Chereads / Cinta Laki-laki Pemarah / Chapter 18 - Teka-teki 2

Chapter 18 - Teka-teki 2

Sore hari di kota Bengkalis. Matahari masih memancarkan cahaya panas walaupun tidak sekuat cahaya di siang hari. Ini adalah saat dimana orang-orang pulang kerja bagi yang kerja kantoran. Jalan-jalan dipenuhi oleh bermacam-macam kendaraan yang saling berebut ingin mendahului, seolah-olah tak sabar ingin pulang ke rumah untuk bertemu dengan istri dan anak bagi yang sudah punya istri dan anak. Bagi yang belum punya istri, ya tetap pulang, tak mungkin mau tetap di kantor gara-gara belum punya istri.

Kak Zulfan memarkir motornya di halaman samping rumahnya. Tadi Ia sudah melihat ada dua motor yang diparkir di depan rumahmya. Ia pun tahu siapa pemilik kedua motor tersebut.

Para pelatih memang sering ngumpul di rumahnya. Ada-ada saja yang perlu dibahas dan dirembug demi perkembangan silat ini.

Apa lagi Di Bengkalis, perguruan silat sudah menjamur, bukan hanya perguruan silat mereka. Oleh karena itu, jika mereka terlalu lalai, kemungkinan mereka akan ketinggalan dari perguruan silat yang lain.

"Dah lama, Lis?" sapa Kak Zulfan ketika masuk rumah.

"Belum, Kak. " Sahut Yalis dan Guntur serempak. Mereka berdua cepat-cepat berdiri untuk bersalaman dengan Kak Zulfan.

Inilah salah satu etika dalam perguruan ini. Menghormati yang lebih senior, sedangkan senior menghargai juniornya.

Dalam perguruan ini, mereka dibentuk seperti satu keluarga yang saling menghargai antara satu sama lain.

Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa pasti ada sifat-sifat yang agak menyimpang dari keharusan, seperti iri, menganggap remeh teman seperti yang dialami oleh Mumu.

Setelah bersalaman dan menanya kabar masing-masing baru lah Guntur dan Yalis menyampaikan persoalan mereka.

"Tadi waktu kami melatih anggota di SMP 1, tiba-tiba dalam dada kami berdua sakit sekali, Kak. Seperti ada yang menyerang." Kata Guntur yang diringi oleh anggukan dari Yalis. Mereka berdua dengan penuh harap menatap Kak Zulfan.

"Sekarang masih sakit tak?"

"Tidak sakit lagi, Kak."

"Sini biar kakak lihat." Tanpa merubah posisi duduknya, kak Zulfan mengangkat tangan kanannya. Matanya terpejam sedangkan telapak tangan menghadap ke arah Guntur kemudian beralih ke arah Yalis.

Tak sampai satu menit kemudian ia menyudahi gerakan tersebut.

Sambil menghirup kopi yang dihidangkan oleh Kak Ita, Kak Zulfan berkata,

"Memang terdapat bekas luka segores tipis, tapi nampaknya sudah sembuh. Kalian obat pakai apa tadi?"

Guntur dan Yalis heran. "Kami tak ada mengobati luka kami, Kak." Yalis menjawab sambil mengingat kejadian tadi. "Kami tak merasa ada luka. Cuma waktu kejadian tadi dada kami memang sakit sampai kami berguling-guling di lapangan. Tapi setelah serangan itu berhenti, kami tak merasa sakit lagi, Kak. Seolah-olah tak pernah mengalami kejadian tadi."

"Untung cuma sebentar." timpal Guntur.

Kak Zulfan geram. "Pelatih lain tak ada yang hadir tadi?" tanyanya kemudian.

"Cuma kami bertiga, Kak."

"Siapa?"

"Mumu, Kak."

"Mumu? mengapa dia tak datang ke sini? mana tau masih ada sisa luka dalam tubuhnya. Daya tahan tubuh kalian berbeda."

"Anu, Kak... kami memang tak ngajak Mumu ke sini." Guntur dan Yalis merasa tak enak hati. Takut dimarah Kak Zulfan. Kak Zulfan sangat mempercayai Mumu, walaupun bakat Mumu biasa-biasa saja.

Kak Zulfan mendelik, sebelum amarahnya meledak, Guntur cepat-cepat berkata, "Tapi dia tak terkena serangan, Kak. Cuma kami berdua yang kena."

Ternyata berhasil, ekspresi Kak Zulfan menjadi biasa lagi. Rautnya tampak heran.

"Mengapa cuma kalian berdua yang kena?"

"Mungkin karena Mumu tak ikut melatih, Kak. Dia ikut anggota yang lain latihan fisik." kali ini giliran Yalis yang mencoba menjelaskan.

Kak Zulfan mengangguk. Tapi hatinya masih berkecamuk. Walaupun anggotanya baik-baik saja. Penyerangan ini tetap tidak bisa dibiarkan.

