Kaylaku, dia dengan baik hati menungguku di kursi taman rumah sakit saat aku harus menebus beberapa obat baru dan membicarakan perihal kondisi kesehatannya setengah jam lalu. Aku memang tega membiarkannya sendirian tanpa ada yang menemani selain perawat yang duduk di sampingnya. Tapi, mau bagaimana lagi, aku dan dokter Zee tidak mungin membahas kondisinya di hadapanannya, itu hanya akan membuatnya kebingungan dan akan menimbulkan pertanyaan – pertanyaan yang akan sedikit sulit untuk dijelaskan padanya.
"Terimakasih, maaf sudah merepotkan anda." ucapku pada sang perawat yang sedari tadi menemani Kayla. Dia tersenyum dengan tulus, mengangguk pelan merasa tak di repotkan dan berkata bahwa ini adalah salah satu tugasnya kemudian pamit pergi untuk melaksanakan tugasnya yang lain.
"Sekali lagi terimakasih suster." ucapku
"Sama – sama. Dia tidak merepotkan sama sekali. Aku senang saat banyak berbicara dengannya." jawabnya masih dengan senyum tulus di bibirnya, kemudian pergi menghampiri rekan kerjanya setalah berpamitan untuk segera kembali ke dalam.
Pandanganku berlaih pada wanitaku yang duduk dengan tenang. Dia tersenyum kala melihat pasien anak – anak yang sedang bermain dengan perawat. Garis bibirnya semakin mengembang saat melihat mereka tertawa dan menjerit senang bersama – sama.
"Permisi, boleh aku duduk disini?" tegurku pelan seraya tersenyum ke arahnya. Dia menoleh ke arahku, mengangguk tanpa menghilangkan senyum yang sedari tadi tersungging di bibirnya.
"Tentu saja, siapapun boleh duduk disini. Ini fasilitas rumah sakit." jawabnya dengan sedikit candaan disana. Kemudian aku duduk disampingnya, diam untuk sementara waktu seraya mengikuti arah pandangnya. Mereka memang terlihat begitu ceria walaupun kondisi mereka tak sebaik anak – anak di luar sana.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanyaku memecah keheningan di antara kami. Kayla langsung menoleh ke arahku, dia terdiam cukup lama, matanya menampakan kebingungan, bergulir kesana kemari seolah mencari jawaban atas pertanyaanku.
"Kau sedang memperhatikan mereka?" kataku memperjelas pertanyaanku padanya. Ku alihkan sekilas pandanganku pada anak – anak yang berada tak jauh dari pandangan kami kemudian berlaih kembali padanya dan menunggu jawaban darinya. Tiba – tiba bibirnya kembali tersungging lebar, dia mengangguk dengan pelan dan kembali memandangi mereka dengan pandangan hangat dan menyenangkan.
"Mereka memang terlihat gembira sekali."
"Eumm... lalu, apa yang kau lakukan disini?" tanyanya balik dengan pandangan sekilas ke arahku.
"Menemani istriku menjalani pengobatan dan pemeriksaan."
"Dia sakit?" tanyanya, pandangannya langsung beralih padaku sepenuhnya. Tatapannya berubah, senyumnya menghilang. Raut sendu langsung terpampang diwajahnya seolah merasakan kesedihanku dan melupakan senyumnya yang sedari tadi mengembang dengan baik di bibirnya.
"Eumm, dia sakit parah, seiring waktu berjalan penyakitnya mengikis ingatannya hingga dia benar – benar melupakan kami dan semua kebiasaannya." jawabku seraya tersenyum ke arahnya. Kayla, pandangannya tak beralih sama sekali. Dia memandangku dalam diam seolah siap mendengarkan ceritaku dengan sungguh – sungguh.
"Apa... dia melupakanmu sekarang?" tanyanya ragu – ragu. Aku mengagguk pelan mengiyakan pertanyaannya.
Terkadang berbohong menjadi orang lain baginya adalah suatu keharusan walaupun menyakitkan dan berat bagiku. Tapi, semua ini kulakukan untuk kebaikannya. Moodnya akan turun dan emosinya akan mudah berubah dan sedikit menekan kondisinya saat ia mulai berusaha mengingat siapa aku dan orang – orang di sekitarnya, hal itu yang mempercepat penurunan kondisi kesehatannya, sel – sel dalam otaknya akan lebih banyak yang mati saat stress dan tekanan berat menyerangnya. Dan itu sangat buruk bagi kondisi kesehatannya.
