Chereads / He Or Him? / Chapter 14 - Fake Fact

Chapter 14 - Fake Fact

Di ruang make up terlihat tunangan wanitanya sangat shock dan berusaha dihibur oleh sahabat wanitanya itu. Seluruh anggota keluarga sangat terkejut mendengar kejadian itu. Untungnya para tamu yang hadir tak mengetahui kejadian menggemparkan itu.

"Kau baik-baik saja, May? Apa perlu aku panggilkan dokter? Pipimu begitu merah. Ya Tuhan!! Enyahkanlah manusia laknat itu dari bumi ini," ucap Cyntia. Ia berusaha untuk menenangkan kondisi psikis Maya. Ia tahu kalau sahabatnya begitu shock dan ia berdoa semoga saja tidak mengalami trauma atau apapun itu.

**********

Di lain tempat, tampak Lingga telah selesai mengantar Ara menaiki taksi untuk kembali pulang.

Lingga kembali ke dalam rumah. Namun, sesaat sebelum ia masuk tangannya ditarik kasar oleh tangan seorang pria.

Ketika sudah sampai di tempat yang benar-benar sepi, pria itu lalu meninju pipi Lingga dengan keras.

"Brengsek kau!! Aku tak menyangka akan mempunyai adik bejat sepertimu! Bangsat!!" Yup, pria itu adalah Raynar.

Ia memukul Lingga dengan membabi buta.

Author POV

"Apa yang kau lakukan, Kak?!!" teriak Lingga sambil menangkis setiap pukulan Raynar. Tapi, nyatanya pukulan Raynar sangat kuat hingga Lingga tak kuat lagi.

"Apa yang kulakukan?!! Ini bahkan tak sebanding dengan rasa sakit Maya karenamu!! Dasar pria brengsek! Aku bahkan malu mengakui kalau kau masih adikku!!" teriak Raynar.

"Apa yang kau maksud, Kak? Aku tak mengerti maksudmu? Aw, sakit!" tanyanya sambil mengaduh kesakitan merasakan pukulan demi pukulan yang ia terima dari Raynar.

"Kau masih tidak mengakui? Kau menerima pertunangan ini karena harta! Papa akan memberikan pabriknya yang ada di Tangerang untukmu jika kau menerima pertunangan ini. Astaga!! Aku tak bisa membayangkan perasaan Maya jika ia mengetahui hal ini!" ucapnya. Kali ini Raynar menghentikan pukulannya dan memegang erat kerah pada kemeja coklat milik Lingga.

Lingga yang mendengar kalimat terakhir Raynar sontak membelalakkan matanya, sangat terkejut dan juga khawatir.

"Kak, tolong jangan beritahu Maya tentang ini. Aku mohon," pintanya kepada Raynar dengan ekspresi memelas.

"Aku akan memberitahukan Maya tentang yang sebenarnya," ucapannya dengan meyakinkan.

"Tolong, Kak. Tolong rahasiakan ini dari Maya. Aku tidak mau dia sampai terluka," kata Lingga.

"Untuk apa kau khawatir? Lagipula Maya sudah terluka sejak bertemu denganmu. Ia begitu terluka karenamu. Apa jangan-jangan kau mulai menyukai Maya?" tanya Raynar. Ia begitu khawatir jika apa yang ia tanyakan adalah sebuah pernyataan.

"Aku... Aku belum tahu. Tapi yang jelas aku merasa nyaman bersamanya, Kak. Aku juga tidak ingin melihatnya sedih," kata Lingga.

"Kau harus memilih. Ara atau Maya. Jika kau memilih keduanya, maka kau akan kehilangan keduanya juga. Dan lagi, jika kau menyakiti Maya satu kali lagi, aku tidak akan memaafkanmu. Dan akan kurebut Maya dari tanganmu!! Kau paham?!" Raynar sangat muak dengan adiknya itu. Jika ia bukan kakak kandung, ia sudah akan memutilasi Lingga saat itu juga.

Lingga yang mendengar nasihat sekaligus ancaman dari Raynar pun tersadar bahwa kakak kandungnya itu juga menaruh hati kepada Maya.

Ada perasaan tak suka ketika ia mengetahui bahwa kakaknya menyukai tunangannya itu. Ia merasa seperti tersaingi.

"Kakak tenang saja. Aku tidak akan menyakiti Maya. Dan juga, Maya tidak akan kubiarkan jatuh ke tanganmu, Kak. Camkan itu!" tajam mata Lingga ia arahkan kepada Raynar. Dua saudara itu saling menatap tajam satu sama lain.

*********

Di tempat lain, Maya masih sangat shock dengan apa yang baru saja ia alami. Ia berkali-kali meneteskan air mata dan buru-buru diusapnya agar tidak ketahuan anggota keluarga yang lain. Tapi, usahanya untuk menyembunyikan air matanya pun sia-sia.

