Chereads / Cinta Laki-laki Pemarah / Chapter 13 - Apakah Kau Seorang Banci?

Chapter 13 - Apakah Kau Seorang Banci?

Mumu tak gentar. Walaupun ia tak yakin bisa melawan keenam lawannya, tapi ia tidak berusaha untuk lari. Baginya setiap persoalan harus segera diselesaikan. Ia lebih suka berhadapan langsung seperti ini, dari pada menyimpan dendam dan menyerang secara diam-diam di kemudian hari.

Melihat lingkaran keenam orang semakin rapat, mau tak mau, hati Mumu sedikit bergetar, siapa yang tidak takut menghadapi lawan lebih dari satu. Tak mungkin ia lari. Jika pun ingin, keadaan tidak memungkinkan lagi. Sedapat mungkin dikuatkan hatinya, ia ingat pelatihnya pernah berkata, 'sehebat apa pun ilmu tata beladiri yang kita kuasai, tapi jika kita tidak punya mental, maka ilmu itu akan hilang, tidak bisa digunakan dalam menghadapi lawan'.

Mumu juga pernah membaca buku, jika berkelahi seperti ini, harus tetap waspada, karena tidak tahu, apakah lawannya akan tetap berlaku adil atau curang.

Mumu mengatur jarak, ia akan berusaha mencari lawan terlemah di antara mereka.

Kata Pelatihnya, jika berkelahi seperti ini, jangan serang muka atau kepala, tapi seranglah bagian terlemah mereka, seperti leher, jakun, atau lutut agar bisa merobohkan lawan dalam satu serangan.

"Ayo serang dia!" Ari memberi komando kepada teman-temannya.

Teman-temannya mulai melancarkan serangan, ada yang memukul, ada juga yang menendang, tapi Ari tidak ikut bergerak menyerang, dia hanya maju pelan-pelan, masih terlihat kesakitan.

Mumu tak sempat berfikir lagi, ia menangkis serangan yang datang dari depan, sebelum ia bisa membalas serangan, giliran tendangan lawan yang dari belakang datang menghampirinya. Mumu jadi sibuk dibuatnya. Ketika ia mengelak tendangan lawan yang datang dari belakang, tiba-tiba ada rasa menyengat di rusuk kirinya. Sakit sekali rasanya. Rupanya ketika ia mengelakkan tendangan tadi, lawan yang satu lagi tak buang tempo, langsung meninjunya. Entah berapa kali tubuh Mumu dimakan tendangan dan tinju lawan, ia hanya bisa mencoba menahan rasa sakitnya sambil sesekali berhasil juga membalas serangan mereka.

Mumu berusaha mundur untuk mengurangi tekanan dari lawan, tentunya lawan tak mau memberi kesempatan, mereka mengejar maju, Mumu tak punya banyak kesempatan, tiba-tiba ia berbalik dan menyerang rahang lawan yang terdekat. Lawannya tidak menyangka akan diserang, tanpa bisa berbuat apa-apa langsung tumbang, pingsan.

Melihat temannya tumbang, lawan-lawan yang lain menghentikan langkahnya, mereka jadi ragu mau menyerang. Mereka menoleh ke arah Ari, seolah-olah meminta pendapatnya. Ari berjongkok, setelah memeriksa temannya yang tumbang barusan, ia berkata, "Dia hanya pingsan, mari kita serang Mumu lagi. Jangan beri dia kesempatan menyerang." Geramnya. Teman-temannya hanya diam. Mereka agak gentar sekarang.

"Tiba-tiba Mumu berkata, "Mengapa kamu tak terjun langsung, Ri?

Apa kamu hanya seorang banci yang hanya berani main keroyokan dan hanya melihat dari jauh?"

"Kurang aj*r kau," Ari berang, tapi tak berani langsung menyerang. "Mari kita serang bersama-sama, dia tak kan sanggup menangkis dan membalas serangan gabungan kita."

"Ayo" jawab mereka serentak. Mereka kembali membuat lingkaran untuk mengelilingi Mumu. Sebelum lingkaran mereka menjadi sempurna, Mumu berinisiatif untuk menyerang duluan.

Kalau sudah terlibat perkelahian, yang ada hanya hukum rimba. Siapa yang kuat, hanya dia yang berkuasa.

Hukum itu sendiri adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

Sedangkan rimba adalah hukum yang berlaku yang menyatakan siapa yang menang atau yang kuat dialah yang berkuasa.

Tak peduli apakah kau berlaku jujur atau tidak, tak peduli apakah kau akan berlaku adil, satu lawan satu atau main keroyokan. Yang penting menang, karena dalam hukum rimba, pihak yang mendominasi adalah pihak yang berkuasa.

Mumu tak punya pilihan lagi, nampaknya dia harus berusaha semaksimal mungkin, kalau tidak, maka ia akan bulan-bulanan Ari dan kawan-kawannya.

Mumu pun mulai berkonsentrasi penuh, ditariknya nafas dalam-dalam melalui hidung, ditahannya diperut, bagian bawah pusar, lalu disalurkan ke kedua tangan sebagian, sebagian lagi disalurkan ke arah kakinya untuk memperkuat kuda-kudanya. Sekarang ia siap bertarung habis-habisan.

