Chereads / He Or Him? / Chapter 12 - Complicated Part 2

Chapter 12 - Complicated Part 2

Dengan pikiran yang masih bertanya-tanya, kuterima gaun itu dan segera kucoba di tempat ganti.

Satu pertanyaan lagi muncul. Kenapa ia sangat tahu ukuran tubuhku? Jujur, gaun ini begitu pas di tubuhku yang mungil ini. Melekat seakan gaun ini sudah dipesan jauh-jauh hari.

Kubuka tirai penutup ruang gantiku, dan Lingga yang melihatku memakai gaun yang dipilihnya pun menganga. Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Bagaimana? Bagus tidak?" Tanyaku. Aku sempat tidak percaya diri dengan tatapannya itu. Bagiku gaun ini sangatlah pas ditubuhku tapi bisa saja bagi orang lain gaun ini sangat aneh.

Memang desainnya sederhana tapi entahlah kenapa aku sangat menyukainya.

"Ehem! Hmmm... Yah, lumayanlah. Cepat bungkus saja yang itu." Ucapnya dengan ketus. Sangat labil. Tadi saja ia mengamatiku seakan terpesona denganku, sekarang kembali ke sikap ketusnya.

Ketika selesai membayar, ia menyuruhku membawa barang belanjaan itu lagi. Total tas yang kubawa ada tiga. Memang tidak begitu berat, tapi aku hanya kesal dengan sikapnya itu.

Tapi di sisi lain, aku sangat bahagia bisa berdua dengan Lingga. Walaupun hanya sebentar tapi cukup membuatku bahagia.

Sesampainya di rumah, kami turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Aku membawa banyak sekali barang di kedua tanganku. Tidak berat tapi cukup membuatku kebingungan membawanya.

Ketika aku akan berjalan, aku dikejutkan lagi dengan tingkah Lingga. Ia tiba-tiba berjongkok di depanku.

"Naiklah ke punggungku." Perintahnya tanpa melihatku.

"A... Apa maksudmu?"Tanyaku kebingungan dengan sikapnya kali ini.

"Kau pasti lelah, kan? Cepat naik!!" Perintahnya setengah membentak.

Aku begitu kaget dan langsung menurutinya. Aku pun menaiki punggungnya dan mulai berjalan ke dalam rumah.

Di dalam rumah pun, kami bertemu dengan Mbok Romlah yang memasang ekspresi kaget namun segera berganti dengan ekspresi bahagia. Jujur, aku sangat malu dengan posisiku saat ini.

Begitu sampai di kamarku, aku didudukkan di atas kasur. Kemudian ia berjongkok di depanku. Kali ini, ia menatap mataku dalam-dalam. Aku yang ditatapanya seperti itu merasa sangat malu. Entah apa yang dipikirkannya.

Aku hanya menunduk tak berani menatapnya balik.

"Kau lelah?" Tanyanya dengan mata yang masih setia menatapku.

"Hm." Jawabku singkat. Aku sangat gugup jika sudah begini.

Tiba-tiba ia bangun kemudian keluar dari kamarku. Aku sempat menghela nafas sebentar. Menetralkan perasaanku yang sangat gugup tadi.

Tapi, tak beberapa lama kemudian Lingga kembali lagi ke kamarku. Kali ini ia membawa sebaskom air hangat. Kemudian ditaruhnya baskom berisi air hangat itu di depanku. Kemudian kedua kakiku dicekupkannya di dalam baskom itu.

"Ini untuk merelaksasi otot-otot kakimu yang kaku. Biar lebih rileks." Katanya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya.

Sesekali kakiku dipijatnya pelan-pelan. Sangat nyaman dan tak sadar senyum di bibirku pun muncul.

Ia yang sedari tadi mengamatiku, mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku pun gugup. Kumundurkan wajahku. Tapi ia semakin maju dan jarak antara wajahku dengan wajahnya pun hanya beberapa senti saja. Apa yang harus kulakukan? Ya Tuhan bagaimana ini? Apa dia sudah gila? Apa yang ia pikirkan saat ini? Kalau begitu terus bisa-bisa aku terkena serangan jantung.

Aku mulai mencium harum nafas mint dari mulutnya. Shit!! Bagaimana ini?! Ingin sekali aku berteriak tapi takut jika ketahuan anggota keluarga yang lain.

Ah, aku punya ide. Barangkali ini berhasil. Hahahaha....

Author POV

Terlihat Lingga sedang ingin mencium bibir mungil Maya. Semakin mendekat hingga tak ada lagi jarak di antara keduanya.

Tangan kanan Lingga bertumpu pada kasur sedangkan tangan kirinya memegang pinggang Maya. Ia bisa melihat betapa gugupnya Maya sampai-sampai menutup matanya.

