Chereads / Never Lost You / Chapter 21 - 2. Pilihan

Chapter 21 - 2. Pilihan

"Aaaa!" Sebuah teriakan kencang terdengar begitu nyaring dari arah luar kamar. Saat aku terbangun, Kayla sudah tidak berada di tempatnya, bagian ranjang yang selalu ditempati Kayla kini kosong.

"Mrs. Finnigan, please calm down." suara Mrs. Brown terdengar begitu panik. Aku lekas bangun dan bergegas menghampiri sumber suara.

"Hiks…hiks..huwaa…mamamama…" sekarang tangisan Nyle yang terdengar begitu terkejut dan ketakutan. Apa yang sebenarnya terjadi, aku khawatir kejadian minggu lalu terulang lagi. Aku khawtir pada Nyle sekarang.

"Release me! I never gave birth to a baby. I don't have a baby. Why can he be in my house!" teriak Kayla histeris, saling bersahutan dengan tangis ketakuan milik Nyle.

Semua benar – benar kacau saat aku tiba di kamar Nyle. Kayla berusaha keras menggapai Nyle dalam pangkuan Jean dengan gunting tajam yang tergenggam erat di tangannya. Di sampingnya Mrs. Brown berusaha keras menahan Kayla agar tidak mendekat pada putra kami. Demi Tuhan, pemandangan ini sangat menyakitkan. Ini sudah sering terjadi, terakhir kali terjadi lagi adalah minggu lalu. Persis seperti ini, hanya saja Kayla berusaha mencekik Nyle dengan tangannya sendiri.

Aku segera mengambil alih Kayla dan meminta Jean untuk segera membawa Nyle pergi keluar.

"Sir!" panggil Mrs. Brown dengan raut panik di wajahnya.

"Go with Jean. Take Nyle to granny house for a while!" titahku cepat masih dengan menahan tubuh Kayla yang terus meronta dan berteriak histeris. Matanya menatap tajam mengikuti Jean yang berlari keluar membawa Nyle dengan cepat.

"How about you, sir?" Tanya Mrs. Brown yang tampak khawatir dengan keadaanku dan Kayla yang sulit untuk ditenangkan.

"Just follow my command!" perintahku lagi. Mrs. Brown menurut dia hendak pergi setelah menarik serta tas kebutuhan Nyle yang selalu tersedia di samping kamar Nyle. Dan bergegas pergi menyusul Jean yang sudah pergi lebih dulu.

"Calm down, dear. I am here. Look at me eoh? Look at my eyes and listen to me" kataku menenangkan seraya menarik wajah Kayla menghadap ke arahku. Memintanya untuk menatapku.

"Everything will be alright. Don't be afraid. He's our son. You remember if yesterday we played together until late at night? We also slept with Nyle," jelasku kembali saat kayla mulai menatapku dengan tenang walau masih dengan nafas memburu. Aku memberikan tatapan meyakinkan, menganggukkan kepala dan tersenyum padanya. Kayla balik menatapku dengan tatapan seolah mencari kebohongan di mataku.

"He's love you." Bisikku kembali meyakinkannya yang masih enggan percaya dengan apa yang ku jelaskan.

"Now, remove the scissors. I'm afraid it'll hurt your hand," bujukku sambil berusaha mengambil gunting di tangannya.

"No! No! He's not my baby. I don't remember if I've a baby. I naver played with you and the baby. I never do that!" teriak Kayla kembali berontak diluar dugaan. Dia mendorongku kencang dan berlari keluar mengejar Jean masih dengan gunting dalam genggamannya. Aku langsung berlari dan kembali menariknya, menahannya untuk tidak segera turun kebawa dan mengejar mereka yang baru saja keluar dari area rumah.

"Lepaskan aku!" teriaknya kencang dibarengi tangisan.

"Maafkan aku," bisikku pelan seraya memeluknya dengan erat. Menahannya sekuat tenaga agar tidak berlari dan mengejar mereka. Kayla tetap meronta dengan kecang, kakinya menendang – nendang lantai di bawahanya, memukulku berusaha untuk lepas.

"Arghh!!!" teriakku kencang saat sesuatu yang tajam dan dingin berhasil menggores dalam lenganku. Gunting yang Kayla pegang berhasil menggoresnya hingga mengeluarkan darah yang cukup deras. Saat inilah kesempatannya lari mengejar Nyle dan Jean, saat kami saling terdiam memandangi luka ditanganku, saat itulah wanitaku lari menuruni tangga mengejar mereka yang kurasa sudah pergi cukup jauh.

"Kayla!" teriakku kencang saat tubuhnya terhunyung dan jatuh tak sadarkan diri. Aku langsung menghampirinya dan menariknya dalam pangkuanku, mengabaikan luka dalam di tanganku.

"Kayla, come on wake up dear!" pangilku berbisik didekatnya, menepuk pipinya, namun tak ada respon. Aku memeluknya dengan erat, mengecupi rambutnya dengan hati terasa perih melihatnya seperti ini hamper di setiap pagi akhir – akhir ini.

