Hari pertama di Swiss, di rumah baruku sendiri. Setelah kemarin menghabiskan waktu seharian penuh dengan keluarga besar dari pihak daddy di kediamannya, hari ini aku memutuskan untuk merapikan barang – barangku dan segera mengurus hal – hal kecil sebelum kembali berkutat dengan seluruh aktivitasku. Aku sengaja tidak membawa banyak barang kesini, karena seperti yang telah Kris katakan bahwa semua yang aku butuhkan sudah ada disini, aku hanya perlu membawa semua keperluanku saja.
Setelah selesai, aku langsung membersihkan diri dan bersiap – siap berangkat ke kantor, untuk menghadiri pertemuan pertama di perusahaan yang akan menjadi tempat kerjaku nanti. Bahkan hari ini supir pribadi daddy sendiri yang langsung menjemputku.
Setibanya disana, aku langsung didampingi menuju ruang pertemuan oleh sekertaris daddy yang sudah berdiri menungguku di depan gedung. Dia mengantarku sampai ruangan, membukakan pintu untukku kemudian pergi.
Semua kolega bisnis daddy ada disana, mereka langsung menoleh ke arahku saat aku masuk dan berjalan menghampiri daddy. Daddy langsung berdiri, ia memeluk dan menepuk punggungku dengan pelan, kemudian memperkanlaknku pada teman – teman bisnisnya.
"This's my son, Dean Finnigan!" ucap daddy memperkenaklanku dengan bangga pada kolega bisnisnya. Mereka langsung menyambut dengan baik kehadiranku disini. Mengucapkan selamat datang dan memperkanlkan diri serayaku jabat satu persatu. Kemudian daddy menyuruhku untuk duduk disampingnya. Dan mulai mengikuti acara pertemuan hari ini.
"Pak Ahmad juga dari Bandung, Dean. Dia pemegang perusahaan besar dalam bidang elektronika yang pernah aku ceritakan padamu waktu itu." jelas daddy padaku sambil menunjuk seorang pria tua bertubuh tambun yang duduk disampingnya.
"Senang berkenalan denganmu Dean, ayahmu pria yang hebat." puji Pak Ahmad seraya terkekeh setelah mengakhiri ucapannya. Aku langsung menanggapi dengan seulas senyum biasa penuh hormat. Sedang daddy tertawa disana dan menepuk bahu pak Ahmad dengan hangat.
"Kudengar kau baru kembali dari Indonesia?"
"Ah! Ya. Saya baru kembali dari Bandung."
"You're so handsome boy. I think you have charming smile from Mrs. Finnigan." puji Mr. Carl yang berada di samping pak Ahmad. Perawakannya sangat berbeda dengan pak Ahmad. Mr. Carl terlihat begitu tinggi dengan tubuh tegap diusianya yang sekarang.
Suasana semakin menghangat kala mereka berbicara tentangku, bertanya tentang kegiatanku dan kuliah yang sedang kujalani, mereka seolah tertarik dengan semua kegiatanku. Dan tentu saja, aku harus menjawabnya dengan cerdas. Setelah cukup jauh membahas tentangku, mereka kembali pada topik utama dimana yang akan dibahas saat ini adalah tentang perusahaan dan bisnis yang sedang mereka olah untuk proyek tahun baru ditahun ini. Mereka bertanya pendapatku tentang proyek tahun baru mereka. Kemudian ku jawab dengan baik dan mereka cukup setuju dengan pendapatku. Percakapan tentang ini menjadi topik yang sangat panjang, setelah dua jam menghabiskan waktu, akhirnya pertemuan kecil kami ditutup dengan semua kegiatan yang harus mereka kerjakan dijam berikutnya.
"Bagaimana menurutmu?" tanya daddy ketika hanya kami berdua yang ada disini.
"Aku menikmatinya."
"Setelah kau mengambil alih sepenuhnya, mereka akan menajdi collega bisnismu. Daddy harap kau tetap memiliki performa seperti ini. Daddy suka cara kerjamu." jelas daddy sekaligus memuji dan menyelipkan sedikit pesan disana.
"Bukankah aku akan ditempatkan di cabang perusahaanmu? Kenapa kau mengenalkanku pada mereka?" tanyaku bingung. Mereka adalah orang – orang penting yang mengikat kontrak kerja dengan perusahaan pusat, tak ada urusannya dengan posisi yang akan ku tempati nanti.
