Laura meminta izin pada Revan untuk pergi bersama Maura, menemani Maura yang tengah bermasalah.
Revan setuju asalkan mereka tetap baik-baik saja, Revan pun berlalu untuk segera ke kantor.
Laura pun bersiap sebelum nanti Maura datang, Laura tidak membuka warung karena memang tidak memungkinkan jika hanya Fitri yang disana.
Lama bersiap, untunglah Maura datang setelah Laura selesai.
Mereka pun pergi berdua, menuruti kemauan Maura untuk pergi sekedar mencari hiburan.
Ingin sekali Laura bertanya tentang Gilang atau pun Ervan, tapi sepertinya Maura sedang tak ingin banyak bicara untuk saat ini.
Jauh mereka pergi, Maura masih tak ingin menghentikan langkahnya.
berkali-kali naik turun taxi, Maura masih tak menemukan tujuannya, Laura mulai lelah mengikuti keinginan Maura tapi apa mau dikata, jika menolak pasti akan menambah kekesalan Maura.
"Laura, kamu mau makan"
Laura mengangkat kedua bahunya, Laura akan mengikuti kemana Maura pergi, termasuk juga makan, jika Maura makan pasti Laura juga akan makan.
"ya udah cari makan dulu ya"
Laura mengangguk dan kembali mengikuti langkah Maura, keduanya memasuki salah satu cafe terdekat.
Maura memang merasa lapar sejak tadi, tapi Maura malas untuk hal itu.
Keduanya memesan makanan, setelah dihidangkan langsung saja mereka menikmatinya.
Laura tetap diam tanpa berisyarat apa pun, Laura hanya akan menjawab kalimat Maura saja.
"kalau aku putus gimana"
Laura mengernyit dan menghentikan kegiatan makannya, Laura terdiam menatap Maura.
"apa, aku yakin, wanita itu pasti akan terus mengganggu Gilang"
Laura mengangkat satu alisnya, mungkin itu benar tapi bukan berarti Maura harus mengakhiri semuanya begitu saja.
"belum apa-apa, Gilang udah berani kasar lagi, itu sudah jelas kan Laura"
Laura menggeleng, siapa pun pasti akan marah jika melihat kekasihnya mesra dengan yang lain.
"aku susah payah bertahan sama Gilang selama ini, saat tak ada cinta sampai akhirnya ada cinta, tapi baru sesaat saja Gilang berubah lagi"
Laura kembali menikmati makanannya, Laura harus berfikir ulang untuk mengatakan apa yang akan menjadi jawabannya pada Maura.
"aku tahu kok, Gilang pasti masih mengenang wanita itu, buktinya dia masih saja memilih wanita itu dari pada aku"
Laura meneguk minumannya dan terdiam menatap Maura, semua keputusan memang ada pada Maura dan Gilang, tapi apa Maura tak ingin berjuang untuk kebahagiaannya.
"aku gak mau ada gangguan orang ketiga, aku udah bilang itu sama Gilang tapi, kenapa dia malah merespon wanita itu"
Laura mengisyaratkan agar Maura berbicara dulu dengan Gilang, untuk hasil akhirnya mereka akan tentukan bersama nanti.
"aku gak mau ketemu sama dia"
Ditengah perbincangannya, terdengar kegaduhan diluar sana.
Laura yang penasaran dengan keributan itu pun, pergi meninggalkan Maura dan keluar dari cafe.
"Laura mau kemana"
Banyak orang disana, tak sedikit juga yang menjerit histeris, Laura semakin penasaran dengan apa yang terjadi.
Dengan menerobos kerumunan, Laura berhasil berdiri paling depan.
Laura membulatkan matanya saat tahu apa yang terjadi, Angga dan Riska berada disana.
Mereka mengalami hal buruk, rupanya ada yang hendak mengambil milik Angga.
Beberapa orang siap menghajar Angga jika saja Angga tak memberikan apa yang mereka mau.
"Laura, kamu ngapain disini, ayo masuk"
Laura menolak tarikan Maura, Laura tak bisa hanya diam melihat bahaya yang mengancam orang tua Revan.