"Aku mohon berenti, dear. Aku tidak sanggup melihatmu seperti ini." Bisikku tanpa melepas pelukanku padanya. Ini benar – benar menyakitkan, melihat wanitaku ketakutan, menolak, dan berteriak histeris membuatku sedih melihatnya.

"Sir?" panggil Mrs. Brown terkejut dengan apa yang terjadi. Tubuhnya berdiri mematung di hadapan kami.

"Call 144 and accompany Kayla in here. I'll call docter Mark." perintahku sambil membaringkan Kayla di lantai dan segera pergi menghubungi dokter yang menangani Kayla selama ini.

"How about your wound sir?" Tanya Mrs. Brown sambil menatap luka di tanganku dengan darah yang tak berhenti menetes.

"Just call the ambulans!" titahku sambil mengambil kain panjang untuk menutup area sekitar luka. Membelitkannya disana untuk menghentikan pendarahannya, dan segera pergi mengambil phonsel untuk menghubungi dokter.

***

Saat tiba di rumah sakit, Kayla langsung di tangani oleh dokternya, ku titipkan Kayla pada Mrs. Brown selama aku dalam perawatan luka sekarang. Setelah jahitan terakhir, dia langsung membersihkan kembali area lukanya dan mengolesinya dengan betadhine kemudian menutupnya dengan perban.

"I give you a prescription, you've to drink it up especially antibiotics." katanya setelah merekatkan perban dengan plester yang disiapkan perawat yang mendampinginya.

"Thank you, docter," kataku seraya menarik turun lengan kemejaku dan segera pergi menuju ruangan Kayla. Dia mendapatkan tindakan langsung di ruangan lain setelah dokter Mark datang untuk memeriksanya saat pertama kali tiba di rumah sakit.

Disana, Mrs. Brown duduk menunggu di depan ruangan dengan pintu yang tertutup rapat. Ia lekas berdiri saat aku berjalan menghampirinya.

"How about condition of Kayla now?"

"She's still in care inside," jawabnya seraya menunjuk pintu ruangan yang masih tertutup. Aku mengangguk sebagai jawaban dan segera duduk di kursi tunggu tanpa mengatakan apapun lagi sampai seorang dokter keluar dari ruangan dan menghampiri kami. Dia mengajakku untuk pergi ke ruangannya dan berbicara serius disana.

***

Kuliaht wanitaku masih tertidur dengan pulas di ranjangnya. Lagi – lagi jarum infus berhasil menembus kulitnya yang pucat. Ku dudukan diriku di sampingnya, menatapinya dalam diam.

"Come back to Indonesia, honey. You can't take care your wife and son by yourself. Brown and Jean can't possibly take over when Kayla's condition is like this, only you can hendle it."

"Don't think of anything else. They're your top priority now. Kayla's health is paramount."

Kata – kata Granny kembali melintas dibenaku, dia meneleponku setelah Jean tiba disana dan menjelaskan semua kejadiannya. Dia memintaku untuk pulang ke Indonesia. Aku tidak tahu harus mengambil keputusan seperti apa.

"Apa kau lelah?" tanyaku beralih pada Kayla sambil merapikan poni rambutnya.

"Kau mau pulang? Bertemu dengan papa, mama, kak Kris, Alice, dan Abbie. Mungkin kau juga ingin bertemu dengan Radit?" tanyaku kembali padanya yang masih tenang dalam tidurnya. Kuraih tangannya dan mengelusnya dengan lembut, kembali menatap wajahnya yang terlelap dengan damai, kemudian tersenyum lebar.

"Baiklah, kau tidak perlu memikirkannya sekarang, istirahatlah dan lekas sembuh, dear. Setelah itu kita pulang dan memikirkannya kembali." kataku menyemangati diri.

"Keep thinking about that, dear?" suara gemetar khas granny meyadarkanku hingga aku langsung beralih kepadanya. Beliau berjalan dengan pelan ke arahku, ketukan tongkat yang menyangga tubuh kurusnya terdengar seirama dengan langkah kakinya. Aku lekas bangkit dari posisi duduk ku dan menghampirinya, membawanya untuk duduk di kursi yang berada di samping Kayla.

"Why granny come to here?" tanyaku terkejut dengan kedatangannya di ruang rawat Kayla.

"You don't like me worrying about her?" tanyanya seraya menatap tajam ke arahku.

"Of course no. I mean you should just rest at home, here I am guarding Kayla."

"You made me break with your son's loud cries?"

"I'm sorry. I didn't mean to annoy you granny." kataku menyesal sambil memeluknya.

Beliau tersenyum dan mengelus tanganku, menggeleng pelan disana. "I'm Just worried about you, your decision to get Jean to bring Nyle to my house is right, honey." katanya berbisik didekatku. Aku yakin Jean belum bisa menenangkan Nyle sekarang, dia pasti masih menangis keras dan memanggilku kencang sampai hidungnya memerah sempurna dengan mata membengkak dan sudut bibir sedikit berdarah. Tidak ada yang bisa menghentikan tangisan histerisnya selain aku. Forgive your daddy, sweetheart.

"Stop thinking, honey. It'll only burden you. Believe me, they'll be happier when you stay there with their favorite grandchild."