"sebenarnya, apa yang kamu inginkan dari semua yang kamu lakukan itu Ervan"
"apa lagi pah, kenapa masih saja tanyakan hal itu sampai sekarang"
"apa lagi, apa maksud kamu"
Revan mengernyit mendengar keributan diluar sana, perlahan matanya terbuka dan sadar jika hari sudah siang.
Jelas sudah, Revan bangun kesiangan hari ini padahal masih hari kerja.
"Ervan datang"
Ucapnya seraya bangkit dari tidurnya, Revan melirik jam dimeja sampingnya.
"jam 9, bagaimana bisa seperti ini, mamah kemana lagi gak bangunin"
Revan menggaruk kesal kepalanya yang memang gak gatal.
"aku terlalu asik semalam sama mamah dan Laura, sampai telat tidur dan sekarang telat bangun"
"jelaskan semuanya sekarang"
Bentakan Angga kembali menarik perhatian Revan, Revan keluar dan melangkah menghampiri keduanya.
Revan terdiam memperhatikan keduanya, perdebatan mereka sepertinya bukan hal sepele.
"jelaskan Ervan"
"itu semua pasti salah pah, pasti ada kesalahan, jangan percaya gitu aja dong"
Angga tampak menggebrak meja dihadapannya mendengar jawaban Ervan.
"mereka memberikan laporan itu 3 kali pengulangan, kamu fikir itu sebuah kesalahan, sekarang jelaskan apa yang kamu lakukan di Makassar diwaktu selama itu, papah cuma kasih waktu 2 minggu, tapi kamu apa"
Ervan tersenyum dan memalingkan wajahnya mendengar kalimat Angga, dan lagi Ervan harus mendapatkan amarah dari Angga.
"kamu jawab jujur atau papah hentikan lagi kegiatan kamu dikantor"
Ervan mengernyit, bagaimana bisa hal itu terjadi.
"kenapa, hentikan aja, memang dari dulu juga papah gak pernah rela kan memberikan tanggung jawab itu sama Ervan"
Revan memejamkan matanya mendengar setiap kalimat yang dilontarkan Ervan, rasanya Revan ingin kembali pergi dari rumah agar tidak lagi mendengar pertengkaran seperti itu terus menerus.
"iya, Ervan memang mengambil dana itu, untuk memenuhi apa yang menjadi keinginan Ervan dan Riana disana, puas"
Angga dibuat syok dengan jawaban Ervan, dana yang hampir 1M, diambilnya hanya untuk hura-hura.
Tak beda dengan Angga, Revan pun turut kaget dengan apa yang didengarnya.
"apa kau sebodoh itu Ervan"
"bodoh ...."
"kamu fikir itu lelucon"
"pah, uang segitu juga diperusahaan ada kan, papah tinggal ganti aja apa susahnya, lagian dengan uang itu anak papah ini jadi bahagia"
Angga memejamkan matanya sesaat dan langsung menampar Ervan tanpa perasaan.
Sejak dulu sampai sekarang, ternyata Ervan masih sama, selalu saja menganggap enteng semua hal yang berat.
"lagi, ayo tampar lagi, sudah berapa lama papah tidak menamparku, ayo tampar"
Revan berlari dan menahan tangan Angga yang hendak kembali menampar Ervan.
"cukup pah, ini gak akan menyelesaikan masalah"
Angga menoleh dan menurunkan tangannya, Angga benar-benar kehilangan kesabarannya menghadapi Ervan.
Angga berlalu begitu saja meninggalkan 2 putra kembarnya yang kini tengah saling menatap.
"kenapa pergi pah, ayo tampar lagi"
"cukup Ervan, dimana akal sehat kamu"
"akal sehat apa, kamu fikir aku gila"
"memang benar kan, kamu itu gila, melakukan sesuatu tanpa difikir akibatnya, kamu mau buat perusahaan bangkrut"
Revan tak kalah emosi berbicara dengan Ervan, Ervan tersenyum dan bertepuk tangan menerima amarah Revan.
