Revan memasuki rumahnya dengan segala kekecewaannya, Riska mengernyit melihat putranya berlalu tanpa menyapanya.
Riska lantas menyusul Revan ke kamarnya, disana Revan tampak terduduk dibalkon kamarnya.
"Revan, kamu kenapa"
Revan tak menggubris, tatapannya tak terarah.
Riska duduk disamping Revan dan berusaha menenangkannya dengan mengusap pundaknya.
"ada apa, ada masalah apa"
"entahlah"
"kenapa pulang bukannya papah mengajak ketemu om wahyu"
Revan tak peduli dan kembali diam dengan fikirannya, Riska yang tak mengerti hanya bisa menggeleng dan berlalu meninggalkan putranya, mungkin saja Revan butuh waktu untuk sendiri.
"apa kau sepintar itu atau aku yang terlalu bodoh Laura"
Riska mengernyit langkahnya terhenti saat Revan menyebut Laura, sedikit paham Riska jika Revan sedang bermasalah dengan Laura.
Riska akan menunggu sampai Revan cerita padanya.
"kau memang pintar bahkan lebih dari pada yang ku tahu"
Revan mengusap kasar wajahnya, rasanya begitu menyedihkan kisah hidupnya selama ini.
Revan tak mengerti apa salah dari dirinya segala sesuatu Revan katakan Revan lakukan dengan kejujuran tapi kenapa untuk kedua kalinya Revan harus merasakan pengkhianatan seperti itu.
"kau memang istimewa sangat istimewa bagi ku tapi semua hanyalah kebohongan, kenapa Laura"
Revan menundukan kepalanya saat air matanya kembali menetes, terbukti sampai detik ini Revan masih sangat lemah jika berurusan dengan cinta.
---
Disatu sisi Revan meratapi kisah hidupnya yang teramat menyedihkan dan disisi lain Keysha menemui Laura dirumahnya.
"plaakk"
satu tamparan mendarat dipipi mulus Laura, Keysha benar-benar merasa sangat muak dengan Laura, sejak tadi Keysha telah memarahinya bahkan memakinya tapi Laura masih tetap diam.
"katakan sekarang apa tujuan mu terhadap Revan, berani-beraninya kau berbuat seperti itu pada Revan, kau fikir kau siapa"
Laura menunduk tak ada kata atau kalimat yang terucap bahkan sekedar isyarat pun tidak Laura tunjukan.
"apa aku harus menampar mu lagi agar kau mau bicara, jawab Laura kenapa kau lakukan ini terhadap Revan"
Keysha mengoyak kasar tubuh Laura berharap Laura akan menjawabnya, tapi hanya air mata yang Keysha dapatkan.
Kekesalan Keysha telah memuncak betapa ingin Keysha menjabak dan terus menerus menampar Laura saat ini.
"bukankah kau bilang kau mencintainya tapi apa yang kau lakukan, bisa-bisanya kau bermesraan dengan lelaki lain"
Laura tak bergeming, tak ada perlawanan apa pun Laura hanya menunduk dengan tangisnya akibat perlakuan Keysha.
"bicara Laura, apa kau mau bisu seumur hidupmu, jawab"
Laura mengangkat kepalanya dan menatap Keysha, Laura melihat kemarahan dari wajah Keysha.
Dengan perlahan Laura melepaskan kedua tangan Keysha dari pundaknya, Keysha mengernyit kedua tangannya mengepal jika saja Laura membalasnya maka Keysha tak akan lagi menahan diri untuk melakukan semuanya pada Laura.
"dengar baik-baik Laura, Revan bukan orang jahat dan bahkan kau pun mengatakan itu pada ku, Revan bukan untuk disakiti jika kau tak ingin lagi bersama Revan maka silahkan pergi tanpa harus menyakiti dia lebih dulu"
Laura mengangkat tangannya meminta Keysha untuk diam tapi Keysha tak peduli keysha hanya akan diam jika Laura berbicara padanya seperti Laura berbicara pada Gilang dan Revan.
"jangan fikir karena kau adalah kekasih Revan kau bisa seenaknya memperlakukan dia, kau bukan siapa-siapa dan gak punya hak apa pun untuk hal itu"
Laura menggeleng, setelah merasa cukup dengan semua perkataan Keysha, Laura meminta Keysha untuk pergi dari rumahnya.