Mereka berlima kembali menyerang Mumu. untuk kesekian kalinya Mumu harus menangkis, mengelak dan melancarkan serangan. Pukulan dan tendangan Mumu tak ada yang fatal, karena lawannya bergerak dengan kompak. Jika satu orang diserang Mumu, maka yang lain langsung datang membantu, hingga akhirnya Mumu lebih banyak bertahan dari pada menyerang. Jika terus begini, maka bisa dipastikan Mumu akan jadi bulan-bulanan mereka.

Mumu terus berusaha mengelak dan menangkis sambil bergerak mundur. Tubuhnya mulai terasa sakit semua. Nafasnya mulai terasa berat. Ia mulai lelah.

Tiba-tiba Mumu teringat sebuah cerita yang ia baca di perpustakaan, cerita tentang 36 strategi perang di Tiongkok. Salah satu strateginya untuk mengalahkan musuh adalah,

'Kalahkan musuh dengan menangkap pemimpinnya. Jika tentara musuh kuat tetapi dipimpin oleh komandan yang mengandalkan uang dan ancaman, maka ambil pemimpinnya. Jika komandan mati atau tertangkap maka sisa pasukannya akan terpecah belah atau akan lari ke pihak anda. Akan tetapi jika pasukan terikat atas sebuah loyalitas terhadap pimpinannya, maka berhati-hatilah, pasukan akan dapat melanjutkan perlawanan dengan motivasi balas dendam.'

Hal ini mirip dengan situasi yang ia alami. Ia percaya bahwa, teman-teman Ari ini bukanlah teman yang siap berkorban untuk Ari jika tidak ada imbalan apa-apa.

Sambil terus bertarung, Mumu mengatur rencana, ketika dilihatnya Ari agak jauh dari pada teman-temannya, Mumu langsung berbalik maju. Tak peduli serangan dari lawannya asalkan tidak mengenai tempat-tempat vital. Ia terus merangsek maju menuju Ari. Ketika teman-teman Ari menyadari, mereka berusaha untuk melindungi Ari, tapi sudah ada jarak antara mereka dan Ari. Walaupun jarak itu tidak terlalu signifikan, tapi itu sudah lebih dari cukup bagi Mumu.

Ketika jaraknya sudah memungkinkan, Mumu langsung melancarkan pukulan ke arah dada, Ari berusaha menangkis, tapi dia kecolongan, karena ternyata pukulan yang mengarah dadanya hanya pukulan tipuan, karena baru jalan setengah langkah, pukulan tersebut sudah ditarik oleh Mumu. Langsung diganti dengan tendangan kaki kanan yang bernama tendangan todak menggoyang sirip, dengan sikap kaki kanan diangkat dengan lutut sejajar dengan paha, lalu punggung kaki diayun sekuat-kuatnya mengarah ke selangkangan Ari, karena tendangan todak menggoyang sirip itu memang sasarannya adalah kemaluan.

"Aaaaaaakh..." Ari hanya bisa memekik dengan wajah pucat dan mata melotot, dia langsung jatuh ke tanah dengan posisi menekuk seperti udang yang direbus.

Benar dugaan Mumu, melihat Ari jatuh, teman-temannya tidak langsung memburu Mumu, tapi mereka hanya berdiri saling pandang di antara mereka. Ragu untuk menyerang lagi. Bukan karena mereka berempat takut dengan Mumu, tapi karena semangat untuk bertarung sudah jauh menurun karena tidak ada yang memberi komando lagi.

Melihat hal itu, pelan-pelan Mumu menarik nafas lega, sambil berkata,

"Tak ada gunanya lagi, kita melanjutkan pertarungan ini, selamatkan bos kalian itu. Tapi jika kalian tetap ingin membela Ari, ayo, aku tak akan mundur!"

Mereka masih terdiam, setelah agak ragu-ragu sejenak, akhirnya salah seorang diantara mereka berinisiatif berjalan ke arah Ari, lalu diikuti oleh yang lain. Mumu hanya diam saja, mengawasi tindakan mereka.

Tak lama kemudian mereka pergi dengan menggotong Ari, dan langsung meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke arah Mumu. Dibelakang mereka menyusul lawan Mumu yang pingsan tadi. Rupanya dia sudah sadar, tapi tidak ikut mengeroyok Mumu.

Mumu menarik nafas lega. Ia melangkah menuju sepedanya, baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia jatuh. Kelelahan. Langsung diam. Entah tertidur entah pingsan.

Jika lawan-lawan Mumu menyadari hal ini, pasti mereka tidak akan pergi secepat itu. Walapun mereka tidak akan diberi imbalan oleh Ari, tapi paling tidak mereka bisa membalas kekesalan mereka terhadap Mumu.

Memang benar kata orang, bahwa potensi diri akan terungkit jika kita bisa melewati batasnya.

Begitu juga dengan Mumu, Jika dalam keadaan biasa, ia tak kan mampu untuk menghadapi lawan-lawannya.

Tapi karena keadaan yang memaksa dalam mempertahankan dirinya, secara tak langsung Mumu sudah melawati batasnya. Ia sudah selangkah lebih maju!

Mumu masih terlelap di rerumputan, ia sekarang berada di antara tidur dan terjaga. Seperti sedang bermimpi. Entah itu pikiran, entah itu rohnya saja, yang jelas Mumu merasa seperti berjalan-jalan disuatu daerah yang tidak dikenal. Sebuah perkampungan yang asri, yang belum terjamah oleh listrik maupun teknologi. Seperti kehidupan orang-orang pada masa lampau.

***