2 pasang kekasih kini telah kembali ke kota Jakarta, mereka pulang dengan mobil Gilang.
Maura meminta Laura untuk ikut ke rumahnya dan Revan mendukungnya karena dengan begitu Laura tidak akan kesepian lagi tinggal dirumah sendirian.
"rumahnya lumayan"
"ini Gilang yang berikan"
"kenapa gak nikah aja sekalian"
"aku kan cari Laura dulu, Gilang juga setuju kalau Laura udah ketemu baru deh bahas nikah"
"Laura, kamu nikah sama aku kan"
Laura mengernyit mendengar pertanyaan Revan, bagaimana bisa mereka menikah jika Angga masih tetap tidak merestuinya.
"maulah pasti iya kan Laura, buktinya waktu kemarin ribut sampai segitu sedihnya kan"
Laura hanya tersenyum dan kembali melihat keadaan rumah Maura.
"oh iya Gilang mana"
"mungkin beli dulu makanan soalnya di sini gak ada persediaan"
Revan membawa Laura untuk duduk dan Maura berlalu untuk membawakan minum.
"kamu mau kan tinggal disini"
Laura menggeleng dengan cepat, Laura dan Maura memang sudah akur tapi Laura enggan untuk tinggal bersama.
"kenapa, kamu kan jadi ada teman gak akan kesepian lagi di rumah"
Laura tak peduli dengan ucapan Revan, Laura tak ingin dipaksa dalam hal apa pun termasuk juga masalah tempat tinggal.
"ini minumannya, makanannya tunggu Gilang datang ya"
"makasih"
Revan membawa kedua gelas, memberikan satunya pada Laura dan meneguk gelas miliknya.
"Laura, makasih ya"
"mmmm....
"kamu udah mau maafin aku, tentang semuanya aku terimakasih banget"
Laura tersenyum dan meneguk munumnya dengan tenang.
Sesaat kemudian Gilang datang dengan banyak bawaan makanan dari makanan berat sampai cemilan ringan.
"persediaan sebulan pak"
"iyalah, Maura doyan benget ngemil lihat aja tuh badannya gemuk kan"
"enak aja, ini ideal bukan gendut"
Gilang terkikik, Maura memang tak ingin dibilang gendut karena memang tubuhnya tidak terlalu gendut.
"udahlah gak usah diperpanjang, sekarang ayo makan kalian pasti lapar kan ayo ayo"
"tentu saja, Laura pasti lapar iya kan, ayo makan kamu mau makan apa"
Laura menggeleng, tubuhnya hanya terasa lelah bukan ingin makan Laura hanya ingin istirahat.
"baiklah, kalian aja makan duluan, nanti aku makan kalau Laura udah mau makan"
"Laura kalau mau istirahat dikamar aja, ada kamar kosong kok"
Laura mengangguk dengan tawaran Gilang, sebenarnya Laura ingin pulang saja ke rumahnya tapi apa mau dikata mereka menginginkan Laura untuk tinggal disana terlebih dahulu.
"kamu mau tidur"
Laura menggeleng dan kembali meneguk minumannya.
Gilang dan Maura anteng dengan sarapannya, keduanya memang terbiasa sarapan sebelum banyak ngemil yang lainnya.
"Maura, aku ikut ketoilet boleh"
"oh boleh, tuh kesana lurus aja nanti mentok ada dikiri"
Revan melirik arah yang ditunjuk Maura, kemudian berlalu meninggalkan semuanya.
"Laura ayo makan, kalau gak ngemil aja itu banyak ko"
Laura mengangguk dan mengambil salah satu snak yang disiapkan di meja, Laura memakannya dengan malas disaat ingin istirahat Laura malah harus makan.
"habis ini aku pulang ya, ada kerjaan nunggu di rumah"
"kenapa sih, baru juga sampai udah harus kerja lagi"
"harus dong sayang biar kerjaannya cepat selesai nanti liburannya tenang"
"iya terserah kamu ajalah"
Laura terdiam memperhatikan dua orang dihadapannya, mereka tampak begitu saling menyayangi, Laura berfikir mungkin nasib Maura lebih beruntung darinya, mungkin orang tua Gilang lebih bisa menerima Maura karena kondisinya yang tanpa kekurangan seperti dirinya.
