Chereads / Cinta Laki-laki Pemarah / Chapter 12 - Perkelahian

Chapter 12 - Perkelahian

Malam semakin memuncak. Bulan di langit semakin tampak jauh di langit. Kota bengkalis semakin sepi. Kelompok-kelompok pemuda yang tadi nongkrong di lapangan tugu mulai menyusut. Menghilang entah kemana.

Hembusan angin malam semakin dingin. Mumu menggeretakkan giginya. Sudah hampir setengah jam ia disini, menunggu, tapi belum ada yang datang menghampirinya. Sekiranya dalam lima menit ke depan tidak ada juga yang datang, maka ia akan pulang. Sebenarnya ia tidak suka begadang di luar. Karena jika sering kena angin malam, imunnya akan berkurang sehingga tubuh menjadi rentan terhadap penyakit.

Kalau begadang di dalam ruangan, ia memang biasa. Apa lagi jika baca buku fiksi, bisa sampai lupa waktu.

Tapi beda begadang di dalam ruangan dan di luar. Kalau di luar, tubuh kita harus menghadapi angin malam.

Kabarnya Angin malam dapat memicu gangguan pernapasan seperti asma karena suhu di malam hari biasanya sangat dingin. Namun selain asma, kita juga berpotensi terkena ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA ini termasuk penyakit yang berbahaya karena bisa menular, makanya Mumu tidak suka begadang di luar ruangan.

Ketika Mumu bergerak mau pulang, tiba-tiba ada sebuah suara yang berkata dengan nada sinis, "cemenlah, masih siang begini sudah mau pulang. Takut ya!".

Ada dua orang yang datang mendekatinya dari arah jalan Perwira. Jalan perwira adalah jalan yang kecil di samping kiri dari lapangan tugu. Mumu masih ingat wajah orang yang berjalan paling depan ini. Ia berperawakan kekar, dengan kulit agak hitam kecoklatan. Yang agak menonjol dari penampilannya adalah matanya yg juling. Juling adalah tata letak mata hitam yang tidak ditengah benar atau tidak simetris kata orang sekarang.

Orang inilah yang menyerempet Mumu ketika pulang dari masjid tadi.

Sedangkan orang yang satunya lagi, berjalan dengan perlahan-lahan si belakang si kekar tadi sambil memainkan asap rokok yang keluar masuk dari bibirnya.

Tak ambil tempo, ketika dilihatnya kedua orang itu tidak waspada sama sekali, tanpa ancang-ancang terlebih dahulu, Mumu langsung meloncat dan melayangkan pukulannya tepat ke arah dada si kekar tadi. Si kekar terkejut bukan alang kepalang, tanpa bisa berbuat apa-apa, tubuhnya langsung terjengkang ke belakang menimpa kawannya yang berdiri tepat di belakangnya.

Mumu memandang tinjunya. Ia heran, apakah efek latihannya selama ini bisa semenakjubkan itu?. Hal ini bisa saja terjadi karena lawannya tidak menyangka akan diserang dengan tiba-tiba.

Tapi Mumu tidak terlena begitu lama, sebelum kedua lawannya berdiri dengan sempurna, ia langsung menyerang lagi. Kali ini ia menyerang dengan kaki kanannya dengan tendangan yang bernama harimau membuka jalan. Sasarannya bisa mengarah ke leher, dada atau bagian perut. Yang jadi sasaran kali ini adalah perut kawan si kekar. Tapi kali ini lawannya tidak diam begitu saja, lawannya sudah berusaha mengelak ke samping kanan, tapi gerakannya masih agak lambat, sehingga perutnya tetap menjadi sasaran tendangan Mumu. Lawannya langsung tercekik serasa mau muntah. Melihat kawannya, tanpa sadar si kekar mundur ke belakang.

Mumu bukanlah orang yang agresif. Bukan juga orang yang suka mencari masalah, apalagi berkelahi. Tetapi ia juga bukanlah orang yang penyabar.

Ia tidak akan menganggu dan tidak mudah mencampuri urusan orang lain apalagi sampai memukul orang lain tanpa berkata apa pun. Tapi syaratnya, jangan aja orang itu yang menganggu ia duluan.

Pelatih silatnya pernah berkata, 'Jangan pernah mencari masalah, tapi kalau sudah berjumpa jangan lari'.

Dipegangnya lengan kawan si kekar, dipelintirnya ke belakang, sambil bertanya, "Siapa yang menyuruh kalian ke sini?" lawannya tidak menjawab, dikencangnya pelintiran tangan lawannya, lawannya meringis tanpa suara.

Tiba-tiba sudut matanya melihat empat orang berlari ke arahnya. Ketika hampir sampai, salah seorang diantara mereka berkata, "Lepaskan dia, Mumu. Lawan kamu bukanlah dia, tapi aku." Yang berbicara barusan adalah seorang pemuda yang berperawakan agak tinggi, tapi tidak terlalu tinggi. Antara berat badan dan tinggi badannya teratur dengan sempurna. Kulitnya putih, wajahnya ganteng. Apalagi jika ia tersenyum. Rambutnya agak ikal, yang menambah ketampanannya.

