Chereads / Never Lost You / Chapter 25 - 6. Keputusan yang tepat

Chapter 25 - 6. Keputusan yang tepat

"Nyle! Ayo kita bermain dengan grandpa." Nyle langsung di sambut meriah oleh orang tua kami. Mama dan mommy tersenyum dari balik meja dapur, mereka memasak bersama dan menghidangkannya di meja. Mrs. Brown juga disana membantu mereka berdua.

Setelah aku dan Nyle ikut tidur dengan Kayla tadi siang, kami tertidur begitu nyenyak hingga bangun di sore hari. Itupun karena Nyle dan Kayla bangun lebih dulu dariku dan bermain disana dengan gembira. Setelah aku terbangun, aku membawa Nyle untuk mandi terlebih dahulu, setelah itu membantu Kayla untuk mandi juga. Dan terakhir aku yang membersihkan diri.

"Sayang, ayo duduk. Sebentar lagi makan malam tiba, mama dan mommy hampir selesai memasak." ajak mama pada Kayla saat dirinya sedang menyimpan sepiring masakan di atas meja.

Aku langsung menarik kursi untuk Kayla dudukki dan aku mengikutinya setelah Kayla duduk terlebih dahulu. Aku segera menuang air kedalam gelas dan menyimpannya di dekat Kayla.

"Ini untuk diminum, jika kau ingin minum maka lakukan seperti ini." jelasku sambil menunjuk gelas berisi air kemudian mencontohkannya. Kayla mengangguk paham dan memperhatikan kami semua, terlebih Nyle yang sedang asik bermain dengan kedua grandpa nya.

"Dia terlihat senang!" puji Kayla seraya tersenyum sambil memandangi Nyle yang sesekali tertawa dan berceloteh bersama kedua grandpa nya. Aku ikut memperhatikannya, Nyle memang tampak bahagia dengan kedua grandpa dan granny yang sedari tadi bermain menemaninya.

"Nyle merindukan grandpa kesayangannya. Mereka sudah lama tidak menjenguk Nyle saat kami masih tinggal di Swiss." sahutku menimpali setuju dengan pendapat Kayla.

"Makan malam sudah siap!" seru mama gembira setelah menyimpan hidangan terakhir yang di bawa Mrs. Brown."

"Ayo semuanya duduk, Mrs. Brown, Jean, let's join. We have dinner together." lanjut mama dan di setujui semuanya.

Mrs. Brown lekas duduk di kursi yang masih kosong, sedang Jean mengambil alih Nyle dan membawanya untuk duduk di kursinya yang berada di sampingku. Ah... selama Nyle dengan grandpa nya, Jean berada di dapur untuk menyiapkan makanan Nyle.

Makan malam pun di mulai, semua menikmatinya dengan gembira. Makan malam kali ini begitu ramai karena ada orang tua kami, Mrs. Brown dan Jean. Ini terasa lebih hangat dari biasanya dimana sebelumnya hanya aku dan Kayla saja yang menyantap hidangan di meja dapur, karena Mrs. Brown sibuk mengurus ini dan itu, sedang Jean sibuk mengurusi Nyle. Terkadang jadwal makanku tidak teratur, aku bisa makan kapan saja sendirian setelah selesai mengurusi Nyle dengan makanan dan susu formulanya, kemudian beralih mengurusi Kayla dengan segala kebutuhannya hingga akhirnya aku bisa makan dengan nyaman di dapur, walau terkadang Nyle mengangguku di meja makan karena merajuk minta ditemani daddyinya untuk tidur.

Nyle makan dengan begitu lahap. Baru dua minggu lalu Nyle ku izinkan untuk memakan sesuatu selain susu kesayangannya, dia baru melalui usia enam bulannya dua minggu lalu. Nyle menikmati makanan barunya dengan begitu lahap. Dan di sampingku Kayla, dia mengikuti cara kami makan. Dia seolah kembali menjadi anak kecil karena penyakit yang mengerogotinya.

"Uhuk...uhuk..." sekali lagi, Kayla tersedak saat menyuap makanan kedalam mulutnya. Wajahnya langsung memucat dan terbatuk begitu keras. Membuat semuanya khawatir seketika. Aku memukul – mukul tengkuknya pelan dan mulai membantunya untuk minum sedikit demi sedikit setelah batuknya berhenti.

