Laura turun dari taxi onlinenya, melangkah memasuki halaman rumah Revan.
Laura tak sabar dengan sepi, karena Revan masih juga tak bisa dihubungi.
"Laura"
Laura tersenyum melihat Keysha yang keluar dari rumah.
"Revan di kantor, katanya ada lembur"
Laura mengernyit, dihari libur bahkan Revan masih saja bekerja.
Menyedihkan, Laura tidak diberitahunya tentang itu.
"kamu gak janjian sama Revan, kok kesini, oh atau mungkin Revan gak kasih tahu kamu kalau hari ini dia lembur, ya ampun padahal Revan di kantor cuma berdua sama sekretarisnya, kok kamu gak dikasih tahu"
Laura menggeleng dan kembali meninggalkan Keysha, Keysha tersenyum dan kembali memasuki rumah.
"siapa Key"
"paket salah alamat tante"
"oh .... kamu gak jadi pulang"
"aku nunggu Revan disini aja"
"oh ya udah, tante ke dapur dulu ya"
"iya tante"
Keysha kembali duduk dan asyik memainkan ponselnya, Keysha senang melihat wajah kecewa Laura saat mendengar kabar darinya.
---
"Maura"
"apa"
"ayo, lama banget"
"iya sebentar"
Maura melangkah menghampiri Gilang yang sudah sejak 1 jam lalu menunggunya berdandan.
"berangkat sekarang"
"bukannya Revan lembur"
"iya, kita ke kantornya aja, dia cuma lembur setengah hari kok"
Maura mengangguk, dan turut memasuki mobil.
Mereka menikmati perjalanannya dengan bercerita banyak hal, tentang pekerjaan dan juga tentang kelanjutan hubungan mereka.
Maura sangat suka dengan pembahasa itu, setiap kali membahasnya, Maura selalu antusias untuk menjawabnya.
"kamu gak ajak Laura"
"dia lagi gak asyik, kesal gak jelas, melamun gak jelas, pokoknya malesin"
"kenapa"
"gak tahu, ribut lagi mungkin sama Revan"
"selalu saja"
Maura mengangkat bahunya acuh, Maura seringkali kesal dengan apa yang dilakukan Laura.
---
Revan dan Vanya berjalan meninggalkan ruangan Revan, pekerjaan mereka sepertinya telah selesai saat ini.
"kamu gak ada kegiatan Van"
"enggak pak, saya hanya disini saja"
Revan mengangguk, beruntunglah memiliki sekretaris seperti Vanya.
Yang bisa melakukan semuanya, kerjanya bagus dan memang bertanggung jawab.
"besok kita ke kantor siapa pak"
"besok, ke kantor pak Yudi dulu, kita jalankan saja kerjasama yang dibuat Ervan"
"buat dananya"
"kita bicarakan nanti saja disana"
Gantian Vanya yang hanya mengangguk, Revan memutuskan untuk mengajak Vanya makan, sebagai ucapan terimakasihnya karena sudah mengerjakan semuanya sesuai dengan keinginan Revan.
"makan dimana pak"
"cafe dekat sini ajalah"
"baiklah, tapi saya gak harus bayar kan"
Vanya tersenyum setelah mengajukan pertanyaannya, Revan menoleh dan ikut tersenyum.
"ya kalau kamu mau bayarin saya sih gak masalah"
"enak aja"
"ya udah, anggap aja ini ucapan terimakasih saya untuk kerja kamu yang bagus"
"ok deh, terimakasih kembali"
Langkah keduanya terhenti saat sadar ada sosok yang berdiri menghalanginya, Revan mengernyit melihat Laura yang tiba-tiba ada disana.
"kamu ngapain kesini"
Vanya melirik keduanya bergantian, Laura terdiam turut melirik Revan dan Vanya bergantian.
"kamu ngapain kesini, aku lagi kerja"
"emm .... pak Revan, saya pulang langsung saja kalau gitu"
"gak perlu, urusannya kan belum selesai"
Revan memalingkan wajahnya dari Laura, meski bukan untuk melirik Vanya, tapi Laura merasa tersinggung dengan hal itu.
"kamu duluan aja, pesan makan duluan nanti saya nyusul"
"iya pak, permisi bu"
Vanya mengangguk hormat pada Laura dan berlalu meninggalkan keduanya, Vanya memang sudah sangat tahu tentang Laura dan hubungannya dengan Revan.
