Laura terdiam kaku berada diantara keluarga Revan, meski hanya ada Riska dan Ervan disana tapi Laura tak siap dengan keadaan itu, andai Laura dapat berbicara, ingin sekali Laura memarahi Revan atas keadaan itu.
Laura merasa risih dengan tatapan Riana dan Ervan, mereka seolah ingin menghakimi Laura jika saja tak ada Revan dan Riska disana
"makanannya enak sekali"
"iya dong mah, itu masakan Laura"
"waahh, kamu pintar masak ya Laura"
Laura hanya tersenyum dan mengangguk mendengar pujian Riska, Laura benar-benar ingin untuk cepat pergi dari tempat itu.
Melihat Revan yang malah asyik mengobrol dengan Riska menambah kekesalan Laura, untuk pertama kalinya Revan mengacuhkan Laura begitu saja, tak peduli dengan ketidak nyamanan Laura berada diantara mereka.
"Laura, lain waktu main ke rumah ya, tante juga suka masak jadi kita bisa barengan masaknya di rumah"
Laura mengangkat kedua alisnya menatap bingung ke arah Riska, untuk pertemuan ini saja Laura tidak menginginkannya bagaimana lagi harus datang ke rumah mereka.
"pasti mah, kapan-kapan Revan akan bawa Laura ke rumah, sekalian ketemu sama papah juga kan"
Laura mengigit bibir bawahnya dengan kesal dan memelototi Revan setelah menyelesaikan kalimatnya, Revan terkikik bagi Revan ekspresi itu sangat menggemaskan.
"kenapa Laura"
"hah....
Laura tersenyum kikuk saat Riska bertanya padanya, Laura akan lebih memilih untuk cape melayani pelanggan warung dari pada harus menghadapi situasi seperti itu.
"Laura memang begitu, dia orangnya lucu, makanya Revan betah sama dia, dia itu selalu bisa membuat Revan tertawa, mamah tau Laura itu terkadang konyol"
Riska tersenyum melihat Revan menahan tawa setelah menggambarkan sosok Laura, hal itu membuat Laura menjadi jengkel, segera Laura bangkit dan menyatukan telapak tangannya kemudian diangkat didadanya.
Laura berlalu begitu saja dengan segala kekesalannya pada Revan.
"mau kemana dia"
"paling juga ke dapur, dia lebih suka berada di dapur dari pada dikamar"
"baguslah"
"Revan maaf, aku boleh ikut ke toilet"
"oh boleh, disana toiletnya"
"permisi dulu"
Riana berlalu dari tempatnya meninggalkan 3 orang yang masih tetap tinggal, Ervan menatap kepergian Riana.
Ervan yakin, Riana pasti bermaksud untuk menemui Laura.
---
Dengan perlahan Riana memasuki dapur dan melihat sekitar mencari sosok Laura, Riana memperhatikan setiap sudut ruangan disana semua benar-benar tertata dengan rapi semua tampak bersih meski bekas dipakai memasak.
Riana mengernyit saat melihat Laura yang sedang merobek-robek tisu dan melemparnya asal.
"permisi Laura"
Dengan cepat Laura berbalik menatap Riana, Laura tersenyum bingung saat Riana berjalan mendekatinya.
"kamu sedang apa disini"
"ahh.....
Laura menggeleng dan langsung memungut tisu-tisu yang berserakan dilantai.
"mmmmm"
Laura menunjukannya pada Riana kemudian membuangnya ke tempat sampah
Riana menyunggingkan sedikit senyuman pada Laura, entah harus bagaimana Riana berkomunikasi dengan Laura setelah Riska memberitahunya tentang kondisi Laura.
"baiklah, Laura maaf sebelumnya, gimana cara aku untuk bisa bicara dengan mu"
Laura mengernyit mendengar pertanyaan Riana, Laura tersenyum dan mulai mengangkat tangannya perlahan Laura memainkan jari-jarinya dihadapan Riana.
"hehehe, maaf Laura itu artinya apa"
"hemmm...
Laura tertunduk lemah, itulah alasannya kenapa Laura tak pernah ingin berada dikeramaian, Laura selalu ingin sendiri agar Laura tak merasa tersinggung atas keadaannya sendiri, tak ada yang akan mengerti bahasanya.
