Chereads / Tunawicara Itu Kekasih Ku / Chapter 30 - Dukungan Maura

Chapter 30 - Dukungan Maura

Revan mengantarkan Laura pulang setelah cukup berbicara dengan orang tuanya, Laura berusaha tetap tersenyum dihadapan Revan.

Meski sebenarnya Laura sangat kecewa dengan segala ucapan Angga, Laura merasa sangat tidak berguna untuk tetap hidup jika mendengar tanggapan Angga tentang dirinya.

"Laura, jangan menyerah ya, kamu akan tetap menemani aku berjuang kan"

Laura mengangguk, meski rasa kecewa mendominasinya saat ini tapi keyakinan Laura pun masih sangat besar untuk bisa memperjuangkan cintanya dengan Revan.

"jangan sedih ya, maaf atas semua perkataan papah aku tadi"

Tak ada isyarat yang ditunjukan Laura, kakinya melangkah mendekati Revan dan memeluknya begitu saja.

Revan tersenyum, meski Revan tahu hati Laura sedih dengan semua kejadian hari itu tapi Revan yakin jika Laura kuat menghadapi semuanya.

Revan yakin terhadap Laura, tak ada sedikit pun keraguan dari Revan untuk Laura dan itu dalam hal apa pun.

"tenanglah, kita pasti bisa melewati semuanya"

Laura mengangguk, perasaan nyaman yang dirasakannya saat memeluk Revan mampu memberikan semangat yang lebih di dalam dirinya.

"ya sudah, aku pulang ya"

Revan melepaskan pelukan Laura dan menatapnya penuh sayang, menunjukan senyumannya pada Laura membuat Laura pun ikut tersenyum padanya.

"langsung istirahat ya, jangan banyak fikiran dan sampai ketemu besok"

Laura mengangguk dan terdiam melihat Revan yang berjalan menjauhinya, Laura melambaikan tangannya membalas lambaian tangan Revan.

Laura menatap kosong jalan setelah mobil Revan menghilang dari pandangannya, Laura merasa miris dengan hidupnya sendiri, kenapa Laura harus hidup dengan keadaan seperti itu.

"Laura, kamu lagi apa"

Laura mengerjap dan melihat sosok Maura yang sudah berdiri disampingnya.

"malam seperti ini, kamu masih diam di luar"

Laura tersenyum dan mengajak Laura memasuki rumahnya.

"Laura, tadi kayanya aku lihat mobil Revan, kalian habis jalan ya"

Laura mengangguk dan meminta Maura untuk duduk.

Saat Laura hendak berlalu, Maura menahan tangan Laura dan memintanya untuk duduk juga.

"kalian habis dari mana, dari rumah Revan"

Laura kembali mengangguk, ingatannya kembali memutar perkataan Angga.

"emmm, gimana hasilnya, sukses ?"

Wajah Laura semakin murung mendengar pertanyaan Maura, Laura tak ingin membahasnya untuk sesaat Laura ingin menenangkan hatinya tapi Maura malah lebih dulu bertanya padanya.

"kenapa, gagal ya, apa yang terjadi ?"

Laura mengangkat kedua bahunya, Laura sangat berharap agar Maura tidak melanjutkan minatnya untuk bertanya.

"baiklah, nanti aku akan tanya sendiri sama Revan, kamu sudah makan ?"

Laura mengangguk, Laura memang makan malam bersama keluarga Revan disana meski pun selera makan Laura tidak ada tapi Laura harus menghargai keluarga Revan terutama Riska yang memang menerimanya dengan baik.

"baguslah, aku juga sudah makan tadi, oh iya Laura aku harap kamu benar-benar bisa ya bersatu sama Revan"

Laura memejamkan matanya sesaat dan berusaha untuk menunjukan dirinya tengah baik-baik saja.

"Revan sudah sedikit cerita kok sama aku tentang hubungan kalian berdua, papah Revan kan yang gak setuju sama hubungan kalian"

Laura mengangguk setelah terdiam beberapa saat, Maura mengusap bahu Laura dan tersenyum padanya.

"segala sesuatu itu pasti akan menemukan jalannya Laura, termasuk juga hubungan kamu dan Revan, iya sih saat ini papahnya Revan tidak restu dengan hubungan kalian tapi kan siapa tahu saja besok lusa semuanya berubah"

Laura tersenyum dan mengangguk untuk menyetujui pemikiran Maura.

