"Laura, aku ke kantor dulu ya, aku harus kesana karena ada pertemuan hari ini, nanti siang aku kesini, kamu istirahat ya"
Laura mengangguk, semalaman Revan menemani Laura di rumah sakit, dan pagi ini Revan harus pergi ke kantor.
"jangan bandel, ikuti apa kata dokter biar kamu cepat pulang, dan kita cepat bareng lagi, dengar ya"
Revan mengecup kening Laura dan berlalu meninggalkannya, jika boleh memilih, ingin sekali Revan tetap bersama Laura agar bisa membantu apa yang dibutuhkannya.
"mah, titip Laura ya, kalau Maura belum datang, mamah gak boleh kemana-mana"
"iya, kamu tenang aja, mamah juga ngerti"
"ya udah Revan berangkat dulu"
"hati-hati, fokus sama kerjaan, Laura aman sama mamah"
Seperginya Revan, Riska pun masuk untuk menggantikan Revan menemani Laura.
Angga pun hari ini ke kantor, karena pertemuan yang dimaksud Revan juga melibatkan Angga.
"gimana sekarang Laura, udah enakan"
Laura mengangguk, kondisi Laura memang semakin membaik, tapi sampai sekarang Laura masih harus berbaring tengkurep karena memang lukanya yang masih basah.
"udah sarapan"
Laura kembali mengangguk, Revan sudah menyiapkan semuanya tadi termasuk juga sarapan dan obat Laura.
"makasih ya Laura, maaf juga, gara-gara om sama tante sekarang kamu jadi seperti ini"
Laura menggeleng dan meraih tangan Riska, Laura mengenal keduanya, bagaimana bisa Laura membiarkan mereka dalam bahaya.
"selama kamu belum sembuh, kamu tinggal sama tante ya, om juga sudah beri izin untuk itu, kamu jangan khawatir"
Laura diam tak memberi respon apa pun, bagaimana Laura bisa merasa nyaman berada disana, jika mereka bukan keluarganya.
"tante mau kamu sembuh, tante akan rawat kamu dengan baik, kamu jangan takut jika om marah, tante sudah bilang tentang ini kemarin"
Untuk tinggal di rumah Maura saja, Laura enggan, gimana lagi harus tinggal di rumah Revan.
Laura tersenyum, memberi sedikit respon pada Riska, meski sebenarnya Laura keberatan untuk hal itu.
"ya sudah, kalau gitu sekarang kamu istirahat ya, jangan banyak fikiran dan kalau ada apa-apa kamu bisa minta tolong tante, jangan sungkan"
Laura mengangguk dan terdiam, Laura memang tidak ingin melakukan apa pun.
Laura hanya ungun cepat sembuh dan cepat pulang.
----
Sampai hari ini, Ervan dan Maura terlihat masih bersama, kemarahan Maura terhadap Gilang masih saja ada, itulah yang membuat Ervan tetap bersama Maura.
Ervan menunggu Maura diteras rumah ditemani dengan segelas teh hangat, Maura sedang sibuk bersiap dengan dandanannya.
Ervan terdiam bergelut dengam fikirannya, Ervan merasa telah mencintai Riana tapi, kenapa Ervan bisa dengan mudah dekat dengan Maura dan melupakan Riana.
Ervan tak peduli dengan kemarahan Riana padanya, yang jelas Ervan betah bersama dengan Maura saat ini.
"Ervan, kamu mau sarapan disini"
Ervan mengerjap mendengar suara Maura, demgan cepat Ervan bangkit dan melangkah masuk.
"kamu masak"
"udah dari tadi, udah siap makan"
"bolehlah, laper juga"
Maura tersenyum dan mengajak Ervan untuk makan bersama, Ervan meneliti penampilan Maura, memang berbeda dengan Laura.
Jika Laura lebih pada tampilan seadanya, Maura justru terlihat lebih modis, dan Ervan suka dengan itu.
"ayo makan"
"banyak juga kamu masak"
"iyalah, kan ada tamu dirumah, jadi aku masak banyak"
Keduanya mulai mengambil apa yang diinginkan, dan menikmatinya dengan tenang. Ervan merasa masakan Maura tak kalah enak dari masakan Laura.
