Sarapan dipagi ini terasa sangat panas, ketenangan mereka terganggu saat Ervan datang bergabung.
Angga yang tanpa basa-basi menegaskan jika Ervan tak boleh lagi terlibat dalam menjalankan kegiatan kantor.
"apa harus seperti itu pah"
"biarkan saja, dia yang mengambil pilihannya sendiri"
Revan terdiam tak lagi menjawab kalimat Angga, Revan tak henti menatap Ervan yang terlihat sangat kesal dengan keputusan Angga.
"terserah"
Ucap Ervan yang kemudian bangkit dan berlalu meninggalkan semuanya, Ervan tak memperdulikan panggilan Riska yang memintanya untuk kembali.
"pah, jangan seperti itu"
"dia gak akan bisa apa-apa tanpa kita, biarkan saja"
Riska menghembuskan nafasnya pasrah, meski Riska juga kecewa dengan apa yang dilakukan Ervan, tapi Riska tak rela jika Ervan kembali menjadi kacau.
"kalau gitu, Revan berangkat dulu"
"sarapan kamu belum habis"
"Revan udah kenyang, lagian pagi ini Gilang akan datang ke kantor, jadi Revan harus ada disana"
"sampaikan sama Gilang, permintaan maaf dari papah, nanti biar papah yang bertemu dengan orang tuanya"
Revan menggangguk, setelah meneguk habis susu digelasnya, Revan pun pamit pada Angga dan Riska, lantas pergi meninggalkan keduanya.
---
"Laura, aku pergi sekarang ya"
Laura mengangguk mengiyakan ucapan Maura, kini setiap pagi, Maura selalu membantu Laura membuka warungnya.
Setelah selesai, Maura akan kembali pulang ke rumahnya.
Laura memulai kesibukannya hari ini dengan semangat penuh, Laura sedikit heran karena Revan tak datang pagi ini.
Biasanya Revan selalu mampir sebelum ke kantor sekedar untuk pamit pada Laura.
"Laura, kembaran kamu tinggal dimana, bareng sama kamu"
Laura menggeleng, Fitri mengangguk dan berlalu untuk merapikan kursi dan meja didepan sana.
Laura mempersiapkan menu masakannya dengan lengkap dan mulai memasak, Laura senang dalam kesibukan ini, memasak adalah hobi Laura dan beruntung dari hobinya, Laura jadi bisa menghasilkan uang.
---
Revan memasuki ruangannya dengan tenang, Revan harus fokus agar semua bisa tetap baik-baik saja.
"permisi"
Revan menoleh saat Cindy memasuki ruangannya.
"ada apa"
"maaf, kemarin pak Angga meminta data ini, dan katanya dititip saja sama pak Revan"
Cindy menyimpan beberapa berkas dihadapan Revan.
"berkas apa, sebanyak ini"
"Itu berkas kerjasama yang dijalankan oleh pak Ervan"
Revan mengernyit dan terdiam menatap beberapa berkas dihadapannya.
"baiklah, terimakasih"
"iya, permisi pak"
Cindy kembali meninggalkan ruangan Revan, Revan terdiam kembali menatap berkas dihadapannga.
Sebanyak itu adalah hasil kerja Ervan, tapi Revan tidak tahu perusahaan mana saja yang diajak kerja sama oleh Ervan.
"waktu itu cuma minta dana buat kerjasama sama perusahannya pak Wira, setelah itu tak ada kabar lagi untuk kelanjutannya"
Revan mulai berfikir hal lain, tapi beberapa saat kemudian Revan menggeleng dan menepis semua pemikirannya tentang Ervan.
*tok tok tok* Revan menoleh saat pintunya diketuk, dan mempersilahkan orang dibaliknya untuk masuk.
"permisi, pak Gilang sudah datang"
"oh iya, silahkan masuk"
"silahkan pak"
"terimakasih"
Vanya mengangguk, dan kembali pamit untuk melanjutkan pekerjaannya.
"silahkan"
"ok, apa lagi sibuk"
Gilang duduk dikursi yang disediakan di ruangan itu.
"gak ada, kan jadwalnya pertemuan ini"
"ok, ok terus gimana"
"gak ada jalan lain, biar perusahaan yang ganti semuanya"
"jadi, semua udah jelas, kalau perusahaan aku sudah membayar semuanya"
Revan mengangguk, karena memang itu kenyataannya.
Dana yang masuk telah diambil Ervan dan dihabiskan untuk keperluan pribadinya sendiri.