"semua lucu buat mu"
"kamu fikir keputusan mu selalu paling benar, kamu lupa, aku pernah meminta mu untuk mencairkan dana perusahaan agar apa yang menjadi tanggung jawab ku sukses"
"apa maksud mu"
"dulu kamu dengan so kuasanya kamu diperusahaan, kamu menolak dana awal yang aku minta untuk kerja sama dengan perusahaan yang aku ajak kerja sama, tapi kamu menolaknya sampai semua gagal dan aku sama sekali tak mendapatkan apa-apa dari usaha ku"
Revan terdiam, Revan ingat kala itu Cindy menyampaikan pesan Ervan tentang dana 180juta yang diminta Ervan.
"ingat sekarang"
"itu bukan alasan untuk kamu melakukan semua ini, alasan kamu gak masuk akal"
Ervan tak peduli dan berlalu begitu saja dari hadapan Revan, Revan menggeleng tak mengerti dengan arah fikir Ervan.
Kejadian itu susah lama berlalu dan kenapa sekarang Ervan mengungkitnya dan menyangkutkan itu pada masalahnya saat ini.
---
"minum dulu pah"
Riska memberikan segelas air minum untuk menenangkan amarah Angga, Angga menerimanya dan meneguknya hingga habis.
"sabar pah, jangan terlalu kasar sama Ervan, nanti imbasnya buruk"
"dia sudah keterlaluan, bagaimana bisa dibiarkan begitu saja"
Riska terdiam, memang benar apa yang dilakukan Ervan sangatlah salah, tapi dengan dimarahi pun tak akan merubah semuanya.
"kamu kenapa diam saja, apa kamu tak bisa memperbaiki kelakuan anak mu itu"
Riska menoleh dan terdiam menatap suaminya, apa yang harus Riska ucapan jika dirinya sendiri pun tak tahu jika Ervan akan melakukan semua itu.
"mulai besok suruh dia diam di rumah, gak perlu lagi mengurusi apa pun diperusahaan"
"pah, jangan seperti itu"
"lalu harus bagaimana, kamu fikir itu menguntungkan bagi perusahaan"
"ya tapi biar Ervan berusaha memperbaiki semuanya"
"gak bisa, anak itu memang gak akan pernah bisa berubah"
Riska menghembuskan nafasnya pasrah, kenapa Ervan melakukan semuanya setelah Angga mempercayainya untuk mengurus perusahaan.
---
"Revan, boleh mamah masuk"
Revan menoleh dan memutus sambungannya dengan Laura, Revan bangkit dan membukakan pintu untuk Riska.
"kamu gak ke kantor"
"gak bisa mah, Revan gak bisa fokus dengan semuanya"
"kamu sudah bicara sama Ervan"
"Ervan masih marah, Revan gak bisa berbicara sama dia sekarang"
Riska mengangguk dan melangkah masuk, Revan memutup pintunya dan ikut duduk disamping Riska.
"kenapa Ervan seperti itu, apa Ervan tidak bahagia dengan kehidupannya selama ini, meski papah telah mempercayainya"
Revan tak menjawab, karena Revan juga tak mengerti dengan apa yang menjadi arah fikir Ervan saat ini.
"papah sudah percaya sama dia, kepercayaan dan tanggung jawab sudah diberikan pada Ervan, tapi kenapa Ervan malah kembali mengecewakan papah"
"Revan akan tanyakan nanti mah, sekarang mamah tenang dulu dan mamah juga harus tenangin papah"
"mamah gak ngerti kalau harus ada dikeadaan seperti ini lagi"
"ini gak akan lama, mamah berdoa aja semoga ini ulah terakhir yang dilakukan Ervan terhadap papah"
Riska mengangguk dan tersenyum, itu adalah doa yang selalu dipanjatkannya, berharap agar keluarganya selalu baik dan harmonis disetiap waktu dan keadaannya.
"Ya udah mamah tenang, mamah udah makan, Revan temenin makan ya"
"mamah gak laper, kamu aja sana makan, kamu pasti laper kan"
"Revan belum mandi, nanti aja kalau udah mandi"
"jorok, kamu jadi sering kesiangan ya sekarang"
"mamah gak bangunin aku, udah tahu aku kecapean"
"kamu cape karena habis jalan-jalan berdua sama Laura, iya kan"
Keduanya tersenyum dan terdiam untuk beberapa saat, sampai akhirnya mereka kembali bercerita berharap bisa melupakan masalah yang ada untuk beberapa saat saja.