Revan harus menjawab kecemasannya terhadap Gilang dan Laura, Gilang telah kembali 2 hari lebih dulu dari Revan dan Revan harus memastikan jika mereka berdua tidak melakukan pertemuan.
Revan mempercepat langkahnya saat melihat Laura yang hendak memasuki rumahnya, tanpa berkata apa pun Revan menarik tangan Laura agar menghadapnya.
"eeuuuhhh....
Laura mengernyit dan menatap Revan dengan kesal, lagi-lagi Revan membuatnya kaget.
"diamlah, katakan pada ku apa kau telah bertemu seseorang selain diriku"
Laura mengangguk dengan pasti membuat Revan menatapnya semakin dalam.
"dia laki-laki, pengusaha, tampan, apa itu benar apa dia yang mendatangi mu"
"mmmmm....
Laura kembali mengangguk membuat Revan semakin kesal.
"dan kamu menemuinya dibelakangku, bagaimana bisa itu terjadi, berapa kali kalian bertemu"
Laura mengangkat tangannya dan menghitung 10 jarinya berulang kali.
"sesering itu kalian bertemu"
Laura mengangguk dan tersenyum dengan bangga dihadapan Revan.
"jadi benar dua orang yang aku lihat ditaman waktu itu adalah diri mu dengan lelaki itu, siapa dia"
Laura ternganga dan mengangkat kedua alisnya sesaat kemudian Laura mengangkat kedua bahunya.
"apanya yang tidak tahu, tadi kamu mengaku telah menemuinya berkali-kali tapi sekarang bilang ga tahu, kamu mau bohongi aku mentang-mentang aku lagi jauh gitu iya"
Laura terdiam memperhatikan Revan yang terus saja memarahinya karena hal yang tak bisa dimengerti, ini adalah pertama kali setelah sekian lama Revan tak menemui Laura tapi Revan datang dengan marah-marah.
Laura tak mengerti arah pembicaraan Revan bagaimana bisa dia berfikir sejauh itu tentang dirinya.
"kenapa hanya diam, siapa dia sebenarnya kenapa kamu harus...
Laura mengangkat tangannya untuk menghentikan ocehan Revan.
Laura benar-benar kesal dengan segala ucapan Revan yang memojokannya, Laura menunjuk mobil Revan dan mendorongnya pelan untuk pergi.
"apa-apaan ini, aku belum.....
"euuuh....
Laura dengan kesal meninggalkan Revan dan berlalu memasuki rumahnya, Laura mengunci pintunya saat Revan menggedor dan memanggilnya kembali keluar.
---
Sejak kepulangan dari Makassar, Revan sangat sulit menemui Laura sekali pun mereka bertemu pertemuan mereka selalu saja diisi dengan perdebatan.
Ketidak mampuan Laura berbicara tak lagi jadi kendala bagi Revan untuk mendebatnya, Laura yang sedih dengan segala kecurigaan Revan memutuskan untuk tak menemuinya dan menghindari, Laura tak akan lagi memperdulikan segala yang dilakukan Revan.
"ada apa melamun"
Revan mengerjap mendengar suara Ervan, saat ini mereka sedang di kantor dijam istirahat, Ervan menemui Revan yang tampak melamun.
Belakangan Ervan sering melihat Revan gelisah, fokusnya sering berantakan dan Ervan menyukai hal itu, persis seperti saat Riana lepas dari genggamannya dulu dan pemikiran Ervan mungkin kini hal itu terulang pada Laura.
"makan siang"
"pergilah, aku gak akan makan"
"ada apa sebenarnya bagaimana bisa seorang Revan seperti ini"
Revan berbalik menatap Ervan, kenapa kembarannya tak mengerti jika saat ini Revan tak ingin bertemu dan berbicara dengan siapa pun, Ervan hanya menambah kekesalannya saja dengan datang ke ruangannya.
"pergilah makan, aku akan menemui Riana jangan hanya melamun kerjaan masih banyak jangan sampai papah kecewa"
Ervan tersenyum dan berlalu dari tempatnya meninggalkan sejuta kekesalan bagi Revan.
"entah apa yang mereka fikirkan"
Revan menggeleng dan mengambil ponselnya, menuliskan pesan yang ditujukan untuk Laura, 2 minggu sudah Laura tak mau menerima panggilan Revan bahkan membalas pesan pun tak ada.
