Chereads / He Or Him? / Chapter 19 - Confession

Chapter 19 - Confession

"Kak, sebenarnya kita mau kemana sih?" tanyaku setelah sekian lama berjalan.

"Nanti juga kau akan tahu," jawabannya tanpa melihatku yang berjalan di belakangnya.

Hah, jawaban itu lagi. Aku mulai kesal dengannya. Sampai kapan ini berakhir? Aku sudah sangat lelah berjalan. Huh!

"Ah, itu dia! Kita sudah sampai, May!" teriaknya. Sontak, aku menjadi antusias dengan ucapannya.

Kami sampai di sebuah air terjun yang masih asri, jauh dari pemukiman dan tentunya belum terjamah oleh tangan-tangan serakah manusia. Jika diukur, mungkin tinggi air terjun itu sekitar sepuluh meter atau bahkan lebih. Sangat tinggi menurutku. Dan air yang mengalir pun sangat deras. Terdapat sebuah garis pelangi yang agak pudar warnanya di ujung air terjun bagian atas.

Sangat menyegarkan mata dan pikiran. Tak berhenti aku tersenyum bahagia melihat pesona alam ini. Salah satu ciptaan Tuhan yang sangat menakjubkan.

"Bagaimana? Kau suka?" pertanyaan Raynar sontak membuatku tersadar kembali.

"Sangat. Ini sangat indah, Kak. Bagaimana kau tahu tempat seperti ini, Kak?" tak henti-hentinya aku kagum dengan keindahan ini. Air yang mengalir dari atas membentuk sebuah kolam. Sangat jernih seakan terlihat seperti cermin. Di beberapa tempat terdapat air terjun mini yang menyebar.

"Aku kemari saat masih kuliah. Saat liburan tiba, aku pulang kampung dan bersama dengan teman-temanku SMA aku kemari. Hanya pada saat itu saja. Setelahnya aku tak pernah kemari lagi. Tapi, tempat ini tidak banyak berubah. Masih sangat asri seperti dulu," ucapnya sambil membasuh kakinya.

Ketika aku akan duduk di salah satu batu besar, tiba-tiba Raynar mencipratiku dengan air. Aku terkaget karena air itu sangatlah dingin. Karena terlalu terkejut aku akhirnya terjatuh di dalam kolam. Untung saja, aku masih berada di pinggiran sehingga tidak membuatku tenggelam.

"Kakak!!" aku sangat kesal dengan Raynar. Celanaku jadi basah karenanya. Huh!

Namun, sepertinya rasa kesalku malah membuatnya tertawa terbahak-bahak. Akhirnya aku membalasnya dengan mencipratinya dengan air yang lebih banyak darinya saat ia masih tertawa lebar.

Alhasil, mulutnya kemasukan banyak sekali air kolam dan membuatnya tersedak. Rasakan itu!! Aku tertawa lebar saat melihat ekspresi tersiksanya. Benar-benar puas rasanya.

Aku mendekat ke arahnya sambil terus mencipratinya air sehingga pakaiannya menjadi basah kuyup dan menampilkan bentuk tubuh kekarnya yang masih tertutup kemeja.

"Kau senang?" tanyanya setelah meredakan tersedaknya.

"Sangat. Aku sangat bahagia mempunyai kakak seperti Kak Rei. Yah, kau tahu kan kalau aku ini anak tunggal." kataku dengan tawaku yang tak pudar.

"Tapi, aku tidak ingin menjadi kakakmu," ucapnya yang membingungkanku. Apa maksudnya?

"Apa maksudmu, Kak? Kenapa kau tidak suka menjadi kakakku? Apa salahku?" tanyaku dengan ekspresi memelas. Aku benar-benar tak paham dengan apa yang dikatakannya tadi.

"Aku tak mau status kita menjadi kakak adik lagi," ucapannya sontak membuatku sedih. Baru saja aku merasa bahagia, langsung saja aku dibuat sedih kembali.

"Apa maksudnya, Kak?" tanyaku sambil menahan air mata yang akan keluar.

Bukannya menjawab, tiba-tiba kedua tangan Raynar memegang kedua pipiku dan dihadapkan tepat di depan wajahnya. Jaraknya pun hanya beberapa senti saja.

Dengan posisi yang seperti ini, aku bisa melihat halus kulit wajahnya, hidungnya yang menjulang tinggi, tatapannya yang tajam namun masih terlihat lembut, alisnya yang hitam dan terkesan tegas. Dan yang terakhir bentuk bibirnya yang melengkung indah berwarna merah segar. Benar-benar paket lengkap yang membuat wanita manapun akan pingsan jika berada di posisiku sekarang ini.