"Dia sudah lama melupakanku, semua hal yang dulu ia ingat, sekarang sudah terlupakan seutuhnya. Tapi, dia tak pernah lupa untuk tersenyum dalam keadaan apapun."
"Dia pasti perempuan yang baik sebelumnya. Kau terlihat begitu menyayanginya dan sedih sekali."
"Yah... bahkan sampai sekarang dia menjadi perempuan terbaikku. Dia tidak pernah menyerah, dia perempuan yang kuat dan aku memang sangat menyayanginya. Aku selalu berharap yang terbaik untuknya." sahutku menyetujui pendapatnya tentang dirinya sendiri. Tapi, tiba – tiba Kayla menjatuhkan air matanya dalam diam, membuatnya terkejut dan langsung mengusapnya, memandangi tangannya yang basah.
"Aku tidak tahu kenapa aku tiba – tiba seperti ini, tapi rasanya dadaku sakit, ada perasaan yang tak kumengerti disini. Rasanya sakit dan menyedihkan." ucapnya bingung dengan air matanya yang tiba – tiba meluncur begitu saja dari pelupuk matanya.
Aku tahu, kau masih mengingatku disana. Kau tidak akan pernah melupakan kami walaupun kondisimu seperti ini. Air matamu adalah tanda bahwa kau mengingatku seutuhnya sebagai sosok yang mencintaimu dengan tulus.
"Aku seorang pelupa yang parah, segala hal dapat ku lupakan dengan mudah. Tapi ada hal yang selalu membuatku ingat walaupun itu terlihat samar dan buram. Hal itu seperti melekat erat di ingatanku." lanjutnya masih dengan uraian air mata yang enggan untuk berhenti mengalir.
Aku tersenyum ke arahnya, mengangguk tanpa mengeluarkan sebuah kata. Mataku rasanya memanas, tapi tak ada yang keluar dari sana untuk sedikit mendinginkannya. Ingin rasanya aku segera menariknya dan merengkuhnya dengan erat, menghentikan tangisannya seperti yang sering aku lakukan saat wanitaku menangis sedih. Tapi saat ini, aku hanya mampu menemaninya dengan hanya duduk disampingnya sebagai orang lain, mendengarkan ceritanya dan permohonan maaf atas air matanya yang tidak mau berhenti mengalir. Dia masih mampu tersenyum walau sakit di dada dan air mata yang tetap setia membasahi pipinya.
Senyummu, aku bersumpah bahwa aku tidak akan pernah menampakan wajah sedih dihadapanmu lagi. aku akan berusaha untuk tetap tersenyum seperti yang kau lakukan saat ini.
***
Pagi ini, Aku bercenana membawa Nyle dan Kayla untuk pergi piknik. Sebelum berangkat, aku menyiapkan beberapa makanan untuk kami santap disana. Tak lupa, aku juga harus menyiapkan semua kebutuhan Nyle dengan batuan Jean tentunya. Tidak ku sangka Nyle ikut bangun pagi – pagi sekali, dia memaksa Jean untuk membantu di dapur. Lebih tepatnya mengacau, tapi ini menyenangkan. Jean duduk disamping Nyle yang sedang bersenandung ria dengan celotehan khas miliknya. Terkadang kami tertawa saat dia menyelesaikan lagunya.
"Woah! Grandma's grandson was so happy this morning" seru mama saat ia menghampiri kami.
"Piknik yang menyenangkan dengan masakan rumahan, Dean?" puji mama sambil memperhatikan masakan yang baru selesai sebagian.
"Kau pintar sekali memasak." lanjutnya memuji.
"Awalnya hanya sebuah tuntutan karena aku lebih sering sendiri di rumah dulu, dan kemudian pindah kesini saat SMA."
"Itu bukan keahlian yang memalukan untuk anak laki – laki. Perempuan akan senang jika pasangannya pintar memasak."
"Mama mau mencicipinya?" tawarku saat menata makanan kedalam kotak.
"Dengan senang hati." jawabnya setuju. Mama langsung mengambil sendok dan mencicipi beberapa makanan yang ku buat. Tak ku sangka, dia memujinya berlebihan kemudian tertawa saat mengakui bahwa dirinya tidak terlalu hebat memasak. Bahkan Jean tertawa disana mendengar masa lalu mama yang begitu lucu, berperang di dapur dengan masakannya.
"Kau tahu, bahkan Kayla lebih pintar memasak ketimbang mama saat sebelum menikah dulu." bisiknya kembali membongkar rahasia yang membuat tawanya kembali menggelegar disana menahan malu.
"Jam berapa kau akan berangkat?" tanyanya berhenti dari bercerita tentang masa lalunya yang lucu dan memalukan menurutnya.
