Chereads / Tunawicara Itu Kekasih Ku / Chapter 8 - Debaran Kedua

Chapter 8 - Debaran Kedua

"mas nasinya tambah satu ya"

"mas, teh manis hangat dua lagi"

Revan sibuk dengan berbagai pesanan di warung makannya, Revan mengerjakannya sendiri tanpa ada yang membantu selain karena warungnya yang masih baru Revan juga ingin mencoba mengurusnya sendiri.

"Laura, apa teh disini habis"

"he'emm"

Laura mengangguk dan menghampiri Revan, Revan tampak menepuk jidatnya karena ketidak siapannya dalam melengkapi jualannya.

Laura tersenyum sesaat Laura mengusap pundak Revan dan berlalu membawa teh yang dicarinya.

"kamu bilang habis"

Revan mengernyit saat melihat Laura yang membawa kotak teh dan membuatkan pesanan pembeli.

"mmmmm"

Laura memberi nampan yang berisi dua gelas teh dan satu nasi sesuai pesanan, Revan menggeleng dan mencubit pipi Laura sekilas kemudian berlalu mengantarkan pesanannya.

---

"Ervan, apa ini jalannya benar"

"tentu saja, ini lokasi yang dikirim Revan"

"cepatlah, mamah sudah ingin sekali bertemu dengan Revan"

Ervan, Riska dan Riana sedang diperjalanan menuju alamat Revan.

Riska begitu tak sabar ingin segera bertemu dengan putranya yang telah lama tak bertemu, Ervan tak sabar ingin cepat mengetahui gadis yang sekarang bersama Revan begitu juga Riana yang menutupi ketidak sabarannya bertemu Revan dan menutupi rasa penasarannya pada gadis yang pernah Revan katakan sebagai cinta barunya pada Riana.

---

"terimakasih, ditunggu kedatangannya lagi"

"terimakasih kembali"

"huuuh"

Revan menggeleng saat pelanggan terakhirnya keluar dari warungnya. Revan melihat Laura yang lebih dulu duduk istirahat sambil menikmati minumannya.

"dia memang selalu bisa mengembalikan semangat ku, tunggulah sebenar lagi"

Revan tersenyum penuh semangat dan segera menghampiri Laura, yang tampak tersenyum melihat Revan duduk dihadapannya.

"buat ku"

"mmm"

"Laura, aku sudah menutup warungnya, kita bisa istirahat lebih lama"

Laura mengernyit dengan sedotan yang tak lepas dibibirnya, Laura memainkan jarinya dihadapan Revan.

Revan tersenyum melihat setiap gerakan jari Laura, Revan mengerti Laura bertanya alasan warung tutup lebih awal.

"Laura, aku mau tanya satu hal sama kamu, boleh kan"

"mmmm"

Revan begitu terbiasa dengan anggukan dan gelengan disetiap perbincangan dan Revan juga bisa mengimbangi semuanya.

Perlahan Revan menarik dan menggenggam kedua tangan Laura, Laura hanya diam memperhatikan dan menunggu apa yang akan Revan katakan padanya.

"Laura, kamu mau kan kenal dengan semua keluarga ku"

Laura mengernyit, ucapan Revan mampu menaikan detak jantungnya ke level lebih tinggi, Revan tersenyum tatapannya penuh harap terhadap Laura.

"aaaaaaa"

Laura tiba-tiba mengerang, tangan yang tadi di genggam Revan telah berpindah ke perutnya, Laura meremas perutnya sambil terus mengerang.

Revan yang melihatnya ikut panik dan dengam cepat berpindah ke samping Laura.

"kenapa, kamu kenapa, sakit, kenapa, kram perutnya, kenapa ada apa"

"ssss aaaaa"

"ayolah bilang kenapa, jangan bikin aku panik, kamu sakit perut, perlu ke dokter ayo"

Laura nyengir menunjukan gigi putihnya pada Revan, hal itu membuat Revan bingung dengan Laura, Revan berusaha mencari tahu maksud Laura, sesaat Revan terdiam kemudian menjitak pelan kepala Laura.

"kamu kebelet pipis kan"

Laura terkikik sambil mengusap bekas jitakan Revan yang sebenarnya tak sakit, untuk menghindari kekesalan Revan berikutnya dengan cepat Laura pergi meninggalkan Revan.

"Lauraaaa..... haaah kirain beneran sakit, diajakin ngomong serius juga, selalu saja seperti itu"

Revan harus menutupi kekesalannya saat mendengar deritan pintu yang terbuka, Revan tersenyum melihat kedatangan Riska dan Ervan, tanpa basa-basi Revan menghampiri mereka dan langsung memeluk Riska.

