Langkah Revan terhenti, melihat Angga yang berjalan bersama seorang wanita.
Mereka berjalan bersamaan, dan tampak menuju ke ruangannya.
Revan menggeleng dan meneruskan langkahnya.
"Vanya, kamu sibuk"
"enggak pak, kerjaannya cuma sedikit"
"kamu bisa kan gantiin dulu Cindy untuk hari ini"
Vanya terdiam, jadi benar kalau Cindy telah dipindah dari bagiannya.
"bisa kan, biar saja pekerjaan kamu simpan dulu, cuma mengerjakan berkas Gilang kan"
"iya pak"
"kamu kerjakan dulu pekerjaan Cindy, berkasnya ditunggu siang ini"
"baik pak"
"makasih"
Revan berlalu kembali ke ruangannya, Vanya pun turut bangkit dan meninggalkan meja kerjanya, untuk segera mengerjakan apa yang diperintahkan Revan.
"Vanya, Cindy di pindah kemana"
"aku juga gak tahu"
"kasian banget, padahal itu kan bukan kemauannya"
"udahlah Rena, gak usah ikut campur, biar saja itu urusan mereka"
Vanya mengakhiri pembicaraannya, dan langsung mengerjakan apa yang dibutuhkan Revan untuk siang ini.
Revan memasuki ruangan, dan melihat Angga yang tengah berbincang dengan orang yang tadi bersamanya.
"papah"
"Revan, gimana bisa dikerjakan"
"bisa, Vanya yang mengerjakan, dia bisa kok"
"baguslah, kenalkan dulu, ini Tiara, dia yang akan menggantikan Cindy"
Revan terdiam memperhatikan sosok Tiara, siapa dia, bagaimana bisa Angga percaya gitu aja untuk pekerjaan yang akan diberikannya.
"kenapa, kamu gak setuju"
"memang dia siapa, kapan dia melamar"
"Tiara ini pernah melamar dulu, tapi karena Cindy masih dipekerjaannya jadi Tiara tidak papah terima"
Revan kembali terdiam, apa bisa Tiara menggantikan Cindy.
Saat ini Revan ingin memperbaiki semuanya, tapi apa orang baru bisa bekerja dengan benar, cepat dan tepat.
"pah, Vanya juga bisa mengerjakan semuanya"
"Vanya itu sekretaris kamu, dia punya tugasnya sendiri"
"pah, Revan lebih percaya sama Vanya"
"itu hanya akan membuat kamu repot"
"tapi pah ...."
"sudah diam, kamu urus Tiara, tempatkan dia dibagiannya, papah masih ada urusan"
Angga berlalu meninggalkan keduanya, Revan mengusap wajahnya dan kembali melirik Tiara.
---
"Laura, kamu kenapa sih ih, ngeselin banget"
Maura tak henti mengomel karena Laura bekerja asal-asalan.
Laura memintanya agar membantu di warung, karena Fitri berhalangan untuk masuk.
Tapi Laura malah membuat Maura kesal, karena banyak melakukan kesalahan.
Dari salah bumbu, sampai rasa yang tak menentu.
"heh .... kenapa sih, yang sakit itu Fitri atau kamu, kalau sakit udah tutup aja"
Laura terdiam menatap hasil masakannya yang berantakan, ini menu ke 5 yang Laura salah kerjakan.
"kamu kenapa sih, aku tutup ya warungnya, mumpung belum ada yang datang lagi"
Maura mengusap dadanya, berusaha tetap tenang agar tak membuat semua semakin berantakan.
"udah kamu istirahat aja, biar aku yang masak, selesaikan saja pesanan ini, habis itu tutup aja warungnya"
Laura melangkah dan duduk dikursi, Laura tak bisa fokus dengan kegiatannya.
Karena kemarin, Revan melihat dirinya yang pulang bersama Ervan, dan Ervan yang membuat Revan kesal karena mengatakan bahwa mereka telah jalan seharian.
Revan pulang begitu saja meninggalkan Laura bersama Ervan, dan sampai sekarang, Laura masih tak bisa menghubungi Revan.
"cape juga"
Ucap Maura yang sibuk sendiri dengan pekerjaannya, sesekali Maura melirik Laura yang hanya diam tanpa pergerakan apa pun.
"Kamu kenapa sih, ribut lagi sama Revan"
Maura bertanya sambil berlalu mengantarkan pesanan, Laura hanya diam tanpa memberikan respon apa pun.
