Revan berlari menghampiri Angga, memastikan keadaan Angga dan beralih pada Maura dan Riska.
Maura masih saja terisak menantikan pemeriksaan Laura yang tak kunjung selesai.
Revan diberitahu Angga, jika Laura kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit.
"kenapa bisa seperti ini, mah"
"mereka mengikuti papah dan mamah saat keluar dari bank"
Revan mengernyit, dan tahu apa yang dimaksud Riska.
"tapi kenapa Laura, bagaimana bisa"
"mamah gak tahu, Laura tiba-tiba saja datang dan menolong kami, tapi Laura tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri"
"maksud mamah apa, Laura kenapa"
"perampok itu menusuk Laura berkali-kali sampai membuat Laura tak sadar"
Revan menggeleng, apa yang dikatakan Riska cukup membuat Revan syok.
"bagaimana sekarang, Laura baik-baik saja kan, mah"
Riska menggeleng, dokter belum memberi kabar apa pun, dan bagaimana Riska bisa menjawab pertanyaan Revan.
"enggak"
Revan menggeleng dan menjauh dari Riska, Revan tak ingin mendengar apa pun, Laura tak boleh celaka.
Lama menunggu, dokter pun keluar, dengan cepat mereka mendekat dan menanyakan keadaan Laura.
"mohon maaf, pasien sangat kritis karena terlambat dibawa kesini, pasien kehilangan banyak darah dan itulah yang membuatnya kritis"
Semua merasa tak percaya dengan apa yang didengarnya, fikiran Revan melayang kemasa dimana Revan menyaksikan hembusan nafas terakir Liora waktu dulu.
Tubuh Revan limbung, beruntung Angga menahannya.
Angga berusaha menenangkan Revan, meski tak mendapat hasil apa pun.
"saya kembarannya dok, darah saya dengan Laura, ayo ambil darah saya dan selamatkan Laura"
Dokter mengangguk dan mengajak Maura untuk mengikuti prosedur pemeriksaan donor darah.
"Laura"
"tenanglah Revan"
"gak mungkin, ini gak mungkin pah, dokter pasti salah"
Revan mulai terisak, bayangan buruk masa lalunya menari indah difikiran Revan.
Revan tak ingin kehilangan untuk kesekian kalianya, bagaimana pun keadaannya Laura harus kembali kepelukannya.
"kamu berdoa untuk hal baik itu Revan, Laura pasti akan baik-baik saja"
Revan terduduk, menjambak rambutnya prustasi, Revan ingat jelas saat Laura meminta izin untuk pergi bersama Maura.
"harusnya Revan gak biarin Laura pergi tadi pagi, hal ini pasti gak akan terjadi"
Angga terdiam melihat keadaan Revan, sebesar itu perasaan Revan pada gadis bisu itu.
Gadis yang sangat Angga benci karena telah mengganggu putra kesayangannya, Gadis yang dianggap memalukan bagi nama baik keluarganya.
Justru gadis itu yang mampu membuat kacau putra kesayangannya.
"kenapa seperti ini Laura, aku minta maaf gak bisa jaga kamu dengan baik"
Riska turut menangis melihat keadaan Revan, Riska sangat tahu jika putranya itu sangat rapuh.
Riska tak bisa melihat Revan terluka, Riska hanya ingin melihat Revan bahagia.
"aarrrggghhhhttt"
Revan bangkin dan memukul tembok dibelakangnya, Riska dan Angga dibuat kaget dengan kelakuan Revan.
"Lauraaaa"
"tenang Revan, jangan seperti ini"
"Laura, Revan harus lihat Laura mah, gak bisa, Revan harus masuk"
"gak bisa"
Riska dan Angga menahan tubuh Revan agar tak memasuki ruangan Laura, Revan harus mentaati peraturan rumah sakit jika ingin Laura ditangani dengan baik.
"Lauraaaa"
"cukup Revan, diamlah"
Bentak Angga, fikiran Angga pun kacau, karena dirinya kini Laura terluka dan berada diambang hidup dan mati.
Dokter kembali dengan kabar baik, donor darah bisa segera dilakukan hari itu juga karena memang kondisi Maura memungkinkan untuk hal itu.
"Tenanglah, Laura akan baik-baik saja, buang fikiran buruk mu itu"
Ucap Maura yang kemudian masuk menyusul dokter, Riska berusaha tersenyum menatap Revan.