"apa aku boleh menginap disini untuk malam ini ?"

Laura mengernyit mendengar pertanyaan Maura.

"gak masalah kasurnya kecil, aku bisa tidur dimana saja"

Laura menghembuskan nafasnya kemudian menggeleng.

"lalu apa ?"

Laura mulai memainkan jari tangannya untuk bertanya alasan Maura ingin menginap di rumahnya.

"Laura, kenapa sih kamu harus seperti ini, kenapa kamu tidak .... "

Laura dengan cepat membungkan Maura untuk menghentikan kalimatnya.

Laura menggeleng dan memohon agar Maura tidak melanjutkan kalimatnya.

"Laura, aku gak mau kamu sedih terus menerus cuma gara-gara .... "

Laura kembali menghentikan kalimat Maura dengan cara mencubit kuat tangan Maura, Maura mengaduh dan mengusap bekas cubitan Laura.

"sakit, kasar banget"

"suutttt"

Laura menaruh telunjuknya dibibir Maura, Maura dengan kesal menepisnya dan balik memukul Laura.

Laura terkikik dan berlalu meninggalkan Maura dengan segala kekesalan Maura.

"hidup penuh kesedihan ko betah sih, sakit hati ko suka ya, Laura aneh"

Maura menggeleng dan merebahkan tubuhnya di kursi yang didudukinya.

----

Ditengah hembusan angin malam yang terasa menusuk sampai ke tulang, Ervan dan Riana berjalan bergandengan menyusuri pantai.

Malam ini adalah malam terakhir mereka di Makassar karena paksaan Angga agar meraka cepat pulang.

"kamu suka"

"tentu saja"

Riana memeluk mesra tangan Ervan ditambah dengan deburan ombak laut membuat malam mereka berirama, Riana sangat menikamti waktunya bersama Ervan.

"besok kita harus pulang"

"iya, padahal aku masih betah disini"

"sudah sebulan, kamu gak bosan ?"

"tentu tidak, aku suka suasana disini, apa lagi pantainya"

Ervan mengajak Riana untuk duduk dipasir pantai, Riana tersenyum dan bersandar dipundak Ervan.

"aku mau kita tetap seperti ini Van"

"itu pasti"

Ervan mengusap lembut tangan Riana, satu tangan Ervan bergerak merangkul Riana dan mengusap lembut kepalanya.

(mungkin benar Riana, saat ini aku telah mencintai mu, perasaan nyaman yang ku rasa setiap didekat mu membuat aku seakan tak ingin untuk berjauhan dengan mu )

Ervan bergelut dengan fikirannya sendiri, Ervan merasa cinta dihatinya telah tumbuh untuk Riana.

"di Jakarta nanti jangan mengurangi waktu bersama ya"

"kenapa memangnya"

"aku senang dengan kebersamaan ini dan aku gak mau ada yang berubah"

"kamu bisa menemui ku kapan pun kamu mau, itu bukan masalah"

"tapi aku mau kamu yang temui aku"

Ervan tersenyum dan mengangguk, tangannya kembali membelai lembut kepala Riana.

Keduanya terdiam menikmati hembusan angin yang tak henti menerpanya, sambil menyaksikan deburan ombak yang menambah indah suasana.

"aku akan bicarakan kembali tentang pertunangan kita"

Riana berbalik menatap Ervan, sudah lama Ervan tidak membahasnya.

Rencana itu telah dibicarakan Ervan dulu, tapi sayang kepergian Revan dari rumah saat itu membuat orang tua Ervan menunda pembahasannya dan sampai saat ini belum ada lagi pembahasan tentang itu.

"kamu masih mau kan"

Ervan turut berbalik menatap Riana, Riana tersenyum dan mengangguk.

"aku mau"

"sampai di Jakarta aku akan segera bicara sama mamah dan papah"

"kamu yakin"

"tentu saja"

"makasih ya"

Riana memeluk Ervan dan mereka kembali menikmati malam kebersamaannya dengan saling bercerita satu sama lain, menyambungkan setiap topik demi topik yang menjadi pelengkap kebersamaannya.

Ervan menatap dalam setiap ekspresi yang ditunjukan Riana saat berbincang dengannya, tak ada yang dibuat-buat dari ekspresi itu dan mungkin benar cinta Riana terhadap dirinya adalah sebuah ketulusan.