalu sering Zara bertemu dengannya, kakak takut ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Zara.
"Maksud kakak apa?" tanya Zara bingung. "Ari baik kok sama Zara. Dia tidak ada niat yang tidak baik sama Zara."
"Ya, mudah-mudahan saja dia tidak berniat buruk sama Zara..." Yuliana tambah khawatir. Pasti ada terjadi sesuatu atas sikap Zara ini. Tapi ia tidak tahu, apa sesuatu itu. "Yang penting Zara kurangi aja waktu bertemu dengannya ya."
"Baik, Kak. Terima kasih atas waktu kakak untuk mendengar keluhan Zara. Terima kasih juga atas sarannya."
"Tak masalah, Zara, kebetulan kakak memang punya waktu. Udah sore, kita pulang yuk." ajak Yuliana.
"Oke, Kak."
"Tapi kakak mau mampir di masjid Raya dahulu, takutnya kalau langsung pulang ke rumah tak sempat solat maghrib."
"Zara ikut ya, Kak."
"Ayuk."
***