Andai Angga papah Revan bisa merestui hubungan mereka mungkin Laura akan lebih bahagia lagi dari saat ini, tapi itu masih hanya sebuah khayalan karena Angga masih enggan untuk menerima Laura ditengah keluarganya.
"Laura kamu kenapa"
Laura menggeleng dan tersenyum, kesedihan kembali menerpanya mengingat Laura dan Maura adalah saudara kembar, wajah mereka sama bahkan jika dilihat sekilas mereka sama sekali tidak ada perbedaan tapi kenapa Laura harus hidup dalam keadaan bisu seperti itu.
Tak terasa air mata menggenangi pelupuk matanya, Laura sangat ingin bisa menjadi manusia normal seperti pada umumnya seperti Maura, Revan dan juga Gilang.
Laura menyimpan cemilan yang digenggamnya dan berlalu dari Gilang dan Maura, rasanya Laura tak ingin berada diantara mereka semua itu hanya akan mendatang kesedihan untuk Laura disetiap detiknya.
"Laura kamu mau kemana"
"kenapa dia, pergi gitu aja"
Maura hendak menyusul Laura tapi ditahan Revan yang telah kembali dari toilet.
"biar aku saja, kalian lanjut saja sarapan"
"baiklah"
Revan berlalu menyusul Laura, Revan mungkin mengerti dengan apa yang difikirkan Laura.
Sejak awal perkenalannya, Laura memang sudah bilang jika dirinya tak suka berada diantara banyak orang.
Laura lebih senang menyendiri dengan begitu Laura bisa tenang tanpa diganggu oleh kesedihan.
Revan menghampiri Laura yang berdiri mematung diteras luar.
"kamu kenapa, dia saudara kamu loh"
Laura hanya menoleh sekilas dan kembali setia dengan lamunannya.
"udahlah, jangan selalu seperti ini, dia bukan orang lain, dia pasti ngerti dengan semuanya"
Laura tak peduli, tak ada respon apa pun untuk ucapan Revan.
Revan menarik nafasnya dalam, memiliki kekasih seperti Laura ada tantangan besar baginya.
Revan harus bisa mengerti setiap detik perubahan hatinya yang mungkin tak bisa selalu Laura ungkapkan.
"mamah kangen sama kamu, kamu mau temuin mamah"
Laura berbalik menatap Revan, ingin sekali yang disebutnya adalah papah bukan selalu mamah pasti Laura akan lebih bahagia lagi mendengarkannya.
"mau kan, kamu juga pasti kangen sama mamah"
Laura tersenyum dan mengangguk, tatapannya sendu, Revan mengerti dengan itu tapi bukan masalah hal itu sudah biasa terjadi mungkin itu adalah satu kelemahan Laura dan Revan akan tetap berusaha untuk menjadi penguatnya.
"masuk dulu yu, kamu istirahat dulu ya, aku juga cape mau istirahag dulu nanti sore baru ke rumah ya"
Laura mengangguk hanya itu yang mampu kekuatannya tunjukan, Laura sedang tak ingin banyak berkomunikasi tentang apa pun dan dengan siapa pun pada saat ini.
Revan membawanya kembali masuk dan meminta izin untuk Laura bisa beristirahat.
"disana saja, ada dua kamar sebelahan kalian bisa istirahat disana, Gilang pulang ko jadi gak akan diisi kamarnya"
"makasih"
Revan membawa Laura kearah yang ditunjukan Maura, setelah Laura masuk dan beristirahat Revan pun ikut masuk untuk beristirahat beberapa saat saja.
"tenanglah Laura aku akan terus memperjuangkan mu sampai akhir, aku berjanji dengan itu, kamu pasti akan jadi milik ku dan gak akan ada yang bisa menghalangi itu kecuali Tuhan sendiri"
Ucap Revan yang kemudian memejamkan matanya untuk menhilangkan lelah ditubuhnya setelah perjalanan jauh yang dilaluinya.
Revan selalu berharap akan ada perubahan terbaik disaan nanti Revan kembali membuka matanya, perubahan yang sangat diinginkannya untuk menyempurnakan kebahagiaan hidupnya.