Jujur, aku sangat gugup ketika sudah ditatap seperti ini. Seperti mengintimidasi namun masih tak lebih dari Lingga.

"Aku menyukaimu, Maya." pernyataan Raynar sontak membuat nafasku tercekat. Aku merasa sudah tak ada lagi oksigen di sekitarku. Aku mencoba melepas kedua tangannya yang masih berada di kedua pipiku. Namun, tak bisa karena Raynar masih saja memegang kedua pipiku dengan erat.

"Aku tidak ingin kau bersama Lingga. Ia tidak cocok jika bersanding denganmu," ucapnya dengan tetap memandang tajam mataku.

Tidak cocok? Pernyataan itu sontak membuat hatiku sedikit tidak nyaman. Rasanya seperti tidak terima akan ucapan Raynar. Memang benar jika saat ini aku belum bisa memiliki Lingga sepenuhnya, namun aku masih berharap jika dengan kehadiranku bisa mengisi relung hatinya, menggantikan Ara. Aku akan terus berharap hingga sudah tak ada lagi harapan.

Aku ingin segera melepaskan diri dari Raynar. Namun, lagi-lagi tangannya masih setia memegang erat kedua pipiku. Ia kemudian memiringkan kepalanya dan mulai mendekat. Semakin dekat hingga tak ada lagi jarak di antara kita.

Seketika aku mengingat posisi yang sama dengan posisi ini. Ketika berada di dalam kamarku berdua bersama Lingga. Ia juga melakukan hal yang sama dengan Raynar saat ini.

Aku mulai mencium harum nafas Raynar yang tepat di depan wajahku. Hidungnya yang dingin mulai menyentuh hidungku. Aku semakin kehilangan oksigen. Nafasku tercekat dan dadaku sesak karena begitu gugup.

"Ka... Kak," ucapku sambil melepaskan kedua tangannya dari pipiku. Ia pun akhirnya menurut dan mulai terlihat salah tingkah. Begitu pula denganku. Ah, ada apa dengannya? Mengapa ia berbicara seperti itu? Apa yang tadi itu adalah sebuah pengakuan? Pernyataan cinta? Raynar menyatakan cinta kepadaku? Damn!! Ini sungguh gila. Bukan, dia yang sudah gila! Benar-benar gila!

Aku adalah tunangan adik kandungnya sendiri. Dan seakan-akan dia tak peduli dengan itu. Banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam pikiranku. Ya Tuhan!! Apa yang baru saja aku alami tadi?! Dua kali sudah aku hampir dicium oleh dua orang. Dan status mereka adalah kakak adik. Kandung. Tolong garis bawahi kalimatku yang terakhir.

Aku bergidik ngeri jika membayangkan Raynar bertengkar karena memperebutkan aku. Tapi, bukankah Lingga masih mempunyai Ara? Dan jika hal itu masih benar adanya, tak ada lagi yang diperebutkan.

"Ma.. Maaf. Aku kelepasan tadi," ucap Raynar dengan salah tingkah.

"Aku kedinginan, Kak." ucapku. Aku memang kedinginan sudah dari tadi dan hanya kutahan karena aku masih ingin menikmati pemandangan indah ini.

Kami pun akhirnya berjalan kembali dalam diam. Karena diam itulah yang membuat perjalanan menjadi terasa singkat. Dan tak terasa kamipun tiba di mobil Raynar.

Sesampainya di mobil, Raynar membuka bagasi dan mengambil sebuah jaket hitam yang lumayan tebal. Dibentangkanlah jaket itu dan dipakaikan ke tubuhku.

Tubuhku yang mungil terlihat semakin mungil saat memakai jaket besar itu.

"Ini jaketku, May. Aku selalu meninggalkan barang-barangku di mobil. Yah, sekedar untuk berjaga-jaga karena aku memang malas jika harus bolak-balik mengambilnya. Pakailah untuk menghilangkan dingin yang kau rasakan. Yah, untuk sementara kok," jelasnya yang hanya kubalas dengan senyuman.

Aku masih saja canggung setelah kejadian memalukan tadi. Ah, benar-benar memalukan.

Mobil pun meluncur. Selama perjalanan, kami hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rona wajahku saat ini. Apakah seperti kepiting rebus? Arghhhhhh! Kenapa juga Raynar menyatakan perasaannya kepadaku? Tapi, sejak kapan ia mulai menyukaiku? Sangat aneh!