**
Laura, kau benar tentang Revan yang penuh kasih sayang tapi satu yang harus kamu tau bahwa sampai saat ini aku masih tetap menjadi bagian dari cintanya, kau boleh saja memiliki Revan tapi tentang hatinya aku yakin masih ada cinta untuk ku disana.
**
"aaa....
Laura mengibaskan tangan kirinya saat sebuah pisau menggoresnya tanpa perasaan, Laura meniupnya dan terus menekannya karena aliran darah yang tak kunjung berhenti.
Revan yang kembali dari mengantar pesanan, malihat Laura dan langsung menghampirinya, melihat darah yang terus mengalir membuat Revan panik.
"bagaimana ini bisa terjadi, apa yang kamu lakukan"
Revan menarik kain dimeja dan menutup luka ditangan Laura, Laura terdiam memperhatikan Revan yang begitu peduli dengan keadaannya.
"Laura, ada apa sebenarnya, sudah 3 hari ini kamu selalu saja melamun dan ini juga pasti hasil dari melamun kan, gimana ini pisau bisa sampai ke pergelangan tangan seperti ini, apa yang kamu fikirkan"
Tak ada respon apa pun, Laura tetap diam memperhatikan Revan dengan segala kepanikannya.
---
Disisi lain, Riana terduduk disamping tempat tidurnya, matanya tak lepas dari kertas yang bertuliskan kalimat Laura yang ditulisnya saat diwarung waktu itu.
Tentang perjuangan Revan dan tentang cinta keduanya, Riana benar-benar merasa gelisah dengan kalimat yang ditulis Laura.
"apa benar aku cemburu, untuk apa Riana sekarang Revan sudah menemukan cintanya harusnya aku senang seperti Revan yang mampu tersenyum melihat ku bersama Ervan"
Riana merasakan gemuruh hebat dalam hatinya saat mengingat pertemuannya dengan Revan juga Laura, perginya Revan selama berbulan-bulan lamanya telah mendatangkan rindu dihati Riana terhadap Revan, tapi kini saat Riana bisa bertemu dengan Revan disana sudah ada Laura.
Memang benar Revan terlihat lebih semangat dan ceria dan itu berkat Laura tapi kenapa Riana malah merasa seakan itu adalah sebuah kesalahan.
"aku pernah menjadi yang paling istimewa buat mu tapi sekarang tidak lagi dan kenapa harus Laura yang menggantikannya"
Riana menggeleng, mencoba menepis segala yang mengganggu fikirannya tentang Revan dan Laura juga tentang cinta mereka.
"ga boleh, bangun Riana kau sudah tak berarti apa-apa lagi sekarang, Laura adalah gadis istimewa karena dia bisa membuat Revan mencintainya, sadar Riana kalian sudah memliki cinta masing-masing"
---
Seperti apa yang mengganggu fikiran Laura dan Riana, Ervan pun merasakan hal yang sama.
Ervan tidak bisa fokus saat diruang meeting, fikirannya melayang pada sosok Laura, apa yang sebenarnya diingin Ervan apa kali ini Ervan akan mengulangi kesalahan yang sama terhadap Revan.
"Pak...Pak Ervan...Pak"
"ahh..iya iya gimana"
"maaf Pak sejak awal meeting bapak seperti tidak fokus mengikutinya"
Sejenak Ervan terdiam sambil melihat setiap orang yang mengikuti meetingnya, Ervan mengerjap dan menggeleng berusaha mengembalik fokusnya.
"bagaimana Pak"
"baiklah, meeting kita lanjutkan besok, maaf saya lagi banyak fikiran"
"jadi....
"hari ini meeting selesai, besok kita lanjut lagi saya mohon maaf dan terimakasih"
Meeting di bubarkan karena Ervan yang tak mengerti dengan keadaannya sendiri.
"apa ini Lauraaa"
Ervan terdiam setelah melempar berkas meeting dimejanya, berusaha menenangkan keadaan dirinya saat ini Ervan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan memejamkan matanya.
Hati dan fikirannya bergejolak tak menentu, dulu Ervan tak suka melihat Revan yang bahagia bersama Riana sampai akhirnya Ervan merebut Riana dari Revan dengan begitu Ervan merasakan kesenangan tersendiri meski tanpa perasaan apa pun Ervan menjalin hubungan dengan Riana.