"Jadi ini ulah kamu ya, Ari?" kata Mumu sambil melepas pegangan di tangan lawannya tadi. Ia mengenali pemuda tersebut. Dia adalah Ari, kawan sekampusnya.

Memang selama ini, ia tahu sepak terjang Ari, tapi karena hal tersebut tidak ada kaitannya dengannya, maka Mumu pun tak pernah mencampurinya. Selama ini, ia memang jarang berinteraksi dengan Ari. Karena konsep mereka dalam memaknai hidup ini sangat jauh berbeda. Hal tersebut bukan berarti mereka bermusuhan. Yang menjadi tanda tanya di hati Mumu adalah apa mungkin, Ari ini pacaran sama Zara. Paling tidak ia sedikit mengerti sifatnya Zara. Tak mudah bagi Pemuda untuk bisa berteman dengan Zara, apalagi menjadi pacarnya.

Tapi kalau difikir-fikir, waktu masuk mata kuliah fiqih muamalah, Ari dan Zara ini memang terlihat sangat akrab, bisa jadi mereka memang berpacaran.

Sedangkan dunia saja bisa berubah, apakan lagi pendirian manusia.

Mumu tidak ingin memikirkannya lagi. Pandangan matanya kembali fokus ke arah Ari yang berdiri dihadapannya.

"Apa maksud kamu menantangku berkelahi, kan selama ini tidak ada persoalan apa-apa di antara kita?" tanya Mumu kembali.

"Tidak ada persoalan?" Ari tertawa sinis, katanya lagi, "itu bagi dirimu, tapi bagiku, ada persoalan di antara kita yang harus dituntaskan malam ini."

"Persoalan apa?"

"Jangan kamu berpura-pura, Mumu. Kamu mencoba mendekati Zara kan?

Apa kamu tak tahu kalau Zara itu adalah pacarku!"

"Pacar? ha ha aku rasa kamu hanya bertepuk sebelah tangan, Ri. Mana mau Zara menjadi pacar kamu!" Mumu tergelak. Ia tak yakin kalau Ari pacaran sama Zara, tapi dia pun sebenarnya ragu, jadi sengaja dipanasi Ari, biar tahu rasa. Mana tahu nanti terbongkar rahasia tentang hubungan mereka.

Mumu memang menyukai Zara, tapi bukan berarti ia akan berkelahi gara-gara wanita. Belum tentu wanita yang diperebutkan itu mau menjadi pacarnya.

"Kurang ajar kau, Mumu!" Ari terpancing emosinya. Tinju kanannya melayang, mengarah pipi kiri Mumu. Tentu saja Mumu tak mau memberi pipinya ditinju secara gratis. Dengan reflek, ia mengangkat tangan kirinya membentuk tangkisan yang mengarah keluar. Tangan mereka pun beradu dengan mengeluarkan bunyi 'pakk' yang keras.

Ari tak terima, pukulannya dengan mudah ditangkis oleh Mumu, oleh karena itu, serangan tadi disambung dengan tendangan kaki kanan dan tendangan memutar kaki kiri. Sungguh ganas serangan ini.

Menghadapi serangan ini, Mumu menggunakan gerak langkah yang bernama empat elakan mata angin, yang mempunyai empat macam gerakan sesuai arah angin, yaitu elakan sisi kanan, elakan sisi kiri, elakan depan dan elakan belakang.

Dalam mengadapi tendangan Ari, Mumu mengelak ke sisi kiri. Tapi kali ini ia tidak hanya diam menerima serangan saja, baru saja Ari memutar badannya untuk melakukan tendangan memutar kaki kiri, Mumu langsung menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya, ia langsung melakukan sapuan kaki kanan mengarah ke kaki kanan Ari yang hanya tinggal satu berpijak di tanah, karena kaki kirinya masih di udara untuk melakukan tendangan.

Karena hanya satu kaki yang menopang tubuhnya, maka tak ayal, Ari pun jatuh ditanah yang berumput itu dengan suara berdebuk. Tak membuang momen yang bagus ini, Mumu langsung maju. Tubuhnya menunduk dan melayangkan pukulan katak melempar tubuh beruntun, kanan-kiri dan langsung bersarang di wajah Ari.

Dalam tata bela diri, kekuatan pukulan saja tidak cukup dalam menghadapi lawan. Diperlukan juga kelincahan, gerakan yang cepat, pikiran juga harus cepat bertindak, memikirkan dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Kadang kala peluang itu tidak datang kedua kali. Jadi ketika Ari jatuh terkena sapuan tadi, adalah salah satu peluang yang bagus. Sebelum Ari bisa mengatur posisinya, wajahnya sudah bengap terkena tinju Mumu.

Ari mengaduh, sambil berusaha untuk mundur, dia berteriak dengan marah kepada teman-temannya, "Mengapa kalian diam saja, ayo kepung si berengs*k ini. Jangan biarkan dia lolos!" Sambil meringis memegang pipinya, Ari dan teman-temannya membentuk lingkaran, dengan Mumu yang berada di tengah. Terkepung!

***