"maaf Laura, aku ga bermaksud menyinggung mu, aku hanya ingin mengenal mu"
Laura tersenyum, sesaat kemudian Laura mengambil buku kecil beserta bolpoinnya dan diberikan pada Riana, Laura mengisyaratkan agar Riana berbicara saja sesuai dengan apa yang ingin dibicarakannya.
"maaf Laura"
"emm.....
"kamu udah lama kenal sama Revan"
"hemmm.....
"apa"
"huuhh...
Laura membuang nafasnya perlahan, Riana benar-benar tak mengerti maksudnya.
Laura menggenggam bolpoin dan mulai menulis dibuku yang dibawanya, Riana terdiam memperhatikan setiap gerak Laura, fikirannya melayang pada Revan bagaimana bisa Revan merasa nyaman dengan gadis seperti ini.
Riana mengerjap saat Laura memberikan tulisannya.
"aku kenal Revan sejak 6 bulan lalu, aku Laura rumah ku dekat dari sini, aku hidup sendiri, aku memang tak bisa berbicara tapi mata dan telinga ku berfungsi normal, berikan pertanyaan mu bersamaan agar aku bisa menjawabnya bersamaan pula, kamu ga akan bisa mengerti bahasa ku jadi biar aku yang coba mengerti terhadap mu, aku tahu kamu mantan pacarnya Revan kan dan aku tahu tujuan mu menemui ku sekarang, jangan khawatir aku akan coba mengerti semuanya"
Riana menatap Laura setelah selesai membaca tulisannya, Laura tersenyum pada Riana, Laura sadar Revan adalah sosok sempurna dan mungkin dalam fikiran Riana saat ini adalah Laura tak pantas berada disamping Revan dan Laura siap jika itu akan dikatakan Riana padanya.
---
"Riana tunggu"
Riana menghentikan langkahnya saat Ervan memanggil, Ervan melangkah mendekatinya dan terdiam menatapnya.
"kenapa"
"tadi kamu menemui Laura kan"
"lalu kenapa"
"apa yang kalian bicarakan"
"tidak ada, aku hanya menyapanya, aku tidak mengerti cara berkomunikasi dengannya"
"tapi kenapa, kamu jadi lemas setelah kembali dari dapur dan sekarang juga kamu terlihat malas"
Riana terdiam, tatapannya kosong melihat ke halaman rumahnya.
Mereka telah pulang dari warung Revan setelah mengantar Riska ke rumah, Ervan langsung mengantar Riana pulang atas permintaanya.
"kamu cemburu pada Laura"
"untuk apa Ervan"
"lalu kenapa"
"aku cuma cape aja, mungkin karena akhir-akhir ini aku kurang istirahat"
Ervan mengangguk dan berlalu begitu saja meninggalkan Riana, Riana pun terdiam menatap kepergian Ervan, Riana sadar jika Ervan mengetahui bahwa dirinya telah berbohong.
Riana ingat jika Ervan telah berjanji untuk tidak kasar lagi terhadapnya dan sejak saat itu Ervan tak pernah mengajaknya berdebat bahkan saat tahu Riana berbohong pun Ervan akan memilih pergi dari pada harus bertengkar dengan Riana.
*******
Revan mencintai ku, dia tak peduli dengan keadaan ku bagi Revan asalkan mamahnya merestui maka dia tidak akan mempedulikan hal lain lagi, selama wanita itu membuatnya bahagia, aku akan terus berusaha membahagiakannya, aku sudah berjanji untuk tidak melakukan hal menyakitkan seperti apa yang kamu lakukan dulu. Aku sudah menolak Revan berkali-kali tapi perjuangannya membuat ku luluh, aku hanya gadis bisu aku juga orang tak punya tapi Revan tetap pada keinginannya untuk mencintai ku, Revan bilang memiliki kekasih sempurna tak menjamin kebahagiaan baginya, meski aku hanya gadis bisu tapi bagi Revan aku mampu membuatnya bahagia, maaf Riana saat ini aku sangat mencintai Revan dan aku akan selalu menjaga cinta ini untuk Revan sesuai dengan janji ku sekali pun aku tau perasaan dihati mu masih ada untuk Revan.
Selama Revan mampu menjaga cintanya untuk ku maka aku akan melakukan hal yang sama untuk Revan.
********