"Pelan – pelan sayang," ucap mommy saat aku membantu Kayla untuk minum.

"Jangan terburu – buru, kau sudah tersedak dua kali, Dear. Pelan – pelan saja. aku akan menemanimu makan sampai selesai." tuturku mengingatkannya untuk makan dengan tenang.

"Tiba – tiba saja mereka berhenti di siniku dan rasanya sangat sakit." adunya menjelaskan apa yang terjadi pada makanan yang baru di telannya seraya menunjuk lehernya.

"Aku tahu," jawabku pelan sambil mengangguk dan mengelus tengkuknya. Semua kembali melanjutkan makan malam seperti semula sembari mencuri – curi perhatian pada Kayla, takut jika Kayla akan kembali tersedak. Bahkan aku sudah lebih dulu menyelesaikan makan malam dan membantu Kayla untuk memotong – motong daging agar ukurannya lebih kecil dan Kayla bisa memakannya tanpa tersedak.

"Terimakasih, hehe" kekeh Kayla seraya menoleh ke arahku. Senyum yang selalu kurindukan. Aku segera membalas kekehannya dengan senyuman hangat seperti biasanya. Dan ia langsung melahap kembali potongan daging di piringnya dengan bersemangat.

"Pelan – pelan, mama memasak daging cukup banyak, kau tidak akan kehabisan." ucapku lagi mengingatkan pada Kayla. dan dia mengangguk sambil kembali melahap potongan terakhir di piringnya.

Inilah yang selalu kuharapkan dari Kayla, makan dengan lahap dan menikmati semua hal yang dilakukannya. Beberapa hari lalu saat kami masih beraktivitas biasa di rumah kami, Kayla tidak bisa menikmati seluruh aktivitasnya, dia terganggu dengan berbagai hal yang dilupakannya, dia selalu marah dan berteriak saat dia lupa dengan apa yang akan dilakukannya, bahkan Kayla tidak bisa menikmati setiap makanannya karena efek samping dari obat – obatan yang di konsumsinya. Ajaibnya, saat kembali ke sini siang tadi, suasana hatinya dengan cepat berubah. Moodnya selalu baik bahkan dia makan dengan lahap walaupun dia harus tetap mengkonsumsi obat – obatannya.

Mungkin yang dikatakan granny ada benarnya, yang Kayla butuhkan adalah suasana baru dan ketenangan, dia membutuhkan kebebasan dan dia merindukan kehidupannya yang dulu. Pilihan mereka yang mengajakku untuk kembali membawa anak dan istriku tinggal disini adalah pilihan yang baik. maafkan aku karena aku memikirkannya terlalu lama.

Malam pertama di Bandung kami habiskan untuk berkumpul bersama di ruang keluarga, bahkan Kris datang berkunjung dan meramaikan suasana dengan terus mengganggu Nyle hingga membuat bayi itu terus tertawa dan menggelik senang. Kris memang paling pintar menggoda, terlebih itu anak kecil dan bayi.

"Wah! Kris kau pandai sekali membuat Nyle tertawa" puji papa sambil terkekeh memperhatikan kedekatan Nyle dengan pamananya, Nyle duduk di pangkuan Kris dan bercanda disana.

"Aku memang rajanya kegembiraan bagi mereka, bahkan Gin menangis saat aku tinggalkan ke toilet saat usianya masih 1 tahun" ujar Kris bangga seraya mengenang masa kecil kami, aku akui aku memang tidak bisa jauh darinya saat itu.

"Seharunya kau segera menikah dan memiliki Kris kecil" kini giliran daddy yang mengkode pada Kris.

"Come on, I still sulk at your youngest son for preceding me" canda Kris dengan dialek khasnya dalam berbicara menggunakan bahasa Inggirs.

