Chereads / Tunawicara Itu Kekasih Ku / Chapter 33 - Kebohongan Ervan

Chapter 33 - Kebohongan Ervan

Revan menjabat tangan Gilang untuk akhir dari pertemuannya, keputusannya tetap pada mengganti uang kerugian perusahaan Gilang.

Seperginya Gilang, Revan mengusap wajahnya, perasaannya sedikit tenang karena Gilang mau memaafkan Ervan dan mau tetap melanjutkan kerja sama mereka.

Meski mereka tahu, keputusan akhirnya tetap ada pada keluarga Gilang.

"semoga saja papah mendapatkan hasil yang sama dari keluarga Gilang"

Revan mengangguk, perhatiannya kembali pada beberapa berkas dihadapannya yang beberapa waktu lalu diantarkan Cindy ke ruangannya.

Revan membukanya dan membacanya bergantian, Revan benar-benar tak tahu tentang kerjasama yang tertulis diberkas itu.

Angga tak pernah memberitahukan hal itu pada Revan.

"perusahaan siapa saja ini"

Revan membaca setiap tulisan didalamnya, Revan memang tidak tahu tentang itu.

Revan kembali menutupnya dan terdiam fokus dengan pemikirannya, Revan mulai ragu, jika Angga juga mengetahui tentang berkas kerjasama tersebut.

"bagaimana ini"

Revan menghembuskan nafasnya perlahan, berusaha tetap tenang dan menepis semua hal yang mengganggu fikirannya.

---

Riana menghidangkan beberapa masakan untuk Ervan, saat Ervan meninggalkan meja makan tadi, ternyata Ervan datang ke rumah Riana.

Beruntung Riana belum pergi ke kantor, sehingga Ervan bisa tetap bersama Riana.

"ayo makan dulu"

"aku gak laper"

"katanya kamu belum sempat sarapan, ayo makan dulu, aku udah masak banyak loh"

"aku bilang aku gak laper"

Riana terdiam, diwaktu yang seharusnya masih tenang, Riana harus melihat kekesalan Ervan.

"aku gak mau makan, gak mau apa-apa"

Riana tak menjawab, harusnya Riana berangkat lebih pagi tadi agar tak keduluan Ervan datang ke rumahnya.

"kamu kenapa diam aja"

Riana menoleh dan mengangkat satu alisnya, terdiam menatap Ervan tanpa berani berkata apa pun.

"apa, kenapa seperti itu"

"lalu aku harus gimana, tadi banyak ngomong dimarahin, kamu kenapa sih, ini masih pagi kenapa harus marahain kaya gitu"

"aku cuma bilang gak laper, aku gak mau makan"

"iya tapi biasa ngomongnya"

Ervan terdiam berbalik menatap Riana, Riana memang tak tahu apa-apa dan Ervan juga tak ingin Riana tahu tentang itu.

"apa, kenapa sekarang kamu malah diam"

"kamu kenapa, malah balik marah sama aku"

"ya iyalah, lagian pagi-pagi datang kesini, malah marah-marah, emang enak apa pagi hari kaya gini dimarahin"

"ini udah siang Riana"

"sama aja, intinya gak usah marah-marah"

Ervan terdiam dan mengalihkan pandangannya dari Riana, Ervan tak ingin berdebat lagi.

"aku ke kantor ajalah, kamu kalau mau disini silahkan, mau tidur juga silahkan, ada mbak kok disini"

"aku harus tidur sama mbak gitu"

"terserah, kalau emang mau"

Ervan mengernyit dan menyuruh Riana untuk pergi, ada Riana di dekatnya juga tak mampu menghilangkan kekesalan dan kemarahannya saat ini.

Ervan justru malah lebih kesal lagi dengan kebawelan Riana padanya.

---

"silahkan pak"

Vanya membukakan pintu untuk Angga, Angga datang ke kantor untuk menemui Revan, dan tentunya untuk membahas apa yang sedang jadi permasalahan.

"papah"

Revan dengan cepat membereskan berkas yang sejak tadi mengganggu fikirannya, menyimpannya bersamaan dengan berkas lainnya di meja.

"makasih Van"

"sama-sama, permisi"

Vanya kembali menutup pintunya, Angga lantas duduk dan langsung bertanya tentang hasil pertemuannya dengan Gilang.

Revan mengangguk, dan memang itu sudah pasti akan terjadi.

"gak apa-apa kok pah, Gilang aman, dia masih tetap bisa menjalankan kerjasamanya"

Angga tersenyum dan mengangguk mendengar jawaban Revan.