Riana menghembuskan nafas leganya setelah sekian lama akhirnya Riana bisa kembali melihat Revan.

Ervan tak peduli dengan Revan yang ada dihadapannya, Ervan mengedarkan pandangannya ke setiap ruangan mencari sosok yang membuatnya penasaran.

"ayo duduk, aku sengaja tutup warungnya karena Ervan bilang kalian mau kesini"

"kenapa tidak, mamah sangat merindukan kamu Revan"

"gimana kabar kamu"

Riana yang tak sabar berbicara dengan Revan mendahului dengan bertanya kabar, Revan tersenyum setelah melihat Riana dan Ervan bergantian.

"baik, gimana keadaan mu sendiri dan hubungan mu dengan Ervan"

"aku....

"kita baik-baik saja, semua baik-baik saja sesuai dengan harapan mu bukan"

Ervan menyela obrolan Riana dan Revan, sambil merangkul pundak Riana, Ervan menujunkan keharmonisan hubungannya dengan Riana.

"baguslah, aku ikut senang mendengarnya"

"toilet dimana, rasanya aku harus ketoilet gerah sekali"

Revan menujunkan arah toilet, setelah kepergian Ervan, Revan mengajak Riska dan Riana untuk duduk agar bisa berbicara dengan lebih tenang.

"Papah gak ikut"

Riska terdiam setelah sesaat melirik Riana, Riska tak bisa mengatakan jika Angga telah kecewa dengan jalan yang dipilih Revan.

"ga masalah mah, mungkin lain kali kita bisa kumpul bersama"

"iya Revan, mamah harap juga seperti itu"

---

Ervan meneliti setiap ruangan yang dilewatinya, rasa penasarannya masih mendominasi diri Ervan akan sosok gadis yang bersama dengan Revan.

Ervan memasuki dapur dan langkahnya seketika terhenti saat seseorang memukul kepalanya.

"apa-apaan ini"

Ervan mengusap kepalanya yang terasa sakit akibat pukulan yang diterimanya, Ervan melirik sosok dihadapannya saat melihat senyumannya, Ervan teringat dengan seorang gadis yang ditabraknya dicafe waktu dulu, wajahnya dan senyumannya benar-benar sama.

Ervan terdiam saat jantungnya berdetak kencang, hal yang sama terjadi seperti waktu itu dan benar Ervan yakin Laura adalah gadis yang ditemuinya dulu.

Ervan kaget saat kembali menerima pukulan dari Laura.

"apa ini, apa salah ku"

"mmmm"

Laura memelototi Ervan sambil menujuk bekas jitakan Revan dikepalanya, Ervan mengernyit tak mengerti dengan yang dimaksud Laura, belum sempat Ervan bertanya Laura telah lebih dulu memukulnya lagi.

"hey apa-apan ini, aku cuma mau ketoilet, kenapa seperti ini apa masalahnya"

Tak peduli dengan segala ucapan Ervan, laura teru saja memukulinya dan Ervan yang mulai kesal dengan kelakuan Laura tanpa sengaja mendorong Laura.

Sendok yang dipegang Laura terlempar bersamaan dengan tubuhnya yang terjengakang, nasib baik Ervan dengan cepat menarik tubuh Laura ke pelukannya.

keduanya terdiam saat pandangan mereka bertemu, Ervan benar-benar kewalahan mengatur detak jantungnya yang semakin kencang saat menatap Laura dengan begitu dekat.

"Laura"

keduanya sama-sama tersentak dan saling menjauh saat mendengar suara Revan, Laura menatap Ervan dan Revan bergantian, wajahnya menujukan kebingungan sama dengan Revan yang juga bingung melihat Laura dan Ervan.

"maaf, tadi aku lagi....

"kamu kenapa Laura"

"hah.....

Laura melangkah mendekati Revan dengan tangan yang menyentuh dadanya, Revan menggenggam tangan Laura dan kembali menanyakan keadaannya.

Laura diam masih dengan menatap Revan dan Ervan secara bergantian.

"tenanglah Laura, dia Ervan saudara kembar yang pernah aku ceritakan dulu"

Laura tersenyum dan terdiam menatap Ervan yang juga menatapnya.

Kini Ervan tahu gadis yang diceritakan Riska adalah Laura dan Ervan tahu Laura adalah gadis yang pernah ditemuinya dulu.