Revan memasuki rumah dengan langkah lelahnya, Revan merasa sangat dipusingkan dengan masalah kantor.
Revan melihat sekitar, tak terlihat ada orang di rumah itu.
"mamah, papah"
Revan duduk dan berbaring di sofa, Revan memijat keningnya dengan lemah.
"minumnya den"
Revan menoleh dan tersenyum melihat bi Marni mengantarkan segelas minuman untuknya.
"makasih bi, mamah kemana"
"ada d kamar"
"kalau papah"
"tuan pergi setelah bertengkar tadi"
Revan mengernyit dan bangkit, Revan ingin bi Marni menceritakan apa yang terjadi.
"tadi pulang dari kantor, tuan marah besar dan meminta den Ervan untuk pergi dari rumah"
Revan menggeleng, apa mungkin Angga akan sampai setega itu terhadap Ervan.
Revan mengangguk dan kembali melangkah menuju kamarnya.
---
Ervan membawa dua gelas juice, menyimpannya dimeja dan duduk dihadapan Laura.
Laura tersenyum dan menikmati minuman yang dibawa Ervan, Ervan membawa Laura pergi saat kedatangan Laura ke rumahnya.
Meski sempat menolak tapi akhirnya Laura mau dan setuju untuk waktu yang diminta Ervan.
"kamu ada urusan apa ke rumah"
Laura terdiam menatap Ervan, kenapa dia harus bertanya.
"gak masalah, ada ponsel kan, ditulis aja"
Laura mengernyit dan terdiam, sesaat kemudian Laura mengeluarkan ponselnya dan menulis apa yang ingin dikatakannya.
"ada urusan sama bu Riska"
Baca Ervan dengan jelas, Ervan tersenyum dan memainkan ponsel Laura untuk beberapa saat.
"nih, kita chat ya, ngobrolnya di chat biar gampang"
Laura mengangkat sebelah alisnya, dan menerima kembali ponselnya.
Ervan telah save nomor miliknya di ponsel Laura, setelah sekian lama kenal baru saat ini mereka bertukar kontak.
"ada apa sama mamah"
Chat Ervan, Laura membukanya dan melirik Ervan sesaat.
"ayo balas"
"hemmm"
Laura menghembuskan nafasnya dan membalas chat Ervan.
"bu Riska yang minta aku datang, katanya sekedar menemani bu Riska mengobrol di rumah"
Ervan tersenyum membaca pesan Laura, ternyata mereka sudah sedekat itu.
Ervan menatap kosong meja dihadapannya, fikirannya teringat saat dulu dirinya merebut Riana dari Revan.
"untuk apa membawa aku kesini"
Ervan mengerjap ketika pesan Laura masuk ke ponselnya, dan terdiam menatap Laura dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"apa"
Pesan Laura kembali masuk, Ervan mengangguk dan malah menikmati minumannya.
Laura menggeleng dan turut menikmati minumannya, Laura ingin pergi dari tempat itu.
Melihat jam diponselnya, Laura yakin jika Revan sudah berada di rumah sekarang.
Seharian bersama Ervan, cukup membuat Laura lelah.
"boleh aku pulang"
Laura kembali mengirim pesan pada Ervan, tapi Ervan tidak menjawabnya.
"aku harus kembali ke warung"
Ervan tetap enggan menjawab apa yang dituliskan Laura, Laura mulai kesal dengan Ervan.
Bagaimana bisa Ervan membiarkannya berada dikeadaan seperti itu.
---
"Revan, kamu mau kemana"
Riska menghentikan langkah Revan setelah membuka pintu rumah.
"mau ke warung, mah"
"ketemu Laura"
"iya, Laura gak balas pesan Revan"
"tadi pagi mamah udah minta Laura ke rumah, tapi sampai sekarang gak ada, padahal Laura jawab iya"
Revan terdiam mendengar penuturan Riska, lalu kemana Laura.
Tak menjawab sambungan Revan dan tak datang ke rumah sesuai permintaan mamah.
Kemana Laura, kenapa seperti itu.
"Revan"
"Revan pergi dulu ya mah, takutnya Laura kenapa-kenapa"
"ya udah sana, hati-hati, bawa kesini ya kalau ada"
Revan mengangguk dan pamit untuk melanjutkan langkahnya, Revan ingin melepas segala yang menganggu fikirannya dan hanya dengan Laura semua itu bisa dilakukan.