"dengar itu Revan, kamu harus yakin"
"Revan gak mau kehilangan lagi, sudah cukup Liora saja"
Riska mengangguk dan memeluk Revan, Riska pun tak lupa dengan kejadian Liora tapi Riska tak ingin menyamakan kejadian itu dengan kejadian Laura.
----
Ponsel Gilang berdering, dilayar tertulis nama Revan.
Gilang tengah dirumah Maura bersama dengan Jessy dan Ervan, entah kenapa mereka bisa bersamaan berada disana.
"hallo, iya Revan"
"Maura di rumah sakit"
Samar suara Revan yang terdengar tapi cukup jelas untuk Gilang mengerti, setelah menanyakan keadaan Maura dan juga lokasi rumah sakit, Gilang memutus sambungannya. "ada apa"
"bukan urusan mu"
Gilang melangkahkan kakinya tapi ditahan Jessy, Gilang kesal dengan hal itu tapi Ervan senang melihatnya.
"lepas Jes"
"kamu mau kemana, jangan pergi gitu aja"
"lepas aku bilang, ini bukan urusan mu"
"apa pun yang berhubungan denga kamu, itu adalah urusan aku juga"
Ervan berlalu dan menelpon Revan, menanyakan apa yang terjadi.
Ervan memutus sambungannya setelah mendapat jawaban dari Revan, bergegas menyusul Revan tak peduli meski ada orang tuanya disana.
----
Ervan menghampiri 3 orang yang tampak kacau itu, mereka menatap heram kedatangan Ervan yang tiba-tiba.
Revam mengabari Gilang, tapi kenapa Ervan yang datang.
"gimana Maura"
Semua terdiam, semakin bingung dengan apa yang didengarnya.
"kenapa diam, Maura mana"
"ada urusan apa kamu sama dia"
Ervan mengernyit mendengar pertanyaan Angga, itu bukan jawaban yang diinginkannya saat ini.
"kamu telpon dia Revan"
"Revan menghubungi Gilang, Maura kekasih Gilang, sudah pasti Revan mengabarinya"
"lalu untuk apa dia disini"
"sudahlah pah, biarkan saja"
Riska menengahi ketegangan Angga dan Ervan.
Lama menunggu, Maura keluar bersama dengan dokter, Ervan pun langsung menghampiri Maura dan begitu juga dengan Revan.
"Maura"
Maura turut heran dengan keberadaan Ervan.
"donor darahnya sudah selesai, kita tunggu perkembangan pasien untuk beberapa waktu kedepan"
"dia pasti baik-baik aja kan dok"
Dokter mengangguk, memang itu yang diinginkan semuanya.
"saya permisi, saya akan kembali saat jam periksaan nanti, jangan ada yang mengganggu pasien sampai sadar nanti"
Semua mengangguk, meski Revan tak sabar ingin melihat keadaan Laura.
"kamu gak apa-apa kan"
"aku gak apa-apa, kamu kenapa bisa disini"
Perbincangan Ervan dan Maura berhasil menarik perhatian 3 orang didekatnya, terutama Revan.
Bagaimana bisa mereka dekat seperti itu, sejak kapan, bukankah mereka tak pernah saling mengenal tapi kenapa Ervan seperhatian itu pada Maura.
"duduk ya"
Maura mengangguk dan ikut Ervan melangkah duduk.
"mau aku belikan minum"
"gak usah, aku gak apa-apa"
Maura terdiam menatap Ervan, Maura ingin yang ada didekatnya adalah Gilang bukan Ervan.
Tapi kemana Gilang, kenapa dia gak datang kenapa justru Ervan yang ada bersamanya.
"tadi aku lihat Gilang dengan wanita bernama Jessy"
Maura mengernyit mendengar kalimat Ervan.
"tadi Revan menghubungi Gilang, memberi tahu tentang kondisi kamu"
"lalu mana dia sekarang"
"wanita itu menahan Gilang agar tak pergi, karena itu aku yang kesini"
"untuk apa"
"aku tahu, kamu pasti mengharapkan Gilang, tapi aku gak akan biarkan kamu mengharap hal yang tak pasti"
Maura terdiam, lagi dan lagi, Gilang lebih memilih Jessy dari pada dirinya sekarang.