"gimana, enak"
Ervan mengangguk tanpa menjawab, karena mulutnya penuh dengan makanan.
"Ervan, kamu kenapa gak pulang ke rumah"
Ervan terdiam dan melirik Maura sesaat, Ervan tak peduli dan kembali melahap makanannya.
"gak minat bantuin Revan"
"gak ada kepercayaan"
"mungkin karena kamu selalu mengecewakan"
Ervan terdiam menatap Maura, bagaimana bisa dia berkata seperti itu pada Ervan.
"aku tahu kok, masalah perusahaan kamu sama Gilang, itu ulah kamu kan"
"lalu kenapa"
"gak apa-apa sih, gak ada urusannya juga sama aku"
"ya udah, gak usah dibahas"
Ervan kembali melahap makanannya, Maura tersenyum, perkataan Ervan membuatnya penasaran tentang apa yang terjadi dikeluarga mereka sampai Ervan harus pergi dari rumah.
"kenapa gak coba pulang dan minta kesempatan"
"percuma, mereka memang tak pernah menghargai usaha ku"
Maura mengangguk, dan terdiam untuk menikmati hidangannya.
"keluarga kamu kemana"
"orang tua aku udah meninggal, dan aku cuma tinggal sama Laura"
"gak ada sanak saudara"
"ada, cuma gak tahu dimana"
"kok bisa"
"gak minat tahu juga sih, soalnya sejak mamah sama papah gak ada, mereka juga gak peduli sama aku sama Laura"
Giliran Ervan yang mengangguk, mungkin itulah alasannya kenapa Maura akhirnya menggantungkan hidup pada Gilang.
"kamu gak minat usaha seperti Laura"
"Gilang gak kasih izin, aku juga udah bilang"
"kenapa"
"dia bilang, dia juga bisa menuhi kebutuhan aku, jadi gak usah cape kerja"
Ervan tersenyum mendengar jawaban Maura, semudah itukah hidup Maura.
"tapi giliran kaya gini, kamu bingung sendiri kan, mau minta juga malu"
Maura mengangkat kedua alisnya, ucapan Ervan memang benar, tapi mau gimana lagi keadaan sudah seperti itu.
"sebenarnya, hubungan kamu sama Revan itu gimana".
"maksud kamu"
"Laura pernah cerita sama aku tentang kalian berdua, katanya sih pernah ada selisih gitu"
"aku gak suka aja sama dia, papah sama mamah terlalu membela dia, segala sesuatu dia, mau benar mau salah tetap dia"
"iri kan, karena Revan lebih dipercaya"
Ervan terdiam, mungkin memang tak akan ada yang bisa mengerti perasaannya.
"ya udah kamu pulang aja, minta maaf, pasti bisa kok, biar gak keluyuran gak karuan kaya sekarang"
"biar aja, mereka memang ingin semua ini"
"mereka ingin kamu lebih baik lagi, Ervan"
"lebih baik apa, kalau fikirannya buruk terus kapan bisa jadi baik"
"ngeselin banget"
"kamu gak tahu apa-apa, udah diam aja"
"aku cuma ngingetin aja, siapa tahu apa yang aku bilang itu benar kan"
"so tahu, udah makan aja"
Maura diam, fokus dengan makanannya sesuai dengan permintaan Ervan.
Ervan terdiam menatap Maura, ucapan Maura mungkin benar.
Jika bisa dimaafkan, mungkin Ervan akan mendapat kepercayaan lagi, dengan begitu Ervan akan meminta apa yang diinginkannya nanti.
"Maura, kamu mau membantu ku"
"bantu apa"
"jawab aja dulu, mau atau enggak"
"iya jawab dulu juga, bantu apa"
"udah, mau atau enggak"
"hal baik atau hal buruk"
"hal baiklah, masa iya"
"ya udah, apa"
"besok aku jemput jam 9 ya"
"kemana"
"ok aja, bawel"
"ya udah ok"
Ervan tersenyum dan mengangguk dengan jawaban Maura, Ervan yakin Maura akan bisa membantunya mensukseskan keinginannya.
Maura mengangkat satu alisnya, apa yang menjadi tujuan Ervan, tak dapat ditebaknya saat ini.