Dia lalu menelpon seseorang.

"An, coba kamu ke SMP 1 sekarang. cek lapangan latihan. Tadi ada anggota yang diserang secara diam-diam ketika latihan.

Cari petunjuk. Mana tau ada bukti yang tertinggal!" Perintahnya kepada seseorang.

Tak terdengar apa jawaban seseorang yang di seberang sana. Guntur dan Yalis tak berani untuk bertanya.

Kak Zulfan hanya berkata, persoalan ini akan ditangani oleh para senior.

***

Lampu ruangan tamu masih menyala dengan terang. Sesekali masih terdengar suara katak di luar. Kata orang katak berbunyi di malam hari karena memanggil hujan.

Apakah itu hanya mitos atau fakta, yang jelas, udara malam terasa lebih dingin. Angin bertiup lebih kencang.

Malam menunjukkan pukul 23. 45.

Kak Zulfan masih duduk di ruang tamu. Sendiri. Matanya terpejam. Tapi tidak tidur. Sebatang rokok yang masih menyala terselip dijari kanannya.

Sesekali tampak kerutan di antara alisnya. Dia sedang berfikir dengan serius.

Aan, anggota yang dia suruh cek langsung ke lapangan, sudah melaporkan kepadanya.

Memang ada orang yang menyerang anggota silatnya. Dari pancaran ilmu yang tertinggal, dapat disimpulkan bahwa orang yang menyerang bukanlah ilmunya masih cetek.

Paling tidak orang yang menyerang tersebut sudah berpengalaman. Bukan orang yang baru mengenal tata ilmu kebatinan.

Jika orang seperti ini menyerang, walaupun dia hanya menggunakan sedikit saja dari ilmunya, seharusnya dampak yang terjadi bukan hanya sakit di dada. Paling tidak orang yang terkena serangan akan muntah darah karena luka dalam yang dialaminya.

Yang anehnya Guntur dan Yalis hanya merasa sakit sebantar setelah itu sembuh tanpa diobati.

Ini pasti ada yang memblokir serangan tersebut.

Yang menjadi pertanyaannya adalah siapa yang telah menghentikan serangan itu?

Guntur dan Yalis tidak mungkin, apakan lagi Mumu. Seandainya pada saat kejadian ada pelatih senior di sana, mereka pun mustahil akan bisa memblokir seratus persen. Pasti masih ada terkena dampaknya. Walaupun sedikit.

Siapa yang telah menolongnya?

Secara ilmu kebatinan, Kak Zulfan mencoba menerawang, berusaha mencari penolong misterius tersebut. Tapi hasilnya nihil. Seperti ada dinding tak kasat mata yang menghalangi pandangan mata batinnya.

Kak Zulfan menghela nafasnya sekali lagi.

***

Alarm handphonenya berbunyi dengan suara pelan. Tapi itu sudah lebih dari cukup bagi Zara untuk langsung terbangun dari tidurnya. Jam 03.30 dini hari.

Zara bergegas ke kamar mandi. Setelah buang air kecil, cuci muka, gosok gigi, dia pun langsung berwudhu. Itulah wanita. Pasti tetap ingin menjaga kecantikannya.

Siapa yang tak ingin tampil cantik dan dipuji oleh orang lain. Oleh karena itu mereka pasti akan menjaga kecantikan mereka.

Tanpa terasa sudah jam 04.15.

Zara melepaskan mukenanya. lalu duduk di kasur. Dalam beberapa hari ini hatinya memang jauh terasa damai. Tanpa harus memikirkan tentang sifat anehnya jika bertemu dengan Ari.

Sudah satu minggu ini, Ari tidak pernah muncul di Kampus. Tiada kabar berita. 'Syukurlah' pikirnya.

Zara meraih handphone. Banyak sms dari teman-temannya. Di group angkatannya ada pengumuman bahwa lusa mereka akan belajar mata kuliah Perpajakan gabung sama anak-anak KPS.

Hari ini dia tidak ada mata kuliah. Zara memutuskan mau berkunjung di Perpustaka Umum. Mau baca buku-buku yang berkaitan dengan materi lusa.

Zara mau fokus dalam pendidikannya. Setelah tamat nanti, ia ingin langsung ambil S2 tentang Akuntansi Syari'ah di Jogjakarta. Di Pekanbaru belum ada S2 Akuntansi Syari'ah.

Handphonenya terjatuh di kasur. Zara tertidur. Untung dia sudah memasang alarm pada waktu subuh. Takutnya kebablasan.

Butir-butir keringat muncul di wajahnya yang cantik. Nafasnya turun naik dengan cepat. Tiba-tiba kakinya menendang-nendang seolah-olah ada orang yang menganggunya. Wajahnya sudah basah oleh keringat. Zara terbangun.

Matanya jelajatan, memandang ruangan Kamarnya dengan wajah panik.

***