Chereads / Tunawicara Itu Kekasih Ku / Chapter 40 - Jalan Berdua (Part 2)

Chapter 40 - Jalan Berdua (Part 2)

"aku berangkat ya"

Maura menggeleng dan menunjukan 2 jarinya, Revan tersenyum dan menggeleng.

"aku sendiri, Vanya udah berangkat dulu, kita ketemu disana nanti"

"hemm"

"apa gak percaya, telpon aja nih, tanya sama Vanya dia dimana sekarang"

Revan memberikan ponselnya pada Laura, Laura tersenyum dan mejauhkan ponselnya.

"ya udah aku pergi ya, nanti malam aku ke rumah"

Laura mengangguk setuju, Revan pun berlalu setelah memeluk Laura sesaat.

Revan memasuki mobilnya dan melajukannya agak capat, hari ini adalah pertemuan terakhir Revan dengan perusahaan terakhir yang dirugikan oleh Ervan.

Ervan merugikan beberapa perusahaan, kontrak belum jelas tapi dana sudah dimintanya lebih dulu.

Dan Ervan akan menyelesaikan semuanya, hari ini adalah puncaknya, perusahaan terakhir yang akan didatangi Revan.

---

Gilang memarkir mobilnya dihalaman rumah Maura, hari ini Gilang sengaja tidak ke kantor, untuk menemui Maura.

Gilang mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, tapi pintu lebih dulu terbuka.

Gilang tersenyum melihat Maura yang tampak rapi.

"mau kemana, udah rapi aja"

"yang jelas gak akan ketemu mantan"

Gilang tersenyum, saat ini Maura pasti masih kesal padanya.

"aku minta maaf"

"aku buru-buru, aku duluan ya"

"tapi kamu mau kemana"

Gilang menahan Maura yang hendak pergi darinya.

"aku mau pergi"

"iya kemana, aku antar ya"

"gak usah"

"Maura, jangan seperti ini"

Keduanya menoleh bersamaan saat mendengar klakson mobil.

"aku harus pergi sekarang"

"tunggu Maura, kamu pergi sama siapa"

"yang jelas bukan mantan"

Gilang memejamkan matanya sesaat, dan tetap menahan Maura.

"Gilang aku harus pergi"

"siapa dia"

"apa sih, udah ah berisik"

"Maura"

Klakson mobil kembali membuat keduanya menoleh, Gilang melepaskan Maura dan berjalan menghampiri mobil.

"buka"

Ucap Gilang mengetuk kaca mobil, Maura menghampiri dan menjauhkan Gilang dari mobil.

"aku pergi dulu, nanti baru kita bicara"

"kamu lebih milih dia"

"kamu juga gitu kan, lebih milih Jessy dari pada aku"

Maura mendelik dan melangkah memasuki mobil, Gilang terdiam menatap kepergian mobil yang membawa pergi kekasihnya itu.

---

"masih marah"

"males"

"jangan lama-lama, ntar kabur"

Maura tak menjawab, hari ini Maura ada janji dengan Ervan untuk memperbaiki ponsel Ervan yang kemarin rusak gara-gara Maura.

Gilang memang tak pernah tahu tentang Ervan, jadi Gilang tak tahu kalau yang jemput Maura itu Ervan.

"kemabaran kamu kemana"

"di warunglah"

Ervan mengangguk, fikir Ervan, mungkin akan lebih menyenangkan jika yang duduk disampingnya saat ini adalah Laura.

Mereka bisa berbincang selama diperjalanan.

"mau kemana sih"

"beliin aku hp baru kan"

"kok hp baru sih"

"ya terus"

"kan kemarin janjinya juga benerin doang, kok jadi hp baru"

"kenapa, gak mampu"

"iyalah"

Ervan mengenyit dan melirik Maura sekilas, Maura menghembuskan nafasnya kesal.

"aku gak kerja, selama ini aku dapat dana dari Gilang"

"numpang hidup"

Maura menoleh dan memukul Ervan, kesalnya pada Gilang belum hilang dan sekarang ditambah lagi sama Ervan.

"lagian, biaya hidup dari Gilang kan"

"ya iya emang, tapi gak usah diperjelas juga"

"mau-maunya"

"apaan sih, ga usah ledekin aku ya"

Ervan terdiam menahan tawanya, Laura aja bisa mandiri, tapi kenapa Maura harus bergantung sama Gilang.

