Matahari sore semakin turun di ufuk barat. Cahaya keemasan memenuhi langit bak emas yang ditaburkan di langit Bengkalis. Sungguh indah. Di Masjid-masjid dan surau atau mushola mulai berkumandang azan saling bersahutan, memanggil umat islam agar segera bertemu dengan Robb-Nya.
Disetiap sholat lima waktu sehari semalam, masjid raya Istiqomah pasti ramai dengan umat islam yang menunaikan sholat dengan berjamaah. Begitu juga dengan keadaan sekarang ini, hampir setengah bagian masjid penuh diisi oleh jamaah. Jika dahulu, masjid yang senantiasa diisi dengan jamaah dan anak-anak untuk mengaji dan menuntut ilmu, adalah masjid-masjid yang berada di kampung-kampung.
Tapi sekarang beda, masjid yang di kampung tidaklah seramai dahulu, malah masjid di kota-kotalah yang sering terisi jamaah dan anak-anak yang mengaji dan menuntut ilmu.
Itu lah perubahan zaman!
***
Mumu baru saja selesai melaksanakan sholat maghrib di masjid raya ini. Jika memang ada waktu, ia memang lebih senang solat di masjid ini dari pada sholat di rumah. Boleh dikatakan bahwa masjid raya ini adalah masjid favoritnya di kota Bengkalis ini.
Konon katanya masjid Istiqomah Bengkalis berdiri pada tahun 1960 di atas tanah yang merupakan wakaf dari H. Abdurrahman. Pada awalnya, luas masjid ini hanya seperempat luas sekarang (2500 m2) dan luas halamannya pun hanya setengah dari luas sekarang. Peletakan batu pertama Masjid Istiqomah Bengkalis dilakukan oleh Bapak Raja Rusli yang menjabat sebagai ketua MUI atau Ketua Kementrian Agama Provinsi Riau. Berdirinya Masjid Istiqomah ini merupakan hasil dari usulan para ulama dan pemuka masyarakat ketika itu, serta gotong royong secara bergiliran oleh masyarakat dengan tidak mengambil bayaran. Mayoritas yang terlibat dalam gotong royong ini adalah warga Bengkalis Kota, Desa Wonosari, dan Desa Pedekik.
Pernah juga tersiar kabar bahwa pembangunan Masjid Istiqomah terkendala pada tahun 1962 karena kehabisan dana dan bahan baku bangunan. Pondasi dan tiang-tiang pancang dari besi yang belum dicor sempat terbengkalai. Bebeberapa waktu kemudian, hadirlah pihak yang bersedia memberikan bantuan untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Istiqomah. Mereka adalah seorang pejabat tinggi kepolisian yang bernama Zakawi Ros dan seorang pedagang besar cina yang bernama Pulut. Namun bantuan ini tidaklah cuma-cuma. Mereka menuntut sebuah kesepakatan dengan masyarakat Bengkalis berupa izin menjadikan Pulau Bengkalis sebagai jalur perdagangan karet mereka keluar negeri. Permintaan keduanya diizinkan oleh masyarakat Bengkalis hingga 80% pembangunan Masjid Istiqomah rampung pada tahun 1967. Jadi tidak ada yang namanya gratis di dunia ini.
Pembangunan kembali dilanjutkan dengan bantuan dari pemerintah daerah hingga Masjid Istiqomah benar-benar selesai secara sempurna pada tahun 1968. Pada tahun yang sama pula masjid ini kemudian diresmikan bertepatan dengan acara MTQ tingkat provinsi. Dalam perjalanannya, Masjid Istiqomah pernah beberapa kali dipugar. Oleh Bupati Bengkalis tahun 1975, Imron Suheman, Masjid Istiqomah mendapat beberapa perbaikan bangunan dan perluasan halaman sehingga luas halamannya menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Pada tahun 1977 ditambahkan 4 tiang utama di bagian dalam masjid sekaligus perombakan bagian atas masjid. Pembangunan di tahun 1977 ini dilaksanakan oleh CV Riau Putera di bawah pimpinan direkturnya H. Abu Bakar. Pada tahun 1986. Ketika Bengkalis dipimpin oleh Bupati Johan Syarifudin, langit-langit Masjid istiqomah kembali mendapat pemugaran. Berbeda dengan sebelumnya, pemugaran kali ini tidak dilakukan oleh kontraktor, melainkan oleh kinerja AMD (ABRI masuk desa).
Itu lah sekelumit informasi mengenai masjid Raya ini. Kalau belum cukup juga informasinya, mari kita tambahkan lagi barang sedikit. Jadi ketika Bengkalis dipimpin oleh bupati Fadlah Sulaiman pada tahun 1998, terjadi pemugaran besar-besaran hampir di semua bagian masjid. Ini dilakukan karena jamaah Masjid Istiqomah sudah terlalu ramai. Namun pemugaran ini baru selesai di zaman Bupati Bengkalis selanjutnya, Syamsurizal. Pemugaran ini termasuk perbaikan rumah imam, pendirian sekretariat dan penambahan tempat wudhu.
Sekarang kita kembali ke Mumu.