"Jam 9 nanti kami berangkat. Lagi pula Kayla masih tidur sekarang. dia kelelaan setelah bermain bersama Nyle semalaman suntuk."
"Mereka tidak tidur?"
"Lebih tepatnya Nyle, dia memaksa kami untuk tetap terjaga tadi malam. Dia senang sekali bermain sampai lupa waktu."
Mama terkekeh mendengarnya, dia berjalan mendekati Nyle dan mulai bercanda dengannya saat mengambil beberapa lembar roti di atas meja makan. Dia kembali ke balik meja dapur dan menyiapkan secangkir kopi, memanggang roti yang di bawanya barusan dan memasak beberapa masakan ringan untuk sarapan pagi.
"Papa berangkat kekantor?" tanyaku saat mama menyiapkan beberapa porsi makanan di bantu Mrs. Brown yang baru kembali dari berbelanjanya. Aku tidak tahu jam berapa dia bangun dan pergi ke pasar dengan pelayan di rumah ini. Ini masih terlalu pagi untuk kembali dari berbelanja. Orang – orang biasanya pergi di jam sekarang, bukan malah pulang dari sana.
"Ya, dia ada meeting pagi ini. Mama tidak tahu kapan pertemuan pentingnya akan berakhir. Daddymu juga sama Dean. Mereka berdua lembur di akhir pekan" ucap mama sedikit menggerutu akibat jadwal padat papa yang sampai menyita akhir pekannya.
"Mungkin papa sengaja memadatkan jadwalnya di bulan ini, agar memiliki waktu luang cukup panjang di kemudan hari. aku juga pernah melakukannya agar aku bisa membawa Nyle dan Kayla berlibur saat itu" jelasku berpedapat. Dan mama menyetujuinya. Dia pasti tahu dengan pekerjaan papa, selama inikan mama yang selalu mendapinginya.
"Sudah selesai. Now it's time to change. Jean, attach thick clothes to him. I'll wake Kayla and get ready" pintaku pada Jean sambil mengecup pipi tembam Nyle dan segera pergi setelah berpamitan pada mama untuk kembali ke kamar dan bersiap.
***
Cuacanya cukup cerah hari ini. Kami mengunjungi salah satu taman kota dan berpiknik disini. Nyle menikmati liburannya hari ini. Duduk dan bermain dengan Jean disana, sesekali Nyle akan merangkak ke arah yang cukup jauh dan Jean harus ekstra mengikuti dan memperhatikan keaktivan Nyle.
Sedang aku, duduk disini bersama Kayla, memperhatikan Nyle dari kejauhan. Jean segera kembali bersama Nyle. Melepasnya dari pangkuannya untuk kembali bergerak sesuka hatinya. Nyle merangkak ke arahku. Tangannya langsung menggapai tanganku yang memang ku arahkan padanya. Lututnya terus bergerak aktif menaiki kakiku yang sedang bersila. Tangannya beralih pada kemeja yang ku kenakan dan menariknya denga kencang untuk membawa tubuhnya berdiri di hadapanku namun berakhir tersungkur disana. Dengan lucunya, Sehun mendorong tangannya dengan kuat hingga tubunya kembali tegak berdiri dengan bantuanku. Kekehannya muncul kala ia menengadahkan wajahnya ke arahku dengan hidung memerah akibat bergesekan dengan kemeja yang ku kenakan.
"Aaaa....da...ddy!" celotehnya gembira seperti biasanya.
"Ya sweetheart, I am your daddy!" Sahutku mengiyakan panggilannya yang terdengar jelas di telingaku. Ku angkat tubuhnya tinggi – tinggi kemudian menggelitik perutnya dengan bibirku hingga Nyle tertawa begitu keras. Dia menggelik dan mendorong wajahku dari perutnya, memintaku untuk berhenti sampai kakinya menendang – nendang di udara.
"Dia menikmati liburannya." ujar Kayla sambil memperhatikan kebersamaanku dan Nyle. Aku terkekeh kelelahan, tubuh Nyle mulai berat sekarang, aku lekas menurunkannya dan Nyle beralih menggoda ibunya, memintanya untuk bermain. Namun Kayla malah memberikan makanan pada Nyle yang sebelumnya berada di genggaman Jean. Hingga anak itu berhenti bergerak dan mulai menikmati makanannya.
"Rambutnya sudah cukup panjang, aku lupa kapan terakhir kali membawanya untuk memotong rambut. Nyle jadi tampak cantik dengan rambut panjangnya." kataku sambil mengelus rambut halus Nyle
***