Laura berusaha meminta orang disana untuk membantu Angga tapi tak ada yang berani, teriakan Riska membuat Laura kaget, rupanya Angga sudah mulai dilukai oleh para perampok itu.
"Laura diam ini bahaya"
Laura menggeleng, melihat orang-orang itu mengeluarkan senjata, Laura semakin khawatir dengan Angga dan Riska.
Laura dengan cepat berlari dan mendorong perampok itu bersamaan, semua syok termasuk juga Angga dan Riska.
"Laura, pah .... Laura pah"
Angga terdiam menatap Laura yang membantu Riska bangkit, keributan semakin menjadi saat salah satu perampok itu hendak memukul Laura, beruntung Angga bangkit dan menggagalkannya.
"Laura, balik Laura"
Teriak Maura khawatir, tapi Laura tak peduli.
"kenapa kalian cuma diam saja, ayo bantu mereka, kemana keamanan disini, bagaimana bisa seperti ini, tolong"
Maura semakin tak karuan saat Angga kembali dipukuli karena tak ingin memberikan tas yang dipegangnya.
"Laura diam disini sayang"
Riska menahan Laura untuk kembali menolong Angga, Laura berhasil membawa Riska menjauh dari bahaya tapi Laura juga tak boleh membiarkan Angga terluka lebih.
"Laura jangan, tante mohon"
Laura tak peduli, Laura sangat kesal dengan orang-orang disana yang hanya menjerit tak jelas tanpa memberikan bantuan apa pun.
Laura berbalik saat sebuah kayu terlempar kearahnya, itu adalah kayu yang terlepas dari tangan perampok akibat tendangan Angga.
Dengan cepat Laura meraihnya, dan memukulkannya pada mereka yang melukai Angga.
Tenaga Laura cukup untuk membuat mereka terjatuh, Laura pun membantu Angga bangkit dan membawanya kearah Riska.
"Lauraaaaa"
Jerit histeris Maura dan Riska terdengar bersamaan dengan jeritan orang disana, Laura tak sempat menghindar sampai akhirnya salah satu dari perampok itu menusuk punggung Laura dengan senjata yang dibawanya berkali-kali.
Bersamaan dengan itu Angga pun mendapat pukulan dan membuatnya terjatuh bersamaan dengan Laura.
Perampok itu kebur setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, Maura berlari kearah Laura.
Darah begitu banyak mengalir, Maura begitu panik dengan keadaan itu.
"Laura, Laura kamu dengar aku kan, Laura, apa kalian masih akan diam saja, cepat bantu"
Teriak Maura, beberapa dari mereka membantu Maura membawa Laura.
Riska membantu Angga yang syok dengan apa yang dilihatnya.
"ayo pah"
"kenapa bisa dia disini"
"jangan tanyakan itu, kita harus cepat bantu Laura, ayo pah"
Angga bangkit dan keduanya pun menyusul kearah Laura dibawa pergi, bantuan mereka berhasil membawa Laura ke rumah sakit terdekat.
Maura semakin kalut saat Laura tak lagi sadarkan diri, ini sangat diluar dugaan, Maura tak tahu harus melalukan apa saat ini.
"maaf bu, silahkan tunggu diluar"
Langkah Maura terhenti, karena tak dapat masuk IGD.
Maura tak bisa berfikir, Maura kacau melihat keadaan Laura.
Riska menghampirinya dan berusaha menenangkannya, tapi tak bisa, Maura tetap saja kalut.
"Maura, jangan seperti ini"
"ini gak mungkin, ini pasti mimpi, aku harus bangun, bagaimana caranya, Laura .... Lauraa"
Maura mulai histeris saat yakin jika semua itu adalah nyata.
"Maura, tenanglah, kita berdoa untuk keselamatan Laura"
"Laura .... ini gak mungkin, kenapa seperti ini"
Ditengah kekalutan Maura, Angga juga tampak gelisah ditempatnya.
Gadis yang sangat dibencinya harus terluka karena menolong dirinya, Angga tak percaya dengan semua itu.
"Lauraaaaaa"
Jeritan Maura tak henti terdengar, membuat suasana semakin panik.
"Maura, tenang Maura"
Maura menggeleng dan terduduk dengan terisak, Maura tak percaya semuanya.