"Ehem!! Maaf atas perlakuanku tadi, May. Aku sungguh tidak bisa menahannya," ucapnya tanpa melihatku. Mungkin dia masih malu atau salah tingkah. Atau menyesal karena gagal menciumku? Ah, entahlah.
Aku hanya diam dan tersenyum kepadanya. Jujur, pikiran dan perasaanku campur aduk tak karuan. Apakah yang ia katakan tadi adalah sebuah keseriusan? Dia tidak berusaha untuk mempermainkan aku kan? Lalu, jika memang ia menyukaiku, sejak kapan? Apakah sejak kedatanganku di keluarga Adiwilaga? Jika iya, sesingkat itukah? Apakah ia benar-benar menyukaiku atau hanya nafsu belaka? Huh!
"Maya. Hmmm.. Yang kukatakan tadi itu adalah sebuah keseriusan. Jangan ragukan hatiku. Aku menyukaimu. Dengan tulus. Aku ingin membuatmu bahagia. Jika kau belum bisa menjawabnya sekarang, aku akan setia menunggu. Ingatlah, aku akan selalu bersamamu. Ini bukan bualan, May. Aku serius!" ucapnya dengan tegas dan sesekali menatapku.
Kepalaku mulai terasa sangat pusing. Mungkin karena masuk angin atau memikirkan masalah hidupku yang setiap hari selalu datang tiba-tiba.
Entahlah.
Aku terdiam. Kami pun terdiam. Hingga mobil Raynar sampai di rumah.
Author POV
Tiga hari telah berlalu setelah pengakuan Raynar kepada Maya. Mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Dari luar memang terlihat biasa saja, namun berbeda dengan hati mereka masing-masing.
Raynar terlihat sedikit canggung saat berdua dengan Maya. Sedangkan Maya memutuskan untuk sedikit menghindari Raynar. Bukan karena benci, namun ia mencoba menghindari resiko. Mau bagaimanapun, Raynar tetap kakak tirinya dan akan menjadi kakak iparnya jika ia menikah dengan Lingga.
Maya sudah menganggap Raynar seperti kakak kandungnya sendiri. Baik dan perhatian, kedua sikap itulah yang membuat Maya merasa nyaman ketika bersama Raynar.
Namun, berbeda dengan Raynar. Semakin hari ia semakin berambisi untuk memiliki Maya. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Lingga tak pernah menyukai bahkan melirik Maya sedikitpun. Menurutnya, Lingga masih saja terikat perasaannya dengan Ara dan mungkin akan sulit untuk melepasnya. Apalagi alasan ia menerima perjodohan itu karena ia telah menerima warisan dari kakek.
Hari ini adalah hari ulang tahun Ana, dan malam nanti adalah pestanya. Dari pagi suasana rumah sudah ramai. Banyak kurir berdatangan untuk mengantarkan pesananan, ada juga pekerja yang mendekor acara pesta ulang tahun, pekerja katering, dan masih banyak lagi.
********
Maya POV
Hari ini pekerjaanku sibuk seperti biasa. Restoran Raynar semakin hari semakin ramai pengunjung. Aku sangat lelah hari ini, ingin sekali aku beristirahat namun enggan karena Raynar. Ngomong-ngomong tentang Raynar, aku dan dirinya menjalani aktivitas seperti biasanya. Tapi, aku berusaha sebisa mungkin untuk menghindarinya. Aku tak mau mengambil terlalu banyak resiko.
Sudah cukup dengan adanya Ara, tapi tidak dengan Raynar. Yah, kalian pasti paham maksudku. Lagipula, Raynar adalah kakak kandung dari Lingga, tunanganku. Aku tidak mau merusak rumah tangga dari keluarga Adiwilaga. Sudah cukup diriku menerima segalanya dari keluarga ini. Setelah kepergian Ibu, aku seperti tak hidup lagi. Dan dari keluarga inilah aku merasa hidup kembali. Bahkan jauh lebih baik daripada sebelumnya. Walaupun terkadang aku masih sakit ketika mengingat mending Ayah dan Ibuku.
Aku sangat berhutang budi pada keluarga ini. Entah bagaimana caraku untuk membalasnya.
Waktu istirahat pun tiba. Aku duduk di ruang ganti khusus pegawai bersama dengan pegawai wanita lainnya. Aku membuka ponselku dan terkejutnya diriku melihat begitu banyak pesan dan panggilan dari Cyntia. Ah, ada apa dengan anak itu?
Aku membalas pesannya dan langsung menerima telefon darinya. Rupanya dia menungguku dari tadi.
