Revan keluar kantor bersama dengan Angga, mereka selesai pertemuan dikantornya.
Angga mengajak Revan untuk makan siang bersama, tak ada Ervan karena saat ini Ervan sedang berada di Bandung.
"gak ajak mamah makan siang bareng"
"udah tapi katanya gak bisa, di rumah lagi ada arisan"
"mamah dapat arisan"
"mana papah tahu"
Revan tersenyum dan ikut memasuki mobil Angga, Angga sudah menitip pesan pada Vanya bahwa Revan akan telat ke kantor setelah makan siang.
"makan dimana pah"
"di restoran milik om Wahyu"
"om Wahyu, memangnya dia disini"
"iya, dia datang kemarin dan ngajak papah bertemu makanya sekarang kita kesana"
Revan mengangguk mendengar penuturan Angga, sepanjang perjalanan mereka tak henti berbincang membicarakan banyak hal ya tentu saja semua tentang bisnis.
"pah, minggu depan Revan harusnya ke Makassar lagi, bolehkan kalau diganti sama Ervan dulu"
"kenapa seperti itu, itu kan tanggung jawab kamu"
"soalnya pak Gilang juga masih disini dan Revan masih ada beberapa kali pertemuan lagi dengannya untuk membahas tawaran yang papah ajukan kemarin"
"belum selesai"
"belum, kami baru 2 kali pertemuan tapi pak Gilang masih tidak puas dengan persyaratannya"
"baiklah, perlu berapa pertemuan lagi"
"bisa dua atau tiga kali"
"sebanyak itukah"
"itu kan kemungkinan, ya siapa tahu aja sekali juga selesai"
"atur saja agar semua bisa berjalan"
Revan tersenyum dengan jawaban papahnya, jawaban yang sesuai dengan keinginannya.
Revan memang enggan kembali ke Makassar sehingga dia beralasan seperti itu, semoga saja Ervan pun bisa menuruti keinginannya.
Sampai ditempat tujuan, keduanya telah dinanti oleh pemilik restoran.
Angga dan Revan bergegas menghampirinya, mereka saling sapa dan berbincang beberapa hal sebelum akhirnya hidangan disajikan.
"baiklah, kita makan dulu nanti bisa lanjut ngobrol lagi"
"tentu om, aku udah laper banget"
"baiklah, ayo Revan dinikmakti hidangannya"
"makasih om"
Mereka menikmati hidangan makan siangnya dengan tenang, Angga dan Wahyu masih saja berbincang tapi Revan fokus dengan makanannya.
Ditengah lahapnya, Revan harus menghentikannya saat dering ponselnya mengganggu fokusnya.
"biarlah dulu Rev"
"ga masalah om, takutnya penting"
Revan mengeluarkan poselnya dan membuka pesan yang masuk, ekspresinya berubah seketika itu.
"kenapa kamu"
Angga menyadari perubahan Revan yang tiba-tiba itu, Revan menggeleng kemudian melanjutkan makannya.
Setelah mendapat pesan Revan jadi gelisah berada ditempatnya bahkan obrolan yang dibahas pun tak dapat dimengertinya.
"bagaimana Revan menurut mu"
"hah...apanya"
Wahyu mengernyit melihat keanehan Revan, Revan menggeleng dan meneguk air digelasnya.
"kamu kenapa, ada masalah"
"sepertinya Revan harus kembali ke kantor, Vanya kirim pesan katanya ada yang harus ditanda tangani sekarang"
"kan papah udah bilang tadi"
"tapi katanya dadakan, boleh kan"
"kamu mau balik pake apa"
"banyak taxi online pah"
"ya udah sana, hati-hati"
"iya, om Revan permisi"
"silahkan"
Revan berlalu dengan terburu-buru andaikan punya sayap Revan akan terbang agar cepat sampai ditempat tujuan.
---
Disis lain Keysha dengan gelisah menantikan kedatangan Revan, sudah 15menit seharusnya Revan sudah sampai dihadapannya.
"kemana dia, lama sekali apa tidak mengerti dipesan tertulis sangat penting"
Keysha mengedarkan pandangannya kesetiap sisi mencari sosok Revan yang tak kunjung datang.