Mumu baru saja mau mengambil sepedanya di parkiran ketika didengarnya sebuah suara yang memanggil namanya.
Sepontan ia menoleh, mencari sumber suara yang tadi memanggilnya.
Ia melihat dua orang gadis yang berjalan mendatanginya. Sebenarnya bukan mendatangi, lebih tepatnya mereka berdua ingin menuju kendaraan mereka, kan ini diparkiran. Mumu saja yang terlalu kepedean.
"Eh, kak Yuli, apa kabar, kak?" sapa Mumu dengan tersenyum ramah. Tapi ketika matanya tidak sengaja melirik ke arah gadis yang di samping Yuliana, senyumnya pun menjadi canggung, antara senang, malu dan salah tingkah.
"Sudah mau pulang, Mumu?" tanya Yuliana lebut.
"Iya, Kak."
"Oke lah, lanjutlah kalau begitu. Masih sering terkena banjir?" Zara yang di samping, bingung dengan pertanyaan Yuliana. Nampaknya mereka berdua sudah saling kenal dengan dekat, tidak seperti hanya kenal sebagai teman satu kampus. Zara jadi penasaran. Tapi ia diam saja.
"He he kakak tahu aja. Kadang-kadang ajanya, Kak." Mumu tertawa geli. Tapi ia tidak bisa lama-lama berbicara dengan Yuliana.
"Oke, kak, aku lanjut dulu ya."
"Oke, siip." Yuliana mengacungkan jempolnya sambil melihat Mumu yang perlahan-laham menjauh dengan mengayuh sepedanya.
"Ehm," Zara yang sedari tadi diam, tiba-tiba berdehem sehingga mengagetkan Yuliana yang sedang melihat Mumu.
"Maaf ya, Zara. Kakak melupakanmu." Yuliana tersenyum meminta maaf.
"Tidak apa-apa, kak. Cuma Zara heran saja melihat kakak yang tampak akrab dengan si Mumu itu. Zara rasa kakak bukan hanya kenal dia di kampus kan, kak."
"Kamu mau tau saja, Zara." kata Yuliana sambil tersenyum. Kakak memang sudah kenal dia sebelumnya. Dia anak yang baik, tapi kalau mau dengar cerita tentang dia, lain kali aja ya, nanti kemalaman kita pulang."
"Ah, Zara tidak penasaran lah, Kak. Biasa aja kali. Yuk kita pulang, Kak.!" Zara gengsi mengakui jika ia sebenarnya penasaran, bahwa Yuliana bisa berteman dengan Mumu, anak desa itu.
***
Mumu mengayuh sepedanya perlahan tapi pasti. Cuaca mulai agak menghitam. Pendar cahaya kekuningan semakin bias, semakin sirna, sebagai pertanda bahwa malam memang telah benar-benar datang.
Pas di perempatan Jl. Patimura-Jl. Diponegoro, Mumu berencana akan lurus menuju jalan Hang Tuah, tapi tiba-tiba ada sebuah motor yang datang dari arah kanan, memotong arah sepedanya. Ban depan sepedanya terantuk dengan keras. Tanpa bisa menjaga keseimbangannya Mumu langsung terjatuh di tepi aspal. Lututnya tergores. Ada sedikit darah di sana. Perih. Mumu menggeram. Ini sepertinya sengaja mereka lakukan. Ini tak bisa dibiarkan. Tapi sebelum Mumu sempat bertindak, mereka telah menarik gas motor mereka dengan kencang. Sebelum berlalu, pemuda yang dibonceng masih sempat melempar sesuatu ke arah Mumu. Dengan reflek, Mumu mengelak.
Ternyata sehelai kertas yang digulung menyerupai bola. Sepertinya bukan kertas biasa. Karena ada tulisan di sana. Dengan tergesa-gesa Mumu menyeret langkahnya ke bawah lampu yang tak jauh di tepi jalan. Orang-orang yang pada awalnya berhenti sejenak karena kejadian tadi, pelan-pelan melanjutkan perjalanan mereka lagi.
Dengan diterangi cahaya lampu jalan, Mumu mulai membaca tulisan yang ditulis dengan spidol tersebut.
Disitu kalimat tantangan yang berbunyi : 'KAMU TELAH BERANI MENGGANGGU PACARKU, ZARA.
KUTANTANG KAU SATU LAWAN SATU DI LAPANGAN TUGU JAM 00.00 WIB NANTI.' A.S.
Mumu bengong. Siapa itu A.S?
Kapan ia menganggu Zara?
Jadi Zara sudah punya pacar? memikirkan hal ini, Mumu tiba-tiba menjadi lemah. Dengan tanpa semangat, diseretnya sepeda yang tadi tergeletak di tepi jalan. Stangnya tidak simetris lagi dengan ban depan. Jika stang menghadap ke depan, bannya mengarah ke samping kiri. Mumu sepertinya tidak peduli lagi. Membayangkan Zara telah punya pacar, semangatnya sudah hilang entah kemana. Dengan terseok-seok dikayuh lagi sepedanya yang juga sudah tidak normal seperti tuannya itu.
***