Chereads / He Or Him? / Chapter 17 - Mine! Not Yours!

Chapter 17 - Mine! Not Yours!

Ia benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana. Semua rencananya kacau karena satu gadis berambut pendek itu. Dialah Maya. Seorang gadis yang tiba-tiba muncul di keluarga itu dan merebut Lingga dari Ara.

"Keluar dari kamarku sekarang! Aku sungguh muak melihat wajahmu!" teriak Ara sembari mendorong Papanya keluar dari kamarnya kemudian membanting pintunya.

"Aaaarghhh!! Dasar Maya j*l*ng!!! Akan kupastikan Lingga tidak akan jatuh ke pelukanmu! Dia akan sepenuhnya menjadi milikku!!" ucap Ara dengan air mata yang menetes di pipinya dan matanya yang memicing memancarkan kebencian yang luar biasa.

************

Sementara itu di restoran milik Raynar, Lingga keluar dari restoran itu dengan perasaan kacau dan emosi yang sudah di ubun-ubun. Ia masuk ke dalam mobilnya. Sebelum meninggalkan tempat itu, ia membuka ponselnya yang pagi ini belum sampai ia periksa.

Dibukanya kunci layar ponselnya dan terkejutlah ia melihat begitu banyaknya panggilan dan pesan dari Ara, kekasihnya. Buru-buru ia mengirim pesan kepada gadis itu agar menunggu di tempat yang sudah direncanakan. Setelah dirasa cukup, ia melajukan mobilnya ke tempat Ara berada.

Sampailah Lingga pada salah satu restoran mewah yang ada di Bandung. Sangat jauh memang jika dilihat dari jarak antara Kota Banten ke Bandung. Tapi baginya untuk Ara apapun akan ia turuti.

"Hai sayang. Maaf baru menghubungimu," ucap Lingga sambil memeluk Ara. Mereka pun duduk di salah satu bangku di restoran itu.

Lingga menatap Ara dengan tatapan menyesal karena tidak membalas pesan ataupun menjawab telfon Ara. Bagaimanapun juga mereka masih sepasang kekasih dan Lingga juga belum bisa melepaskan Ara.

Ara yang ditatapnya hanya cuek dan tak peduli dengan kehadiran Lingga. Ia masih kesal karena kekasihnya itu tak bisa dihubungi.

Cukup lama mereka saling diam. Lingga pun merasa tak enak hati dengan Ara yang dari tadi hanya terdiam. Seolah tak ada dirinya di hadapan Ara.

"Sayang, jangan marah gitu dong. Ntar cantiknya hilang lho," bujuk Lingga sambil memegang tangan kanan Ara. Namun, rupanya empunya tangan malah menghindar dan tak jadi bersentuhan.

"Kukira kau lupa denganku," ucap Ara sambil meminum jus alpukatnya.

"Tentu saja tidak, sayang. Never forget you, my baby. Trust me," ucap Lingga meyakinkan Ara. Meskipun hatinya mulai ragu dengan perasaannya terhadap Ara.

"Kau milikku, Lingga. Ingat itu!" cetus Ara. Selalu begitu setiap kali berkencan dengan Lingga. Selalu memaksa untuk tetap dimiliki.

Lingga yang mendengar kalimat Ara mulai muak tapi kemudian segera disembunyikan agar tidak menyinggung perasaan Ara. Ia sangat jenuh dengan sikap otoriter Ara yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Tak pernah berubah dan selalu memaksa.

Seketika bayangan tentang senyuman Maya muncul di pikirannya. Tiba-tiba ia merasa sangat merindukan gadis mungil itu padahal belum juga satu jam berpisah dengannya.

Ara yang melihat Lingga sedang melamun segera ditamparnya pelan pipi kiri Lingga. Ia menduga jika kekasihnya itu mulai berpaling darinya. Dan itu tidak akan terjadi.

"Apa yang kau pikirkan? Jangan bilang kau sedang memikirkan Maya si gadis cebol itu!" ketus Ara. Ia benar-benar marah dan merasa tersaingi dengan keberadaan Maya.

"Ha? Apa? Memikirkan Maya? Tentu saja bukan. Aku memikirkan tentang film. Iya film. Sebelum aku kemari, tadi aku menonton film kartun hingga lupa menghubungimu," bohong Lingga. Ia tak ingin jika Ara mengetahui yang sebenarnya.

Sejujurnya, Lingga sangat lelah dengan semua kebohongan ini. Tapi ia juga bingung harus berbuat apa. Di sisi lain ia mulai jenuh dengan hubungannya bersama Ara, tapi di sisi lain ia juga ragu tentang perasaannya dengan Maya. Ia ragu apakah yang dirasakannya adalah mencintai atau hanya perasaan nyaman saja. Entahlah.