"aaahh udah ilang aja baru tahu rasa, lama banget emang pergi dari mana, dari arab"
Keysha benar-benar kesal menunggu Revan, urusannya juga masih banyak selain dari menunggu Revan, kalau bukan karena peduli seharusnya Keysha sudah pergi.
"Sha sorry lama"
Keysha berbalik dan mendelik saat melihat Revan, tanpa bicara apa pun Keysha menarik Revan pergi dari tempatnya.
"kemana Sha"
"berisik, kemana aja sih, ini kalau ya masih ada kalau pergi awas anggap aku bohong"
"bohong apa sih, kenapa"
"diamlah"
Keysha menghentikan langkahnya dan mencari sosok yang dilihatnya beberapa waktu lalu.
"apa Sha"
"tuh lihat, itu Gilang kan dan itu cewenya itu siapa itu"
Revan melirik arah yang ditunjuk Keysha dan benar saja itu adalah Gilang, Revan meneliti sosok wanita yang terlihat hanya punggungnya.
Revan tahu dan yakin jika itu memang Laura.
"apa aku salah lihat"
Revan tak menjawab, Revan terdiam melihat kebersamaan dua orang yang menjadi pusat perhatiannya.
"mereka dari tadi disana, kamu emang gak nemuin Laura, gimana bisa mereka bersama"
Revan mengernyit, akhir-akhir ini Revan memang jarang menemui Laura karena kesibukan kantornya tapi Laura juga mengetahuinya.
"aku lama merhatiin mereka disini tadinya aku fikir mereka cuma gak sengaja ketemu tapi setelah diperhatiin sepertinya mereka memang sudah ada janji"
Jantung Revan berdegup hebat melihat keduanya yang begitu mesra, kedua tangannya mengepal kuat ingin sekali Revan melabrak keduanya.
"pantas saja namanya sama, aku fikir kebetulan nama emang banyak yang sama tapi ternyata.....
"diamlah, apa kamu tidak bisa diam"
Keysha mengernyit mendengar Revan membentaknya, Revan tak peduli dengan Keysha.
Saat melihat Gilang pergi dari Laura, perlahan Revan menghampiri Laura.
Berdiri dibelakangnya tanpa suara, melihat sekitar mencari sosok Gilang yang tak lagi terlihat.
Revan memejamkan matanya sesaat, mencoba mencari kekuatan atas rasa takutnya saat ini.
Revan menutup kedua mata Laura dengan berusaha tetap tenang.
"apa harus seperti ini"
Seperti tersambar petir, setelah sekian lama hari ini Revan mendengar suara Laura.
Laura menggenggam tangan Revan melepaskan dari wajahnya dan berbalik menghadapnya.
Ekspresi yang tak kalah terkejut ditampakan oleh Laura, dengan susah payah Laura menelan ludahnya dan melepaskan tangan Revan.
"Re-Revan"
Air mata Revan menetes begitu saja, sudah lama Revan berjauhan dengan luka dan hari ini Revan harus merasakannya lagi.
Dengan kekuatan yang tersisa Revan menatap dalam mata Laura berusaha menepis segala kenyataan yang dihadapinya.
"kamu bisa menyebut nama ku Laura"
Laura benar-benar tak tahu harus bagaimana, keadaan ini sangat tak ingin dihadapinya.
"kenapa, kenapa baru kali ini, kemarin apa kamu hanya diam"
Laura mencoba meraih kembali tangan Revan tapi gagal karena Revan menepisnya begitu saja.
"apa, bukankah aku sudah menceritakan segalanya, semua tentang kehidupan ku kamu tahu semuanya"
Revan menggeleng dan kembali melihat sekitar.
"kemana dia, gak akan kembali lagi, dengar baik-baik dari awal aku jujur sama kamu tentang semuanya gak ada satu kata pun yang merupakan kebohongan, aku fikir kamu bisa memberikan yang sama"
Laura menggeleng, bibirnya begitu sulit untuk berucap menjawab setiap perkataan Revan.
"jangan seperti ini, aku akan terima jika kamu memang ingin pergi, tapi dengan seperti ini tak ada yang bisa aku terima"
Revan mengusap air matanya yang tak henti mengalir.
"maaf jika selama ini aku menyusahkan mu, Terimakasih Laura kamu memang gadis yang sangat istimewa yang pernah aku kenal"
Revan berlalu meninggalkan Laura yang mematung ditempatnya.