"kemana kamu ini"
Revan melajukan mobilnya dan kembali berusaha menghubungi Laura, seringkali Revan melihat status Laura itu on, tapi kenapa tak ada satu pun pesan yang dibalas dan tak satu pun panggilan yang dijawab Laura.
"apa dia bersama Maura"
Revan berpindah menghubungi Maura, berharap apa yang menjadi tebakannya itu benar.
"Maura, apa Laura di rumah kamu"
"gak ada, aku lagi ditempat Gilang"
Revan terdiam mendengar jawaban Maura, apa mungkin Laura ada masalah.
"Revan"
"hah .... iya ya udah makasih"
Revan memutus sambungannya dan menyimpan ponselnya, Revan fokus pada menyetirnya agar cepat sampai ditempat yang ditujunya.
---
Ervan dan Laura terlihat lebih tenang dan menikmati kebersamaannya, mereka tak lagi memainkan ponsel.
Laura hanya menjadi pendengar yang baik untuk cerita-cerita Ervan, kedunya tersenyum dan tertawa bersama.
Hidangan yang tadi hanya 2 gelas minuman, kini sudah lengkap dengan makanannya.
Ervan merasa tenang bersama Laura, debaran yang mengganggunya saat didekat Laura, kini bisa dikontrolnya.
Ervan bisa lebih tenang dengan, detak jantungnya yang memang masih diluar normal.
"enak makanannya"
Laura mengangguk, Ervan terus saja memperhatikan Laura yang anteng dengan makanannya.
Ervan merasa memang keberuntungan selalu bersama Revan, perasaan iri memang tak pernah salah dihati Ervan.
Kenyataan yang dilihat dan dirasakannya memang sangat membuatnya iri pada sosok Revan.
"Laura, kamu begitu mencintai Revan"
Suapan Laura terhenti mendengar pertanyaan Ervan, Laura tak bisa mendengar itu.
Perasaannya hanya untuk dirinya dan biarkan Revan yang merasakan tulus atau tidaknya perasaan Laura.
"kenapa, aku lihat, kamu juga sudah sangat dekat dengan mamah"
Laura mengernyit dan meneguk minumannya, Laura menggeleng dan terdiam melihat sekitar.
Langit yang mulai gelap mampu mengalihkan fokus Laura, Laura membuka ponselnya dan ada banyak panggilan juga pesan dari Revan.
Laura melirik Ervan, dan mengirimnya pesan agar segera mengantarnya pulang.
"kenapa pulang, kamu sudah kenyang"
Laura mengangguk dan kembali mengirim pesan pada Ervan.
"sabarlah, aku belum kenyang, makanan juga masih banyak, punya kamu juga belum habis"
Laura terdiam memainkan ponselnya, perasaan gelisah menganggunya, Laura membaca pesan Revan yang mengatakan jika Revan telah datang ke warungnya dan sekarang sedang menunggunya di rumah.
"ayo pulang"
Chatnya lagi, Ervan terdiam menatap Laura.
Ervan yakin jika Laura mengajaknya pulang karena Revan.
Laura mengangguk memberi ekspresi memohon pada Ervan.
"kamu kenapa sih, kebelet .... tuh toilet disana ada kok, kesana aja"
Laura mendelik dan kembali meneguk minumannya, poselnya terus saja bergetar.
Pesan dan panggilan dari Revan terus saja bergantias masuk, dan sangat membuat Laura gelisah berada ditempatnya.
"udah sana ketoilet aja dulu, nanti abis itu kita pulang"
Laura hanya menoleh sekilas, tak peduli dengan apa yang dikatakan Ervan, Laura hanya ingin cepat pergi dari tempatnya.
"siapa yang hubungi kamu itu, Revan kan, bilang aja lagi jalan berdua sama aku"
Laura mengenyit dan melirik Ervan, melihat senyuman Ervan, Laura merasa ada kesalahan dengan apa yang terjadi saat ini.
"ayo bilang, atau harus aku aja yang kasih tahu"
Laura menghembuskan nafasnya kesal, dan berlalu meninggalkan Ervan tanpa berkata apa pun lagi.
Tak peduli dengan Ervan yang berteriak memanggilnya agar menghentikan langkahnya, Laura terus saja berjalan meninggalkan Ervan.