"Benarkah seperti itu? Kau tidak pura-pura bohong kan?" tanya Ara dengan memicingkan matanya. Akhir-akhir ini ia merasa hubungannya dengan Lingga sedikit renggang dan sudah tak seromantis dulu lagi. Lingga mulai jarang membalas pesannya dan menjawab telfonnya.

Ketika bersama pun Lingga seperti sedang melamunkan sesuatu, mungkin bisa saja seseorang.

"Aku tidak berbohong, sayang. Lagipula untuk apa aku memikirkan gadis cupu itu. Sungguh tidak berguna. Hahahaha," Lingga terpaksa tertawa hambar untuk memanipulasi wajahnya yang takut jika Ara mengetahui dirinya berbohong.

"Kalau begitu traktir aku. Hari ini juga aku ingin belanja. Bedak dan lipstikku habis," perintah Ara.

"Lagi? Bukankah tiga hari yang lalu kau baru membeli make up?" Lingga terkejut dengan sikap boros Ara yang kian menjadi. Tiap berkencan pasti ia akan meminta sesuatu untuk dibelikan. Entah itu barang ataupun makanan. Selalu seperti itu. Dari awal mereka pacaran hingga sekarang.

Tapi anehnya, Lingga tak pernah memprotes dan hanya menurut saja. Ia terlalu dibutakan oleh cinta Ara.

"Sayang, yang tiga hari lalu itu concealer. Dan yang sekarang ini bedak dan lipstik. Ya beda dong. Udah yuk cepetan. Mumpung ada diskon nih," perintah Ara sambil menarik tangan Lingga.

Lagi-lagi, Lingga hanya pasrah menuruti kemauan Ara.

Setibanya mereka di salah satu Mall di Jakarta, mereka melihat sejoli yang tampak akrab dari kejauhan. Sejoli itu terlihat sangat akrab dan tertawa bersama berjalan berdampingan.

Author POV

Raynar nampak gelisah dengan rambut yang berkali-kali ia garuk walaupun tidak gatal. Ia nampak ingin menyampaikan sesuatu kepada gadis berambut pendek yang ada di meja kasir itu.

"Bagaimana caranya aku meyatakan perasaanku padanya? Arggghhh!" batinnya dalam hati sambil menjambak rambutnya sendiri.

"Bos tidak apa-apa?" tanya salah satu pegawainya yang kebetulan melihat kegundahannya. Pegawai pria itu nampak penasaran sekaligus bingung dengan tingkah laku bosnya yang aneh. Sebelumnya bosnya itu adalah seseorang yang sempurna dalam bertingkah laku.

"Hmm.. Kau ada waktu? Aku ingin mendiskusikan sesuatu denganmu," tiba-tiba Raynar mempunyai ide untuk membicarakan masalahnya kepada salah satu pegawai prianya itu. Mungkin saja akan ada solusi cerdas muncul.

"Waktu saya ya saya gunakan untuk bekerja, Boss. Memang bos perlu apa? Biar saya ambilkan," ucap pegawai pria itu.

"Aku hanya perlu solusimu tentang masalahku. Pergilah ke ruanganku sekarang. Dan tentunya kau akan mendapat bonus setelah ini," ucap Raynar.

Mendengar akan mendapatkan bonus, pegawai pria itu pun langsung bergerak cepat menuju ruangan Raynar.

Sesampainya di ruangan, Raynar mulai menceritakan keluh kesahnya terhadap seorang gadis yang belum lama ini ia kenal. Yup, gadis itu adalah Maya. Namun, Raynar tentu saja tak menyebutkan nama dari gadis yang ia sukai itu.

Pegawai pria itu pun mulai mengerti dengan masalah asmara bosnya itu. Ia menganggap bosnya ini benar-benar tak paham dengan persoalan asmara.

"Bosku ini lulusan Oxford University tapi bodoh ketika berhadapan dengan masalah asmara," batin pegawai itu.

"Jadi, Bos akan menyatakan perasaan kepada gadis yang Bos sukai? Bagaimana kalau Bos ajak shopping dulu, lalu kemudian menraktirnya makan. Nah, waktu setelah makan itulah Bos nyatakan perasaan Bos langsung," masukan pegawai pria itu masuk akal untuk Raynar.

"Hmmm... Apa itu akan manjur? Apa aku akan langsung diterima?" tanya Raynar.

"Aku yakin langsung diterima, Bos. Lagipula gadis mana yang tidak mau dengan Bos. Laki-laki mapan yang tampan. Gadis manapun pasti suka dengan Bos. Aku yakin itu," ucap pegawai pria itu dengan nada meyakinkan.

"Baiklah. Terimakasih, An. Saat gajian bulan ini kau akan kuberikan bonus," ucapan Raynar sontak membuat Andi, pegawai pria itu sangat bahagia. Ia merasa seperti dukun cinta untuk bosnya yang jadul itu.

Seperginya Andi dari ruangan Raynar, ia memanggil Maya untuk menemuinya di ruangannya.

"Ada perlu apa, Kak? Aku punya kesalahan?" tanya Maya.