"lalu papah, gimana hasilnya"

"tentu saja baik, mereka masih tetap melanjutkan kerjasama kita, tapi mereka minta agar cuma kamu yang mengurusnya"

Revan memejamkan matanya sesaat, itulah yang sempat dibahasnya tadi dengan Gilang.

"lalu Ervan gimana"

"sudahlah, lupakan dia, anak gak berguna"

Revan terdiam, ketidak baikan hubungan itu kembali terjadi lagi.

Apa Revan harus kembali meninggalkan rumah seperti waktu itu.

"apa pekerjaan mu sangat banyak"

"enggak, kenapa memangnya"

"berkas sebanyak itu"

Revan melirik berkas yang dimaksud Angga, Revan terdiam sesaat, dan kembali melirik Angga.

"itu bukannya berkas yang diminta papah dari Cindy"

"ini milik Ervan"

Angga membawanya dan membukanya bergantian, meneliti setiap tulisan yang ada disana.

Angga mengernyit, melihat apa yang tertulis disana.

"sebanyak ini, perusahaan mana saja ini"

"papah tanya Revan, lalu Revan harus tanya sama siapa"

Angga terdiam menatap Revan, jawaban macam apa itu yang baru saja didengarnya.

"Revan hanya pernah mendengar tentang kerjasama Ervan dan perusahaan pak Wira, tapi itu hanya sekilas dan sampai sekarang Revan tak pernah lagi mendengar tentang itu"

Angga kembali membuka berkasnya dan mencari tulisan perusahaan Wira.

"tapi ini ada, perjanjiannya sudah tertulis"

Revan menggeleng, tak ada lagi yang bisa dikatakan Revan.

"dana juga sudah keluar"

Revan mengernyit, Revan masih ingat jika waktu itu, Revan melarang Cindy untuk memberikan dana untuk Ervan.

"berapa"

"500 juta"

Revan kembali dibuat bingung dengan apa yang dikerjakan Ervan, Revan meminta berkas ditangan Angga, dan membaca setiap bagiannya.

Banyak sekali dana yang dikeluarkan untuk berkas-berkas itu, tapi Revan tak pernah mendengar apa pun dari Cindy.

"kenapa"

Revan menoleh dan menyimpan berkasnya, Revan semakin bingung dengan semuanya.

Apa yang bisa dikatakan Revan pada Angga ditengah kecurigaannya pada Ervan.

"kenapa Revan"

"enggak pah, nanti coba Revan cari tahu semuanya, Revan juga belum periksa laporan keuangan beberapa bulan terakhir"

"kenapa bisa seperti itu, laporan itu sangat penting Revan"

"iya pah, Revan akan cek hari ini"

Angga terdiam menatap Revan, fikirannya melayang pada sosok Laura.

Karena kehadiran gadis itu, Revan jadi berantakan dalam mengerjakan tanggung jawabnya di perusahaan.

Untuk sekedar memeriksa laporan keuangan pun, Revan tak sempat melakukannya.

"papah masih sangat percaya sama kamu, jangan coba kamu untuk mengecewakan papah"

"iya pah, Revan akan perbaiki semuanya hari ini"

Angga tak menjawab, Angga memilih pergi dari ruangan Revan.

Revan mengusap wajahnya kasar, memang benar itu adalah juga kesalahannya.

Tapi kenapa Ervan begitu tidak bisa diandalkan dalam semua hal.

Revan menggeleng dan melakukan panggilan untuk meminta Cindy datang keruangannya.

"permisi pak Revan"

"masuk"

Cindy memasuki ruangan dan berdiri dihadapan Revan.

"sudah beberapa bulan ini kamu tidak menyerahkan laporan keuangan sama saya, kemana saja kamu"

Cindy terdiam menunduk mendengar pertanyaan Revan.

"maaf pak, tapi saya juga belum menyelesaikannya"

"apa yang kamu kerjakan diwaktu pengerjaan"

Cindy kembali terdiam, Revan semakin curiga dengan apa yang terjadi.

"saya akan segera kerjakan"

"kapan, kamu selalu mengerjakan semuanya tepat waktu Cindy"

"iya pak, saya minta maaf"

"saya minta semua laporannya besok pagi, saat saya datang, semua harus ada dimeja saya"

"baik pak"

"ya sudah, kerjakan"

Cindy mengangguk, dan pamit untuk kembali ke ruang kerjanya.