"kalau ada masalah bicarakan lagi, jangan malah galau kaya gitu"
Maura kembali berbicara setelah mengantar pesanannya.
"kenapa lagi, salah paham lagi, sama siapa"
Maura kembali meninggalkan Laura tanpa menunggu jawaban Laura.
Laura sudah merasa tenang dengan hubungannya dengan Revan, setidaknya hanya tentang Angga saja masalah yang mengganggunya.
Tapi sekarang, apa pertengkaran mereka akan terulang lagi gara-gara Ervan.
"apa perlu, aku yang bicara lagi sama Revan"
Laura menoleh karena sentuhan Maura dipundaknya, Laura menggeleng dan kembali pada lamunannya.
"kenapa lagi sih, masalah papahnya lagi, kenapa, dia masih gak suka sama kamu"
Laura hanya menggeleng, tak memberikan isyarat apa pun pada Maura.
"baiklah, kalau nanti kamu perlu bantuan, kamu bilang aja sama aku, nanti aku batuin biar masalah kamu cepat selesai"
Maura mengehembuskan nafasnya dan kembali meninggalkan Laura, meski begitu Laura tetap tak bergeming.
Laura tetap saja sibuk dengan fikirannya yang tak jelas arahnya itu
---
Revan membuka ponselnya, dan melihat beberapa panggilan dari Laura.
Revan tak berniat untuk menghubunginya balik, jam makan siangnya hari ini, akan Revan habiskan di kantor.
Terlalu banyak pekerjaannya hari ini, dan Revan ingin cepat menyelesaikan semuanya.
Revan juga masih kesal dengan Laura, bisa-bisanya dia jalan sama Revan dan mengabaikan dirinya.
Revan kembali teringat dengan kejadiannya dulu bersama Riana.
"pak Revan"
Revan menoleh dan melihat Vanya yang sudah duduk di tempatnya.
"kamu sudah makan"
"belum pak"
"ya sudah, saya tadi order makanan cukup buat berdua, kamu bisa makan disini, sekalian ada yang perlu saya bicarakan"
Vanya mengangguk dan menerima tawaran Revan, keduanya menikmati makanan untuk beberapa saat.
Sampai akhirnya Revan memulai kalimatnya.
"pekerjaan kamu sudah selesai"
"sudah, selesai makan nanti akan saya kirim ke ruangan bapak"
"apa kamu bisa mengerjakannya untuk beberapa hari lagi"
Vanya meneguk minumannya dan terdiam tanpa menjawab pertanyaan Revan.
"tadi papah sudah bawa orang buat gantikan Cindy, tapi saya gak bisa terima dia begitu saja"
"kenapa seperti itu"
"saya mau masalah ini selesai dulu, baru saya akan percayakan pekerjaan berikutnya sama dia"
Vanya kembali terdiam, memikirkan apa yang akan menjadi jawabannya pada Revan.
"jangan khawatir, saya hanya akan mengutamakan pengerjaan dikeuangan"
"saya gak berani pak, takutnya saya juga disalahkan nantinya dan dianggap lain-lain sama pak Angga"
Revan meneguk minumannya, dan terdiam untuk beberapa saat.
Mungkin benar, Angga akan marah dengan keputusan Revan, tapi Revan ingin tetap pada keputusannya.
Vanya sudah lama bekerja dengannya, dan sudah sering juga diberikan tugas-tugas lain yang memang bisa Vanya kerjakan, termasuk juga bagian keuangan.
"kamu kerjakan saja sesuai dengan apa yang saya perintahkan, kamu kerja buat saya kan"
"tapi saya gak akan kehilangan jabatan saya kan nantinya"
Revan tersenyum mendengar pertanyaan Vanya.
"saya senang dengan kinerja kamu Vanya, dan saya juga gak berminat untuk mencari sekretsris baru lagi"
"saya juga senang punya atasan seperti pak Revan, gak rewel dan gak galak, saya bisa mengerjakan tugas Cindy tapi saya minta jangan gantikan saya sebagai sekretaris pak Revan"
"baiklah, asalkan kamu bisa mengerjakan semuanya dengan baik, jabatan kamu akan tetap milik kamu"
Vanya mengangguk dan tersenyum tenang mendengar jawaban Revan, keduanya kembali menikmati makan sianganya dengan tenang karena semua sudah jelas.