Berkali-kali Revan datang ke rumahnya dan ke warung makannya tapi Laura tak pernah ada.
---
Ervan menggandeng Riana menuju ke sebuah tempat makan, rasa bahagia Ervan melihat kegelisahan Revan menjadikan Ervan sangat lapar dan ingin makan enak dan banyak.
"sebanyak itu kamu memesan"
"kenapa, aku sangat lapar dan aku harus makan biar fokus"
"baiklah"
Riana terkikik melihat pesanan Ervan yang begitu banyaknya, sebelum memakannya pun Riana sudah lebih dulu merasa kenyang.
"ayo makan, kamu gak lapar"
"iya aku makan"
Riana tak henti memperhatikan Ervan yang makan begitu lahapnya, Ervan memang suka makan banyak tapi jika diacara-acara tertentu dan momen-momen tertentu, Riana tak mengerti apa yang membuatnya makan begitu banyak hari ini.
"kamu mau nambah"
"tidak, kamu saja"
"aku sudah kenyang, aku sudah habiskan semuanya apa kamu tidak melihat"
"baiklah, sekarang bilang sama aku apa yang membuat kamu sampai makan sebanyak ini"
"aku hanya sedang bahagia"
"dapat bonus, atau dapat libur panjang"
"lebih dari itu"
"lalu apa, kamu gak mau berbagi"
"aku senang melihat....
Kalimat Ervan terhenti saat matanya mendapati sosok Laura berjalan dengan seorang lelaki, Riana mengernyit dan kembali mengulang pertanyaannya.
"aww....
"kamu kenapa"
"perut ku mendadak sakit, sayang kamu bisa kan pulang sendiri"
"hemmm...makanan mu pedas semua jelas saja sakit perut"
"maaf, tapi bisa kan"
"bisa, aku juga harus kembali ke kantor"
"hati-hati, jangan lupa kabari aku ya"
Riana mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Ervan.
Setelah sesaat menunggu Riana menjauh, Ervan dengan cepat mencari sosok Laura, Ervan merasa kebahagiaan berikutnya akan datang untuk dirinya.
"berhentilah marah-marah, kamu itu hanya akan sakit kepala"
"aku kesal sekali sama dia, dia selalu saja mencurigai ku, dia fikir dia siapa"
Ervan menganga mendengar perbincangan Laura dan lelaki dihadapannya, Ervan tahu jika Laura adalah gadis bisu bagaimana bisa dia berbicara selantang itu.
"dia sangat mencintai mu makanya dia seperti itu terhadap mu"
"cinta harusnya percaya bukan curiga, dia itu berbeda dari yang sebelumnya, dulu dia baik ga pernah marah-marah tapi sekarang dia sangat menjengkelkan"
lelaki itu tertawa dan mengacak rambut Laura dengan gemas, Laura menepisnya dengan penuh kekesalan.
Ervan menggeleng, tangannya mengepal melihat tontonan didepannya.
"gadis bisu itu ingin bermain-main dengan Revan, pintar sekali dia"
Ervan mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar keduanya saat pose mesra, tepat sekali jepretan Ervan mengenai sasaran lelaki itu tengan menggenggam kedua tangan Laura.
---
Sepulang dari kantor Ervan menghentikan laju mobilnya saat melihat Laura memasuki warung, dengan cepat Ervan menariknya.
"hey kau malam-malam begini masih berkeliaran"
Laura mengernyit dan melepaskan tangan Ervan.
"apa, kau mau marah, ayo marahlah aku mau tahu gimana cara dirimu marah"
Laura mengangkat tangannya di depan wajah Ervan, Ervan tertawa dan menahan tangan Laura.
"aku akan diam jika mulutmu yang bicara, ayo bicara, kenapa lupa lagi cara bicara oh iya aku lupa kau kan tak bisa bicara alias bisu"
Laura menatap Ervan yang tertawa renyah dihadapannya dengan geram, betapa ingin Laura menamparnya saat itu juga.
"apa, ayo marah"
Laura menghentakan kakinya dan mendorong Ervan dengan kasar setelahnya berlalu masuk meninggalkan Ervan yang masih saja mentertawakannya.
Ervan terdiam menekan dadanya, debaran itu masih saja tetap ada sampai saat ini.