"kenapa kesini, gak ngasih kabar dulu lagi"
Tanpa permisi, Laura merebut ponsel Revan dan menunjukan pesan juga panggilan darinya yang tak dijawab Revan.
"itu berarti aku lagi sibuk, lagian kamu ngapain kesini sih, kamu kan bisa tunggu di rumah atau gak di warung"
Laura menggeleng dan terdiam menatap Revan, Revan memejamkan matanya sesaat.
Revan memang tak bisa untuk acuh pada Laura, tapi rasa kesalnya karena Ervan cukup bagi Revan untuk marah.
"kamu kenapa bikin aku kesal"
Revan menarik Laura kedalam pelukannya, Revan tak bisa melihat Laura sedih, meski sebenarnya Revan masih kesal karena jalan bareng Ervan.
Padahal Laura tahu, kisahnya dulu bersama Riana dan Ervan.
"mamah suruh kamu ke rumah, kenapa malah pergi sama Ervan, apa-apaan kamu"
Laura menggeleng dan membalas pelukan Revan, rasa gelisahnya kini menghilang bersamaan dengan rasa rindunya yang telah terobati.
"aku mau makan sama Vanya, kamu mau ikut makan"
Laura melepaskan pelukannya dan terdiam menatap Revan.
"bukan apa-apa, Vanya sudah bantu aku menyelesaikan masalah yang dibuat Ervan, aku cuma mau terimakasih sama dia"
Bukan mengangguk, Laura justru mengernyit.
Laura tak tahu tentang masalah yang dimaksud Revan.
"nanti aku ceritakan ya, kamu mau ikut atau enggak"
Laura menggeleng, setelah mengembalikan ponsel Revan.
Laura pamit untuk kembali pulang ke rumah, Revan mengangguk menyetujuinya, mungkin itu lebih baik.
Urusan Revan dan Vanya adalah pekerjaan dan Laura tak perlu ikut campur, mereka bisa bicara nanti setelah semuanya selesai.
---
"Laura"
"hah .... apa"
"Laura .... itu Laura kan, tuh lagi jalan"
Gilang melirik arah pandang Maura, dan memang benar, Laura berjalan meninggalkan kantor Revan.
"Laura kan"
"iya tuh, dia kesini juga, tapi mana Revan"
"waaah, ini berarti benar nih, mereka pasti lagi ribut"
"jangan so tahu"
Gilang menghentikan laju mobilnya disamping Laura, Laura menoleh dan terdiam melihat Maura keluar dari mobil.
"Laura, kamu ngapain disini"
Laura mengangkat kedua bahunya, Laura tak ingin memberikan isyarat apa pun.
"Revan mana"
Laura menggeleng, masih tanpa isyarat apa pun.
"kan .... benar kan, kalian pasti lagi bermasalah, kenapa lagi sih Laura hobi banget berantem, masalah apa lagi, cewek mana lagi"
Laura menggaruk alisnya, Laura sedang tak ingin berkomunikasi dengan siapa pun.
"ayo cerita, biar aku bisa bantuin, pusing tahu gak, gara-gara galau kan kamu jadi gak fokus, mana Revan"
Laura menggeleng dan memilih untuk pergi meninggalkan Maura tanpa memberi jawaban apa pun.
"Laura, ih ngeselin banget sih jadi orang"
"Maura, ayo masuk lagi, biarin aja dia pergi dia pasti bisa selesaikan masalahnya sendiri"
"iya iya"
Maura kembali masuk, mobil pun kembali melaju memasuki kantor Revan.
"kenapa katanya"
"gak tahu, gak jawab"
"ya udahlah biar aja nanti juga cerita sendiri"
"ya udah sih"
"oh iya, kayanya Revan juga keluar"
"keluar kemana"
"paling ke cafe depan, tadi aku kihat dia jalan kesana"
"terus ngapain masuk kesini"
"ya parkir dong sayang, kan tujuannya juga emang kesini"
"oh parkir"
Maura mengangguk dan terdiam mengakhiri pembicaraannya, Maura kembali ingat Laura.
Kalau Revan juga keluar, kenapa mereka gak makan bareng aja.
Maura semakin yakin kalau mereka sedang ada konflik, biasanya mereka kan selalu deketan gak kaya sekarang jauh-jauhan.
Maura mengangguk yakin dengan apa yang ada difikirannya.