Lingga memiringkan wajahnya dan siap mengecup bibir mungil Maya. Tapi....

"Mbok Romlah ngapain ke sini?" Yup, tiba-tiba Maya membuka matanya dan berkata seperti itu. Sontak, Lingga pun terkejut dan menjauhkan dirinya dari Maya. Dipalingkan kepalanya ke belakang tapi ia tidak melihat siapa-siapa selain dirinya dan Maya. Ia pun tersadar jika telah ditipu.

Maya yang mendapatkan peluang untuk kabur, segera berlari menuju kamar mandi. Ditutupnya pintu kamar mandi dengan setengah membanting. Ia begitu gugup dengan apa yang baru saja terjadi. Ia terduduk di lantai kamar mandi dengan tubuh bersandar pada pintu. Dengan kedua tangan yang menutup wajah, Maya membayangkan apa yang baru saja ia alami tadi. Sangat memalukan, batinnya.

Di luar kamar mandi, Lingga terlihat tak kalah gugupnya dengan Maya. Berkali-kali ia nenjambak rambutnya sendiri. Rona merah di wajahnya pun menghiasi. Diusapnya kasar wajah tampannya itu dengan tangan kanannya.

"Apa yang baru saja kulakukan??! Damn!! Bodoh sekali aku!" Tak henti-hentinya Lingga mengumpat pelan. Tapi masih bisa didengar Maya yang ada di dalam kamar mandi.

Maya pun juga sama mengumpat pelan dari dalam kamar mandi. Cukup lama mereka sama-sama mengatur detak jantung mereka masing-masing, terdengar dering ponsel milik Lingga.

Suaranya cukup nyaring untuk suasana kamar yang hening. Dilihatnya nama penelfon itu di layar ponsel kemudian diangkatnya dengan malas.

"Halo," sapa Lingga seraya dengan nada malas.

........

"Iya... Aku akan keluar sekarang. Tunggu saja di ruang tamu." ucapannya sambil menutup telefonnya.

Bertepatan dengan hal itu, Maya keluar dari kamar mandi dan melihat Lingga telah selesai menerima telefon. Dilihatnya dengan penuh penasaran.

"Siapa yang telefon?" tanyanya dengan penasaran namun masih ia sembunyikan agar tak diketahui oleh Lingga.

"Ara." jawabnya singkat. Seketika perasaan Maya sedikit kecewa. Seperti habis diterbangkan kemudian jatuh kembali. Dadanya sangat sakit tapi buru-buru ia sembunyikan, lagi-lagi supaya tidak ketahuan oleh Lingga.

"Kau.... Akan pergi? Bersamanya?" tanyanya tanpa melihat Lingga.

"Iya, dia sudah menungguku di bawah. Aku pergi dulu ya." ucapnya seraya melangkahkan kakinya ke luar kamar.

"Oh ya, pergilah. Bersenang-senanglah." balasnya tanpa melihat kepergian Lingga.

Selepas kepergian Lingga, Maya duduk lemas di kursi riasnya. Dilihatnya wajah sendunya itu di cermin. Ia merasa sangat kecewa tapi ia tak boleh bersedih. Ia akan tetap pertunangan ini demi Mamanya dan Ibunya yang telah tiada.

"Aku harus kuat!" diusapnya air mata yang telah mengalir di pipinya dan ia memaksakan untuk tersenyum.

Maya POV

Akhirnya hari yang kunanti-nanti datang juga. Kondisi rumah sudah ramai sejak kemarin dan hari ini adalah puncaknya.

Aku telah bersiap memakai gaun putih yang beberapa minggu yang lalu kubeli bersama Lingga. Style riasan wajahku bertemakan flawless karena aku memang tidak suka yang terlalu tebal. Semuanya serba simpel.

"Maya! Oh Gosh! Biasanya memang kau sudah cantik tapi hari ini kau benar-benar terlihat sangat cantik. Kau berbeda tapi tetap seperti Maya yang kukenal. Ah, aku bingung menjelaskannya. Intinya hari ini kau sangat cantik, May!" ucap Cyntia ketika masuk ke ruang make up.

Yup, dia memang kuundang untuk menghadiri acara pertunangan ini. Sebenarnya aku ingin mengundang Jessy, tapi ia tak bisa karena sibuk dengan bisnisnya. Anak orang kaya memang berbeda.

Ryota pun juga tak luput dari undanganku. Walaupun memang dia adalah mantan pacarku, tapi ia tetaplah teman baikku. Alhasil, ponselku tak berhenti berdering sejak tadi pagi. Biarlah seperti itu, mungkin dia terkejut dengan kabar pertunanganku yang mendadak ini.