Ya, aku memang mendahului Kris untuk hal ini, semua karena kondisi Kayla. aku tidak ingin menikahinya saat dia sudah melupakan segalanya, maka aku menikahinya dengan cepat. Aku hanya takut dia akan menolakku karena tak mengenaliku. Kemudian semuanya setuju, bahkan Kris memberi dukungan besar untuk rencanaku saat itu. Dia menyetujuinya tanpa memberi syarat apapun. Dan kudengar, sekarang dia sedang dekat dengan seorang dokter Neurologis, kalau tidak salah mereka teman lama saat kuliah dulu.

***

"Kenapa kau membawanya ke sini? Inggris memiliki rumah sakit khusus untk neurologis, kenapa tidak membawanya kesana?" tanya dokter Zee heran dengan keputsanku membawa Kayla kembali ke Indonesia. Dia adalah dokter baru yang akan menangani Kayla mulai saat ini. Namanya Zeean Mikaela Aghata, namun lebih akrab disapa dokter Zee. Saat ini kami sedang menunggu Kayla yang sedang menjalani pemeriksaan ST-scan dan MRI di dalam sana.

Terkait pertanyaan yang di ajukannya, aku memang tahu jika Negara Inggris memiliki sebuah rumah sakit Neuoroligs terbaik, mungkin Kayla akan mendapatkan penanganan yang lebih baik lagi jika aku membawanya kesana. Tapi, bukan itu yang Kayla butuhkan saat ini.

"Kayla menginginkannya, kenapa tidak?" tanyaku balik seraya tersenyum ke arahnya.

"Tapi itu..." sanggahnya tertahan di tengah – tengah kalimatnya.

"Aku tidak ingin memaksanya lebih jauh lagi. Dia sudah cukup lelah dengan semua serangkaian pemeriksaan dan pengobatan yang di laluinya selama ini. Kayla menjadi istri penurut yang baik, dia mengikuti semua ke egoisanku untuk melakukan semua hal yang membuatnya lelah" gumamku sambil menatap Kayla yang sedang melewati pemeriksaan di dalam sana.

"Kini, giliran aku yang menuruti semua keinginannya. Kayla hanya ingin istirahat dari rasa penatnya, aku tidak ingin membuatnya lebih lelah lagi karena kekeras kepalaanku" lanjutku sambil memasang senyum simpul di bibirku. Ini memang berat, tapi kurasa segala hal yang menjadi sumber kebahagiaan Kayla adalah yang terpenting dari apapun. Aku tidak ingin mengecewakannya hingga akhir.

"Itu artinya, kau akan lebih cepat kehilangan dia" gumam dokter Zee menyimpulkan inti dari keputusanku saat ini. Aku mengangguk mengiyakan sambil menoleh ke arahnya.

"Aku tidak akan memaksa jika Kayla ingin berhenti. Jika itu menjadi kebahagiaannya kenapa tidak. Sejauh ini, dia adalah perempuan yang sangat kuat. Dia sudah berusaha keras. Sudah waktunya bagi Kayla untuk menikmati hidupnya dengan tenang dan penuh kebahagiaan"

"Aku selalu mendukung setiap keputusannya" gumamku mengakhiri percakapan dengan dokter Zee kemudian pergi menghampiri Kayla yang baru menyelesaikan pemeriksaannya, dia di antarkan keluar oleh petugas ruangan.

Dokter Zee mengikutiku menghampiri Kayla dan mengajak kami untuk kembali ke ruangannya setelah ia memberikan pesan pada petugas ruangan. Sulit di percaya, kondisi Kayla lebih baik dari yang ku duga. Walaupun tidak ada perubahan terhadap kondisi penyakitnya, setidaknya fisiknya jauh lebih baik dari sebelumnya. Kurasa manajemen stress yang baik membantu penurunan proses kematian sel – sel dalam otak Kayla, walaupun itu tidak bisa di hentikan sepenuhnya, setidaknya penyebarannya tidak seburuk ketika kami tinggal di Swiss.

Keputusanku salah ketika memilih mengurus Kayla sendiri disana dengan orang – orang baru di sekelilingnya. Yang sebenarnya Kayla butuhkan adalah ketenangan dengan orang – orang yang disayanginya. Aku lupa, jika kondisi psikis Kayla berubah seiring perkembangan penyakit yang di derita Kayla. aku terlalu egois karena berusaha untuk tetap menjaganya sendiri disana tanpa memikirkan perasaannya.