Chereads / Cinta Laki-laki Pemarah / Chapter 11 - Menerima Tantangan

Chapter 11 - Menerima Tantangan

Malam merayap pelan tapi pasti. Bulan sudah menampakkan sinarnya yang cemerlang, menyinari malam sehingga tampak indah dipandang mata. Betapa banyak manfaat cahaya bulan ini, apalagi jika dinikmati dalam suasana di kampung.

Mumu masih ingat lagi ketika masih kecil. Yang namanya anak kecil pasti takut akan kegelapan. Bagi anak-anak, kegelapan adalah pertanda ada hantu. Jika melihat rumah yang tidak ada cahaya lampu di malam hari, maka anak-anak akan berlari ketakutan, seakan-akan ada hantu yang melihat di kegelapan itu.

Dahulu, ketika di kampung, Mumu dan bersama anak-anak yang lain, seperti kebiasaan anak-anak di kampung, belajar mengaji atau belajar membaca Al-Qur'an di rumah seorang guru mengaji atau istilah sekarang ini adalah guru agama atau ustadz. Karena ngajinya malam, kira-kira menjelang jam 19.00 wib mulai, dan akan selesai hingga jam 22.00 wib. Siapapun dari mereka semua pasti akan berebut mau diajar ngaji duluan. Karena yang ngaji terakhir, akan pulang sendirian. Teman-teman yang lain sudah pulang duluan, sudah tak tahan ngantuk kalau harus menunggu hingga jam 22.00 wib.

Pernah suatu waktu, giliran Mumu yang ngaji paling akhir. Sehingga pas mengaji, ia sering ditegur oleh gurunya karena salah baca. Ia hilang konsentrasi, karena memikirkan pulang sendirian di kegelapan malam.

Benar saja, waktu ia pamit dengan gurunya, hari sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Waktu keluar dari rumah gurunya, ia langsung disambut dengan kegelapan. Angin malam bertiup pelan menambah ngeri suasana hati Mumu. Ia mulai berjalan pelan-pelan. Matanya jelajatan, melirik ke kiri dan ke kanan jalan. Jantungnya mulai berdebar semakin keras. Ketika sampai di jalan yang sepi, matanya seperti melihat sesosok orang yang hitam, sosoknya tinggi besar seperti sedang menatapnya. Jantung Mumu semakin kuat berdebar tanpa kendali, darahnya serasa mendidih, semangatnya seperti melayang. Hampir pingsan rasanya. Dicoba dikuat-kuatkan hatinya, lalu ia menarik nafas semampunya, tanpa ancang-ancang, diangkat kaki kanannya maju ke depan, lalu disusul kaki kiri, semakin lama semakin cepat, semakin cepat, lalu ia ambil langkah seribu. Rasanya baru sebentar ia berlari, tiba-tiba ia sudah hampir sampai di depan kedai yang diterangi cahaya lampu diesel. Masih ada orang yang berbelanja di kedai itu. Dipelankan langkahnya agar orang tak tahu bahwa ia baru saja habis berlari seperti dikejar setan. Kan malu jika ketahuan ia takut melewati tanah kosong yang gelap itu. Bakal jadi bahan tertawaan mereka nanti.

Esoknya ketika Mumu melewati tanah kosong itu lagi, masih ada sosok tinggi besar yang sedang menatapnya. Bedanya ia bukanlah manusia, bukan juga hantu, tapi sosok itu ternyata adalah pohon kelapa yang ujungnya sudah mati seperti tersambar petir. Tapi di dalam kegelapan, kelapa tersebut tampak seperti sosok orang atau hantu yang tinggi besar.

Begitulah pengaruh kegelapan bagi anak-anak yang tinggal di kampung seperti Mumu. Tapi jika malam diterangi bulan, maka anak-anak desa akan bermain-main di depan halaman rumahnya. Mereka lupa akan sosok hantu, karena mereka bisa melihat dengan jelas berkat cahaya bulan.

Walaupun bulan bercahaya yang bisa menyinari bumi di malam hari, tapi tidak ada kesan sombong di sana. Karena apa?

Karena sesungguhnya bulan merupakan benda langit yang tidak bercahaya. Pada saat malam hari, bulan terlihat sangat indah bersama bintang-bintang yang ada di sekitarnya. Cahaya bulan sebenarnya merupakan hasil pemantulan cahaya

yang berasal dari matahari. Cahaya bulan hanya dapat dilihat pada malam hari. Siapakah yang mengatur semua itu? Tentunya hanya Tuhan Semesta Alam.

***

Mumu sedang mengobati lututnya yang lecet akibat diserempet orang tak dikenal tadi. Tak ada niatnya untuk menerima tantangan orang yang berinisal A.S tersebut. Bukannya Mumu takut, bukan juga ia seorang yang penyabar, tapi ia tidak kenal dan merasa tidak ada urusan sama sekali dengan orang yang tidak dikenal tersebut. Buang-buang waktu saja. Mumu bukanlah orang yang suka berkelahi, bak kata pepatah, berkelahi itu, kalah jadi abu, menang jadi arang. Artinya baik kalah ataupun menang akan sama-sama rugi. Makanya jika tidak terpaksa sekali, Mumu tak mau berkelahi.

