Maura mengunci pintu rumahnya, Ervan masih setia menemani Maura, sekarang mereka akan kembali ke rumah sakit.
Berada di rumah pun tak bisa membuat Maura tenang, karena itu Maura memilih kembali ke rumah sakit untuk tetap bersama Laura.
"kamu gak pulang dulu"
"pulang kemana, enggaklah ngapain"
"gak mandi, jorok"
"gak mandi juga gak bau, tetap keren juga"
Maura tersenyum dan memasuki mobil bersamaan dengan Ervan.
Baru sedikit Ervan memundurkan mobilnya, suara gebrakan terdengar dari belakang mobil.
"apa itu"
Keduanya menoleh dan melihat sosok Gilang disana, Ervan melirik Maura yang tampak enggan melihat sosok tersebut.
"tabrak aja"
Ervan terkiki mendengar ucapan Maura.
"malah ketawa"
"tabrak aja, emang itu tikus, itu orang kali"
"bodo amat"
"udah sana keluar, jangan sampai dia mukulin aku lagi"
"gak mau"
"ya udah biar aku aja yang keluar, kalau ribut lagi jangan nangis ya"
Ervan membuka pintunya, tapi seketika itu pula Maura menahannya.
"apa"
"ya udah iya aku turun, tapi jangan pergi ya"
"siap tuan putri"
Ervan kembali menutup pintunya dan Maura pun keluar menemui Gilang.
Ervan terdiam memperhatikan mereka yang ada dibelakang mobilnya, Ervan tersenyum melihat mereka yang tampak bertengkar.
"bahagia memang bisa dimana aja, gak harus di rumah"
----
"keluarga Laura"
Revan dan Keysha bangkit dan menghampiri dokter saat mendengar nama Laura.
"gimana dok"
"pasien sudah sadar pak, keadaannya juga sudah cukup baik"
Revan tersenyum, ucapan dokter benar-benar membuatnya lega.
Segala kecemasan yang sejak tadi mengganggunya menghilang seketika.
"saya boleh masuk dok"
"boleh, tapi sendiri saja, dan jangan terlalu mengajaknya bicara, karena memang masih harus banyak istirahat"
"baik dokter"
"satu lagi, jangan buat pasien terlalu banyak bergerak agar lukanya cepat pulih"
Revan mengangguk paham, setelah kepergian dokter, Revan pun langsung masuk tanpa bicara apa pun pada Keysha.
"Laura"
Revan mendekati Laura, Revan merasa sedih dengan keadaan Laura yang harus tidur tengkurep karena luka dipunggungnya.
Revan berjongkok agar Laura bisa melihat dirinya.
"hey, kamu dengar aku kan"
Revan mengusap lembut pipi Laura, membuatnya perlahan membuka mata.
Revan tersenyum saat melihat Laura tersenyum.
"sakit"
Laura mengangguk, Revan semakin sakit dengan kondisi Laura.
Revan sangat menyesal telah membiarkan Laura pergi bersama Maura pagi itu.
"maaf ya, aku gak bisa jaga kamu"
Laura meraih tangan Revan yang masih dipipinya, gerakan tangan Laura mampu membuat lukanya terasa sakit, Laura memejamkan matanya sesaat dan kembali menatap Revan.
"harusnya aku gak biarin kamu pergi sama Maura, pasti kamu gak akan seperti ini, aku minta maaf"
Laura tersenyum, matanya masih terasa berat akibat dari tidak sadarnya.
Laura perlahan mengangkat tangannya dan mulain memainkan jemarinya, tapi Revan menghentikannya, Revan ingat pesan dokter jika Laura tidak boleh banyak bergerak.
"apa, kamu mau bertanya keadaan papah sama mamah"
Laura mengangguk, Revan tersenyum karena tebakannya tepat.
"mereka baik-baik saja, sekarang lagi istirahat di rumah, kamu jangan khawatir"
Laura menghembuskan nafas leganya, Laura tak ingin jika Riska atau pun Angga mengalami hal serupa dengan dirinya, karena Revan pasti akan sedih jika itu terjadi.
----
Maura dan Ervan berjalan meninggalkan parkiran, kedatangan Gilang tak bisa menghentikannya untuk pergi bersama Ervan.