"tapi gimana sama orang tua kamu, masih mau melanjutkan kerja samanya"
"itu sih tergantung nanti hasil dari pertemuan sama orang tua kamu"
Revan kembali mengangguk, itu mungkin benar, karena kerjasama itu memang niatan mereka bukan dari Revan dan Gilang.
"tapi mungkin kalau pun lanjut, pasti kamu yang diutus untuk mengerjakannya"
"mau bagaimana lagi"
Keduanya tersenyum, Revan memang tak akan bisa menolak untuk keputusan yang akan diambil Angga pada akhirnya nanti.
Keduanya kembali berbincang, memperbaiki semua yang memang bermasalah.
---
"tante, permisi tante"
Riska tak peduli dengan suara yang menyapanya, Riska anteng dengan lamunannya tentang Ervan.
"tante, hallo"
Riska mengerjap saat sadar ada tangan yang melambai dihadapannya.
"Laura"
Riska tersenyum dan bangkit dari duduknya.
"Maura, itu yang benar"
"Maura"
Riska terdiam menatap gadis dihadapannya, ingatannya melayang pada cerita Revan tentang Laura dan saudara kembarnya, yang pernah menjadi pemecah hubungan Revan dan Laura.
"saudara kembarnya Laura"
"Maura .... iya Maura, maaf saya baru ingat"
"gimana tante kabarnya, sehat"
"sehat, kamu sendiri gimana"
"sehat tante, oh iya, aku ganggu gak datang kesini"
"oh eng .... enggak, enggak .... gak ganggu"
Maura tersenyum, begitu juga Riska yang masih saja memperhatikan sosok Maura.
"tante, sendiri di rumah"
"iya, suami saya lagi keluar, Revan lagi di kantor dan Ervan juga gak di rumah"
Maura mengangguk, dan melihat sekeliling halaman rumah.
Maura tersenyum, mengingat Laura memilih Revan karena dengan begitu hidupnya akan terjamin.
"kamu ada keperluan apa"
Maura menoleh dan kembali tersenyum.
"aku, mau ngobrol aja sama tante, boleh kan"
"boleh, ayo masuk kalau gitu"
"oh iya tante, makasih"
Maura melangkah mengikuti Riska yang lebih dulu melangkah memasuki rumahnya, Maura memang sengaja datang ke rumah Revan, sekedar untuk mengetahui seperti apa kehidupan Revan dan keluargannya.
"silahkan duduk Maura"
"makasih tante"
"bi Marni, buatkan minum bi, ini ada tamu"
Teriak Riska yang kemudian ikut duduk, Maura masih terdiam memperhatikan sekelilingnya.
Rumahnya nyaman, orang-orangnya juga pasti asyik.
"silahkan"
Bi Marni menyuguhkan minuman lengkap bersama beberapa cemilannya, Maura mengangguk dan berterimakasih untuk hidangannya.
"ayo diminum Maura"
"iya tante, nanti aja"
"lantas, kamu mau bicara apa"
Maura terdiam untuk beberapa saat, medengar pertanyaan Riska membuat Maura sedikit baingung untuk memulai percakapannya.
"kenapa, kamu mau bertanya tentang Revan dan Laura kan"
"sebenarnya sih tante"
"kenapa memangnya sama mereka"
"gak ada sih, aku cuma penasaran aja, katanya suami tante gak setuju ya sama hubungan Laura dan Revan"
"seperti itulah keadaannya, tapi Revan tetap pada keputusannya dan melanjutkan hubungannya"
"kalau tante gimana"
"saya gak masalah Maura, asalkan Revan bahagia, saya akan mendukungnya"
Maura tersenyum dan mengangguk, kenapa bisa berbeda suami dan istri
Harusnya mereka kompak mendukung kebahagiaan putranya.
"Maura, apa saya boleh tanya sesuatu"
"sesuatu .... apa tante"
"kamu sama Laura kan kembar, tapi kenapa Laura kok gak bisa bicara"
Maura mengernyit mendengar pertanyaan Riska, tak ada yang bisa Maura katakan untuk menjawab pertanyaan itu.
"Maura, pertanyaan saya menyinggung ya"
"hah .... oh .... enggak kok .... enggak"
"lalu, kamu bisa kan jelasin semuanya sama saya"
Maura kembali terdiam, bagaimana cara Maura untuk menjelaskannya.
Jika pun Maura menjelaskan semuanya, apa Laura akan bisa menerimanya jika tahu nanti.