"Hai, Cyn. Ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu?" tanyaku dengan gugup.
"Ah, bukan masalah besar, May. Tapi, masalah penting juga sih. Hehehehehe," di saat diriku sedang gugup akan keadaannya, dia dengan mudahnya masih bisa tertawa. Huh!
"Jadi?" tanyaku malas.
"Maafkan aku sebelumnya, May. Sebenarnya setelah kita lulus, aku iseng-iseng berencana untuk pergi ke Kanada untuk melihat aurora. Kau tahu kan kalau aku sangat terobsesi dengan aurora? Bahkan dirimu juga kan, May?" ucapnya berbelit-belit. Ah, kenapa tidak langsung bicara ke inti masalahnya saja sih?
"Iya, aku memang sangat menyukai aurora. Bahkan sampai sekarang pun. Lalu kau akan pergi kapan?" tanyaku.
"Sebenarnya ini sangat mendadak. Papaku baru mengijinkanku untuk pergi ke Kanada kemarin setelah usaha meyakinkanku berhari-hari. Dan malam ini adalah penerbanganku. Dan sebenarnya aku sangat ingin mengajakmu ke sana. Tapi kalau kau bisa, aku akan dengan senang hati pergi bersamamu. Bagaimana? Penerbanganku pukul delapan nanti. Apa kau bisa?" tanyanya. Aku begitu terkejut dengan apa yang baru saja ia katakan tadi.
Ia akan pergi? Ke Kanada? Meninggalkanku? Jika aku ikut, jelas tidak akan mungkin. Acara ulang tahun Ana dimulai pukul tujuh malam dan sebelum itu aku sudah harus bersiap untuk membantu jalannya acara itu. Walau bagaimana pun aku sudah tinggal di sana secara gratis, yah setidaknya aku berusaha untuk membalas budi.
Dan juga aku tidak punya uang yang cukup untuk bisa ke sana. Gaji yang kuperoleh dari bekerja di restoran Raynar pun baru kuterima besok lusa. Dan itupun jelas tak cukup untuk biaya pesan tiket apalagi untuk biaya hidup di sana.
"Hm... Maafkan aku, Cyn. Aku tidak bisa ikut bersamamu. Yah, kau tahu sendiri kan keadaan perekonomianku seperti apa. Aku hanya seorang pekerja kasir di restoran milik kakak tiriku dan besok lusa aku baru terima gaji. Lagipula nanti pukul tujuh malam ada acara di keluarga Adiwilaga. Ulang tahun Ana, anak perempuan di keluarga Adiwilaga. Maaf sekali lagi ya," ucapku.
Sebenarnya berat sekali untuk melepas Cyntia pergi ke negara yang begitu jauh. Selama ini hanyalah kepada dirinyalah aku "memuntahkan" semua masalahku. Segala curhatku tentang kehidupanku ada padanya. Ia yang selalu ada untukku. Ia yang menjadi tempatku berkeluh kesah. Tapi, dia juga yang menjadi penyemangatku. Ia bukan lagi sahabatku tapi sudah kuanggap sebagai kakak, adik bahkan Ibu untuk diriku.
Hah! Ini begitu mendadak. Sangat menyesakkan. Sungguh! Ya Tuhan! Aku tidak ingin sendiri lagi. Walaupun aku masih bisa mengirim pesan atau apapun untuk menghubungi Cyntia, tapi tetap saja. Berada di negara yang berbeda pasti akan sedikit menyulitkanku untuk berhubungan dengannya.
"Yah, pasti akan sibuk sekali ya. Ya Tuhan! Aku sangat ingin pergi bersamamu, May. Di sana, kita bisa menginap di rumah Bibiku dan kita bisa bekerja di kafe. Di dekat rumah Bibiku, ada kafe yang sangat terkenal dengan kopinya yang sangat enak. Kita bisa bekerja di sana, May. Tapi kalau kau tidak bisa ya mau bagaimana lagi," ucapnya dengan nada yang melemah.
Aku tahu, dia pasti juga merasakan kecewa. Tinggal bersama bibinya, pasti sangat menyenangkan. Ternyata, ia sudah merencanakan semuanya. Tapi, aku juga tidak mau terlalu bergantung padanya. Apalagi masalah ekonomi, aku tak mau merepotkannya.
Yah, memang inilah jalan takdirku. Ia memang dari keluarga yang cukup kaya, sedangkan aku? Hanyalah seorang yatim piatu yang diangkat sebagai anak di keluarga Adiwilaga. Tak ada yang perlu dibanggakan dari seorang anak tiri.