"hahahah, kau mengusir ku, apa seperti ini cara mu menyelesaikan masalah"
Laura mengangkat tangannya memainkan jemarinya dan melakukan gerakan lainnya untuk mengungkapkan kalimatnya.
"kau lucu, aku sudah tahu kau itu gak bisu untuk apa seperti itu"
Laura mengernyit sesaat kemudian Laura memejamkan matanya sesaat.
Laura tak ingin keributan itu semakin panjang, dengan sangat terpaksa Laura mendorong Keysha keluar rumahnya dan menutup pintu rumahnya seketika itu pula.
"kau dengar Laura, tinggalkan Revan jangan pernah mengganggunya jika kau hanya ingin menyakitinya"
Keysha menggebrak pintu dan berlalu meninggalkan rumah Laura, Laura terduduk lemah dibalik pintu air matanya tak henti mengalir membasahi pipinya.
Keadaan ini sangat dihindarinya, pertengkaran seperti ini adalah hal yang dibencinya.
Laura membuka ponselnya dan mengirimkan pesan pada Revan, sesaat menunggu ponsel Laura bergetar pesan balasan telah masuk.
Setelah membacanya Laura kemudian bangkit dan berlalu ke kamarnya.
---
Saat malam tiba, Revan masih setia dengan lamunannya pakaian kerjanya masih rapi terpakai ditubuhnya.
Riska menghampiri putranya berharap jika saat ini Revan sudah bisa bercerita tentang masalahnya.
"kamu harusnya mandi dan makan ini sudah malam jangan diam disini terus nanti masuk angin"
"nanti aja mah, Revan hanya ingin diam sekarang"
"ada apa sebenarnya, kamu ada masalah apa sama Laura"
Revan berbalik menatap wanita yang begitu dicintai selama hidupnya, Riska tersenyum dan mengusap lembut tangan Revan.
"jangan cuma diam, jika tidak bisa menyelesaikan sendiri kamu harus mau cerita"
"selama ini mamah kenal Laura dan mamah juga sering bersama dengannya"
Riska mengangguk ada rasa lega dihatinya saat Revan mulai berbicara padanya.
"apa Laura pernah berbicara, melontarkan kata atau kalimat langsung dari mulutnya atau mungkin secara tidak sengaja mamah pernah melihat atau mendengarnya berbicara"
Riska mengernyit dengan pertanyaan yang dilontarkan Revan, bagaimana bisa Revan bertanya seperti itu jika sejak awal Revan yang memberitahu dirinya bahwa Laura adalah seorang tunawicara.
"baiklah, lupakan mah, Revan hanya asal bicara saja"
"ada apa sebenarnya ini"
Revan menggeleng niatnya untuk bercerita terhenti karena Revan sendiri belum mendapat kejelasan atas semuanya.
"apa Revan"
"gak ada mah, nanti aja Revan cerita kalau Revan udah ngerti semuanya"
"heemmm, ya udah kalau itu maunya tapi sekarang kamu harus masuk ya, kamu mandi terus makan mamah udah bawain makanannya abis itu istirahat"
"iya mah"
Revan mengangguk dan tersenyum, Riska pun ikut tersenyum kemudian berlalu meninggalkan Revan.
Riska tak akan memaksa apa pun pada Revan saat ini, Riska hanya akan memperhatikan agar Revan tetap baik-baik saja.
Revan kembali membuka pesan Laura yang tadi siang sempat dibalasnya, mungkin benar jika mereka harus bertemu untuk kejelasan masalah mereka.
"tidak, semua terlalu sulit dipercaya dan apa lagi yang harus dipertanyakan jika semua telah jelas terlihat dan terdengar"
Revan menyimpan kembali ponselnya dan berlalu masuk ke kamarnya, Revan menuruti perkataan Riska untuk mandi dan makan sampai akhirnya Revan berisitrahat untuk bisa melanjutkan kegiatannya dihari esok.
"berikan aku ketenangan untuk semua ini, nanti aku akan menemui mu Laura tapi tidak untuk waktu dekat"
Revan memejamkan matanya berusaha memasuki alam mimpinya berharap mendapat hal indah disana untuk menenangkan tidurnya malam ini yang tengah dalam kegelisahan akibat masalahnya.