Jenar dan anggota keluarga yang lain tak pernah lepas pandangan mereka dari Maya. Jenar begitu shock mengetahui bahwa anak tirinya itu mengalami hal yang sangat meyakinkan. Ia merasa tidak maksimal dalam mengasuh Maya. Ia juga merasa bersalah kepada almarhum sahabatnya.

Sebisa mungkin Jenar menangkap Ara agar diadili atas apa yang ia lakukan kepada Maya. Ia begitu terpukul atas apa yang menimpa Maya. Ia memerintahkan semua orang suruhannya agar mencari keberadaan Ara. Dari awal ia memang tidak begitu menyukai Ara sebagai kekasih anaknya. Dan hari ini, rasa tidak sukanya berubah menjadi sangat membenci karena kelakuan bejatnya.

"Mama jangan mencari Ara. Ia tidak salah," ucapan Lingga sontak membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Termasuk Maya.

"Maksudnya, biar aku yang menangani Ara. Ia mungkin sedikit terkejut karena acara ini," Lingga meralat ucapannya agar Mamanya tidak marah kepadanya.

"Kau? Menangani Ara? Hah! Mama tidak percaya!" ucap Jenar dengan begitu emosional. Matanya bahkan memerah karena perpaduan antara menangis dan emosi.

"Mama, kumohon percayalah padaku. Aku yang akan menangani Ara. Kumohon," pinta Lingga dengan memegang kedua tangan Jenar dan berekspresi melas.

"Mama tidak mau tahu! Jika wanita itu masih saja mengganggu Maya, kau tidak akan kumaafkan!" ancam Jenar.

"Iya, Ma." Lingga lantas menemui Maya yang sedang duduk di kursi riasnya. Wajahnya berhenti tepat di depan wajah Maya.

Semua orang yang ada di dalam ruangan itu mengundurkan diri dan memberi mereka waktu untuk berbicara. Termasuk Cyntia.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Lingga dengan tangan kanannya yang mengusap lembut pipi Maya. Dilihatnya pipi itu yang awalnya putih menjadi merah akibat tamparan Ara tadi.

Maya yang masih merasa sesak di dada hanya menggelengkan kepalanya, tak sanggup berbicara menjawab pertanyaan Lingga.

"Aku minta maaf. Maaf karena tidak bisa menjagamu tadi," ucap Lingga dengan wajah yang sangat khawatir.

Diusapnya lembut pipi chubby Maya itu. Maya pun merasa sedikit lega karena Lingga mulai menutup matanya menikmati usapan tangan Lingga yang menenangkan.

Mengetahui Maya yang menutup matanya, Lingga mendekatkan wajahnya ke wajah Maya. Semakin dekat hingga tak ada lagi jarak di antara mereka.

Cup! Bukan kecupan di bibir, melainkan di pipi kiri Maya. Lingga mengecup pipi yang diusapnya tadi dengan singkat namun dalam. Maya yang merasakan itu, langsung membuka matanya dan terkejut setengah mati. Mulutnya pun menganga hendak mengatakan sesuatu namun diurungkannya karena ia terlalu malu. Ia pun akhirnya hanya menutup wajahnya yang berubah menjadi seperti kepiting rebus.

Dari balik pintu, Raynar melihat semua kejadian romantis itu. Ia menatap tajam sejoli itu. Rahangnya menguat seakan giginya akan retak. Tangannya mengepal kuat hingga berwarna merah.

"Dasar bangsat!!" ucapnya dengan penuh emosi.

Maya POV

Hangat sinar matahari kurasakan di pipiku. Masuk melalui celah-celah jendela yang tak tertutup tirai. Aku menggeliat mendapati silau dari cahaya matahari yang menerpa mataku. Setengah terbuka sambil menguap. Tubuhku masih terasa pegal karena kesibukanku kemarin. Cyntia pun sudah pulang ke rumahnya tadi malam, meskipun aku memaksanya untuk menginap saja tapi ia memutuskan untuk segera pulang karena masih ada pekerjaan di pagi harinya.

Kurasakan ada yang mengganjal di jari manisku. Kuperiksa dan kutemukan cincin emas putih bertabur berlian mungil di tengahnya, terlihat sangat simpel namun tetap cantik. Aku tersenyum bahagia mengingat kemarin adalah hari istimewaku. Hari dimana aku bertunangan dengan Lingga Adiwilaga. Pria angkuh yang mampu mencuri hatiku saat pertama kali aku datang ke rumah ini.

Tapi, bayangan tentang kebahagiaanku berganti dengan kesialan setelah acara itu. Panas di pipiku akibat tamparan demi tamparan Ara sudah tak terasa lagi tapi panas serta sesak di hatiku masih tertinggal dan akan semakin sakit jika aku mengingatnya.

Aarrrrrggghhh!!! Aku bergelung dalam selimut dan.... Duk! Duk! Awww!!!