"gak minta kerja, kaya kembaran kamu itu"

"Laura kerja juga karena Revan kan"

"ya setidaknya, dia gak numpang hidup sama Revan"

"apaan sih, ledek aja terus"

Ervan terkiki mendengar kalimat kesalnya Maura, Maura tak peduli dan memalingkan pandangannya pada jalan raya.

---

Revan menatap minuman digelasnya dengan malas, Vanya yang duduk dihadapannya pun bingung untuk melakukan apa.

"Ervan memang keterlaluan, saya harus bilang apa sama pak Angga"

"bilang aja yang sebenarnya pak, lagian kan udah kepalang ketahuan juga"

"ya iya, tapi kan gimana jadinya, perusahaan jadi rugi"

"iya tapi kan ini terakhir"

"masih mending perusahaan Gilang, biar minta ganti juga kerjasama tetap jalan, tapi yang ini, udah harus ganti ditambah semua kerjasama diputus"

"sabar pak, mungkin ini yang terbaik"

Revan mengusap wajahnya, ini adalah satu kabar buruk yang sangat dihindari Revan.

Perusahaan yang cukup banyak menanam modal diperusahaannya malah memutus kerjasamanya, jelas saja Revan kesal.

Usaha terakhirnya tak menghasilkan keuntungan.

"pak Revan, apa saya masih harus mengerjakan 2 pekerjaan lagi"

"kamu mau pindah bagian"

"jangan pak, saya gak mau"

Revan tersenyum dan mengangguk, tentu saja tidak karena Revan juga tidak menginginkannya.

Akan sulit bagi Revan untuk menemukan orang seperti Vanya.

"saya putuskan besok, saya bicara dulu sama pak Angga"

Vanya mengangguk dan terdiam menikmati minumannya.

"kamu masih ada kerjaan di kantor"

"ada pak, masih banyak"

"ke kantor sendiri bisa"

"bisa"

"saya ada urusan dulu, kamu ke kantor duluan saja"

"baik pak, tapi pak, kalau pak Angga datang dan menanyakan pak Revan gimana"

"bilang saja, saya makan dulu diluar"

"baik pak"

"kalau gitu saya duluan, kamu mau pesan makan"

"gak usah pak, saya langsung ke kantor saja"

"baiklah, terimakasih Vanya"

"sama-sama pak"

Revan bangkit dan berlalu meninggalkan Vanya, Revan merasa malas untuk kembali ke kantor setelah mendapat hasil dari usaha terakhirnya hari ini.

---

Maura gelisah melihat Ervan yang mendatangi gerai ponsel mewah, itu bukan gerai perbaikan ponsel.

"mbak, lihat yang hitam ini"

"silahkan pak"

Maura menganga melihat ponsel pilihan Ervan, itu jelas mahal bagaimana bisa Maura membelikannya untuk Ervan.

Ervan meneliti ponsel ditangannya, Ervan tertarik dengan ponselnya, dan menoleh Maura sambil menunjukan ponselnya.

"jangan"

"kok jangan, aku mau ini, mbak yang ini berapa"

"itu 15 juta aja pak"

"astaga, Ervan"

Maura menggeleng tak percaya dengan nominal yang didengarnya.

"bungkus mbak"

"apaan sih Ervan, uang aku gak sebanyak itu"

"aku tahu"

"ya terus"

"silahkan pak, ada garansinya untuk 6 bulan kedepan"

"ok, bayar pakai ini"

Ervan memberikan kartu rekeningnya untuk melunasi pembayarannya, Maura mengernyit, tak mengerti dengan apa yang dilakukan Ervan.

"silahkan pak, terimakasih"

Ervan mengangguk dan menyimpan kembali kartu rekeningnya.

"ayo"

"apa sih kamu ini"

"ayo apa lagi"

Ervan menarik Maura untuk pergi meninggal gerai ponselnya, Maura hanya menuruti dan mengikuti langkah Ervan sampai akhirnya Ervan membawa Maura ke tempat makan.

"kenapa kesini"

"aku mau makan, bayarin aku makan disini"

"ih aneh banget sih"

"apa lagi Maura, kamu kan gak bisa beliin aku hp baru, uangnya gak cukup kan, jadi cepat sana beliin aku makan"

"kok gitu"

"Maura"

"Ervan"

"aku lapar, sana ah lama banget, lelet tahu gak"

"ih kamu ya, menyebalkan tahu gak"

"dengar gak kamu, pesan sekarang, cepat"

Maura mengangkat kedua alisnya dan berlalu meninggalkan Ervan untuk memesan makanan.