Setelah selesai mengobati lukanya, Mumu mengambil sapu, dan ia mulai menyapu play group tempat tinggalnya ini.

Beginilah rutinitasnya selama ia menumpang tinggal di sini. Ia harus bisa menjaga kebersihan. Jika ada sampah, maka ia sapu sampai bersih. Nanti dilanjut lagi lantainya dipel, biar tidak ada debu yang tertinggal. Kasihan anak-anak yang belajar sambil bermain, jika kondisi play group ini kotor atau berdebu.

Dengan menjadi penjaga merangkap cleaning service di play group ini, Mumu diberi imbalan 200 ribu setiap bulan. Betapa senangnya hati Mumu ketika pertama kali ia diberi uang tersebut.

Bagi sebagian orang, uang dua ratus ribu bukanlah apa-apa, tapi bagi Mumu uang dua ratus ribu itu sama dengan dua ratus ribu tetes keringat orang tuanya yang membanting tulang mencari uang untuk membiayainya kuliah.

Sambil menyapu, pikiran Mumu melayang-layang entah kemana. Mulai dari ia bertemu Zara dilapangan pasir, hingga pertemuan mereka di parkiran kendaraan di masjid raya Istiqomah tadi.

Mumu heran dengan dirinya sendiri yang seolah-olah menjadi gagu jika bertemu dengan Zara, sehingga ia tidak bisa mengata apa pun kepada Zara.

Tiba-tiba ia berhenti menyapu. 'Siapa sebenarnya pacar Zara' pikirnya. Tipe seperti apa orang yang Zara suka.

Mumu termenung, berbagai fikiran hilir mudik di kepalanya. Apa reaksi Zara jika dia tahu, bahwa Mumu tidak berani menerima tantangan pacarnya?

Ini tidak bisa dibiarkan. Digenggamnya jari jemarinya dengan kuat sehingga membentuk kepalan. Kita akan berkerja keras malam ini bisiknya sambil mengusap kepalan tangannya.

***

Itu lah darah muda. Walaupun darah muda Mumu sudah mulai mengendap, tapi ketika bertemu persoalan seperti ini, darah mudanya tiba-tiba bergejolak. Siapa yang ingin dipandang sebelah mata oleh orang yang disukainya?

Siapa yang tak mau tampil gagah di hadapan pujaannya.

Kalau sudah begini, mana adalagi pepatah kalah jadi abu, menang jadi arang!

Yang ada adalah ingin menunjukkan jati diri masing-masing.

Seperti lirik lagu H. Rhoma Irama,

Darah muda darahnya para remaja

Yang selalu merasa gagah Tak pernah mau mengalah Masa muda masa yang berapi-api yang maunya menang sendiri Walau salah tak perduli Darah muda Biasanya para remaja Berpikirnya sekali saja Tanpa

menghiraukan akibatnya Wahai kawan para remaja Waspadalah dalam

melangkah Agar tidak menyesal akhirnya.

Memang tepatlah lirik lagu H. Rhoma Irama dalam menggambarkan sikap para remaja. Salah satu buktinya adalah Mumu.

Jika pada awalnya ia tidak peduli dengan tantangan itu, tapi lihatlah ia sekarang. Mumu sudah melaju dari jalan Hang Tuah. Dikayuh sepedanya dengan cepat. Hanya sebentar saja, ia sudah sampai di simpang empat, lalu belok ke kanan masuk ke jalan A. Yani. Ia terus melaju dengan kencang. Jam sudah menunjukkan sekitar pukul 23.15 wib, jadi kendaraan sudah mulai jarang lewat. Suasana kota bengkalis sudah mulai sepi. Tapi di kiri kanan jalan masih ada orang yang berkumpul di tempat jualan bandrek. Bandrek adalah minuman yang terbuat dari air jahe yang dicampur susu dan telur ayam kampung atau telur bebek. Dalam suasana malam yang dingin seperti ini memang cocok duduk-duduk sambil minum bandrek.

Mumu tidak peduli semua itu. Fikirannya hanya terfokus pada satu tujuan, mau cepat-cepat sampai di lapangan tugu untuk menerima tantangan dari seseorang yang berinisial A.S.

Siapakah A.S itu, apakah ia seorang preman atau seorang jagoan, Mumu sudah tidak terlalu peduli lagi. Tak lama kemudian, sampailah ia di lapangan tugu. Ada beberapa kelompok anak-anak muda yang berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil yang masih nongkrong di sekitar lapangan tugu ini.

Mumu tak tahu yang mana satu diantara kelompok-kelompok ini yang tadi menantangnya. Mumu hanya berdiri di samping sepedanya. Menunggu. Ia yakin, pasti nanti ada utusan dari si A.S yang akan datang menghampirinya.

Matanya melihat ke langit malam yang dihiasi bintang gemintang. Bulan kelihatan semakin mengecil, tetapi cahayanya semakin terang. Betapa indahnya.

***