Tapi kini entah apa yang dirasakannya, Ervan merasa hal yang berbeda saat menatap Laura, getaran yang baru dirasakannya sepanjang hidupnya, perasaan yang begitu mengganggunya lebih dari sekedar kecemburuan terhadap kebahagiaan Revan.
---
Revan menutup warungnya lebih awal karena khawatir dengan keadaan Laura, jika memang Laura sedang tidak sehat maka tak ada keharusan untuknya tetap memasak.
"duduklah, aku akan bawakan minum, hati-hati dengan tangan mu"
Revan bangkit tapi tertahan oleh tangan Laura, Laura mengisyaratkan agar Revan kembali duduk hal itu sangat mudah Revan mengerti sesaat kemudian Revan duduk disamping Laura sesuai dengan permintaannya, Revan memeluk dan mengusap lembut kepala Laura.
"ada yang ingin kamu ceritakan, ada masalah apa jangan cuma diam seperti itu, apa aku masih belum pantas untuk dipercaya"
Laura menggeleng, entah apa yang membuat Laura sampai merasa segelisah itu.
Bagaimana bisa Laura terpengaruh dengan perkataan Riana, Laura tahu tentang itu sejak awal dan Laura sudah yakin untuk mempercayai Revan tapi kenapa sekarang Laura berubah hanya karena perkataan Riana.
"aku ga mau lihat kamu seperti ini, kamu adalah semangat ku jadi kamu ga boleh seperti ini, sekarang cerita sama aku apa masalahnya"
Laura melepaskan pelukan Revan dan mulai memainkan jari-jari tangannya, Revan memperhatikannya dengan serius karena Revan masih suka salah arti dengan beberpa geraka.
"Ri-a-na"
Ucap Revan yang mengernyit dan menatap Laura, untuk pertama kali Laura menyebutkan Riana.
"kenapa Riana, Riana yang waktu itu datang kesini bareng mamah, kamu mau ketemu lagi sama dia"
Laura menggeleng dan mengeluarkan ponselnya, Laura membuka pesan yang bertuliskan Riana dan memberikannya pada Revan.
Dengan bingung Revan mengambilya dan membaca setiap kata yang tertulis disana.
Sesekali Revan melirik Laura yang terdiam melamun.
"Riana bilang, aku masih menyimpan perasaan sama dia sampai sekarang"
Laura kembali mengambil ponselnya dan menyimpannya di meja, Laura menatap Revan dengan ekspresi yang sulit diartikan bahkan Revan pun harus meraba-raba terlebih dahulu apa yang sedang difikirakan Laura saat ini.
"bukankah aku sudah menceritakan semuanya sejak pertama"
Revan sangat berharap agar Laura tak melanjutkan permasalahannya tapi sayangnya Laura masih tetap dengan ekspresinya.
Revan menarik dalam nafasnya dan menghembuskannya perlahan.
"baiklah Laura, aku akan mengatakannya lagi pada mu. iya...Riana memang pernah menjadi seorang yang sangat istimewa bagi ku, aku sempat memberikan semua cinta padanya sampai dia berhianat pun aku masih tetap mencintainya, saat pertama aku bertemu dengan mu aku juga masih mencintainya aku juga mengatakan itu pada mu, aku tidak akan mengatakan apa pun tentang perasaan ku pada Riana sekarang, kita telah bersama Laura, kamu akan bisa merasakan semua jika memang benar perasaan mu terhadap ku dan seharusnya kamu tidak meragukan itu"
Raut wajah Laura berubah, terlihat kesedihan dimatanya.
Kini Revan tahu apa yang membuat fokus Laura terganggu.
Revan mengangkat tangannya untuk meraih tangan Laura tapi Laura bangkit dan berlalu meninggalkan Revan.
Revan hanya diam menatap kepergian Laura, mungkin beberapa hari ini Laura terlalu banyak memikirkan masalahnya sendiri dan Revan harus mengerti jika saja saat ini Laura sedang ingin sendiri untuk menjernihkan kembali hati dan fikirannya.