"mungkin lebih baik, kamu sama aku deh Maura, kasian kalau sama Gilang"
"apaan sih, kenapa emang sama Gilang"
"nyakitin, mending sama aku, nyenengin kan"
Maura tersenyum dan memukul Ervan, percaya dirinya Ervan membuat Maura merasa lucu.
"emang benar"
"enggak, enak aja"
"ih gak mau ngakuin, udah putusin aja si Gilang, terus jadian deh sama aku"
"apaan sih"
Maura kembali memukul Ervan yang tampak tertawa karena ucapannya sendiri.
"itu Keysha, kok sendiri, Revan mana"
"ke toilet kali, atau enggak, dia lagi cari makan"
"bisa jadi"
Keduanya menghampiri Keysha yang berdiri dipintu ruang rawat Laura.
"Key, Revan mana"
"Revan didalam, tadi Laura udah sadar jadi dia masuk"
"Laura udah sadar"
"iya"
"syukurlah, akhirnya Laura sadar juga"
Sama seperti Maura, Ervan pun merasa itu adalah kabar baik yang ditunggunya.
Ervan merasa gelisah dihatinya menghilang seketika setelah mendengar kabar tersebut.
"aku harus masuk"
"gak bisa, dokter hanya mengizinkan satu orang saja"
"ya tapi aku harus masuk"
"udahlah Maura, tunggu dulu Revan keluar"
"gak bisa"
"bisa, ayo duduk"
Ervan membawa Maura untuk duduk dan menunggu Revan keluar dari ruangan, sedikit keributan sempat terjadi diantara keduanya.
Tapi Ervan berhasil membuatnya diam.
"Ervan, aku pulang dulu ya, Laura kan juga udah sadar"
"pulang, oh ya udah, perlu diantar"
"gak usah, bawa mobil kok"
"oh ya udah, hati-hati, makasih ya"
Keysha mengangguk dan berlalu meninggalkan keduanya.
----
Riska dan Angga pun terlihat datang kembali ke rumah sakit, Revan telah memberi kabar tentang Laura yang kembali sadar.
Keadaan sempat canggung saat Angga bertemu dengan Ervan, tapi Riska berusaha untuk menengahinya.
Setelah cukup menunggu, mereka pun bergantian untuk melihat kondisi Laura, termasuk juga Ervan.
Tapi tidak dengan Angga, Angga memilih diam diluar tanpa menemui Laura.
Itu bukan masalah, Angga ikut datang karena ingin tahu perkembangan kondisi Laura dari dokter langsung, meski tak melihat Laura setidaknya Angga bisa tahu perkembangannya.
Kini mereka sedang berkumpul diluar, dokter juga kembali memeriksa Laura didalam sana.
"apa administrasinya sudah selesai"
Maura hampir lupa menanyakan hal itu, semua terdiam termasuk Revan, karena Revan juga tidak mengurusi hal itu.
"semua sudah selesai, tinggal menunggu Laura pulih dan langsung pulang"
Jawab Angga, Angga memang menyelesaikan semuanya seblum pulang tadi pagi, dan sekarang mereka hanya tinggal menunggu kepulangan Laura.
"baiklah, apa Laura harus menggantinya"
"tak perlu, anggap saja ini ucapan terimakasih saya untuk Laura, karena sudah membantu saya sampai mengorbankan dirinya sendiri"
"Laura memang berbeda, bukan hanya berbeda karena dia tidak bisa bicara, tapi Laura juga berbeda karena selalu mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri"
"apa benar seperti itu"
Maura mengangguk, sejak kecil Laura memang sering mengalah pada Maura.
Dan berbagai hal lainnya pun, Laura selalu mengutamakan orang lain.
"itulah yang membuat Laura istimewa, tapi terkadang kekurangannya yang tak bisa bicara, Laura jadi sering disepelekan orang-orang, itulah alasannya kenapa Laura tak suka berada dikeramaian, karena Laura selalu sedih karena keadaannya sendiri"
Kalimat Maura membuat semua terdiam, terutama Angga yang selama ini selalu menyepelekan Laura karena kebisuannya.
Mungkin benar, Angga sudah keterlaluan menilai Laura, tanpa mencoba mengenalnya lebih dulu, Angga sudah langsung membencinya.
Ervan merangkul Maura dan mengusap pundaknya, berharap Maura bisa tetap kuat dan menjadi kekuatan untuk Laura.