"Seseorang sudah menggantikannya, Daddy dan pihak HRD menemukan orang yang cocok untuk pengelola cabang. Dan daddy rasa, kau harus berada di perusahaan utama. Daddy harus mengurus seuatu di Amerika." jelasnya tampak menyesal karena tak sempat memberi tahuku yang sebenarnya sebelumnya. Aku mengangguk mengerti, dan kurasa bukan masalah, selama aku bisa mengikuti dan mengejar proses kerja di perusahaan, aku akan baik – baik saja.
"But, I think I would stay in your house, dad?" tanyaku berpendapat tentang rumah yang dia berikan. Itu terlalu besar untuk kutinggali sendirian.
"Oh? Sorry son. I think you would prefer to live in your own house. So daddy prepared it for you."
"Thanks dad. I like it. But, Kris said if you want me to be independent."
"Oh! Really? Kurasa dia yang ingin kau seperti itu. Daddy akan selalu menyiapkan segala kebutuhan kalian berdua hingga kalian memutuskan untuk menikah dan membangun kehidupan kalian sendiri." koreksinya tentang yang Kris sampaikan pada malam hari sebelum keberangkatanku ke sini.
"Oh! Sial, dia kembali berbohong padaku." umpatku kesal hingga menghasilkan tawa menggelegar dari daddy.
"So, how about the girl?"
"Kayla?" tanyaku memperjelas perempuan yang daddy maksud. Daddy mengangguk singkat sebagai jawaban tanpa mengeluarkan suaranya. Dia menatapku dan menunggu jawaban dariku.
"Eumm, menurut daddy bagaimana?" bukannya menjawab, aku malah meminta pendapat dari daddy. Aku ingin tahu responnya seperti apa tentang Kayla dan dia hanya tertawa sebagai respon. Orang tuaku sudah mengenalnya, mereka sempat bertemu beberapa kali dengan Kayla saat berkunjung ke Bandung.
"Aku harus pulang, masih ada beberapa hal yang harus aku selesaikan untuk mengurus kulaihku minggu depan. Kurasa kau juga sudah di tunggu oleh Mrs. Finnigan dirumah besarmu itu." kataku dengan senyum menggoda padanya.
"Kita pulang," ajak daddy pada sang asisten yang senantiasa berdiri disana menemaninya.
***
4 Years Later
Hari – hariku kembali monoton setelah kembali ke Swiss. Keseharian yang sudah ku tinggalkan untuk waktu yang lama, kini kembali menjadi aktivtas sehari – hariku, yang berbeda adalah aku sering bertukar pesan lewat email dengan Kayla, terkadang saat aku memiliki waktu, aku selalu mengajaknya mengobrol secara lansung hingga kami bisa menghabiskan waktu cukup lama hanya untuk mengobrol saja.
Pagi ini, setelah bangun dari tidur aku langsung membersihkan diri dan membiarkan layar laptop tetap menyala setelah semalaman berkutat dengan pekerjaan disini. Saat kembali, tanda pesan masuk tertera di layar laptop. Aku lekas menjatuhkan diri ke atas kasur dan meraih laptopku, membuka pesan masuk dari seseorang yang sedang kurindukan sekarang.
Kays: "Happy Birthday! Always health and have a nice day for everyday, every week, every month, every year. And..."
Sebuah email baru muncul dari pengirim yang sama.
Kays : "How about a weather in there? Did you see a snow? I'm jealous because you can see snow there. And..."
Aku mulai mengetikan pesan balasan disana, saat masih mendapatkan pesan yang membingungkan dari Kayla. Senyumku kembali mengembang saat mendapatkan pesan baru disana setelah menekan tanda send di layar.
Kays : "I want to give a present directly to you. But, I am keeping it until the time comes. So my present for now is..."
Kays : "Dean..."
Kays : "Do you know? What I didn't finish my word and just leave only the points there?"
Dean : "I don't know. Can you tell me what?"
Kays : "Just waiting until your package comes. Good morning, have a nice day. Bye bye!"
Pesan berakhir, aku tak mendapatkan pesan lagi setelah pesan terakhir dari Kayla. Dia benar – benar membingungkan sekarang. Aku tidak mengerti maksudnya, kejutan apa yang dia rencanakan saat ini.
Kays : "Send me email if you have the package!"
Sebuah pesan baru, muncul dan hanya memberi pesan singkat saja. Setelah itu, aku benar – benar tak mendapat lagi pesan darinya. Layar laptopku mulai redup dan mati kala aku masih menunggu didepannya berharap pesan baru kembali muncul di laman inbox. Namun nihil, hampir tiga puluh menit aku menunggu, tak ada pesan baru dari Kayla. Sudah lama aku tak bertukar pesan dengan Kayla, waktuku kembali tersita sepenuhnya saat proyek sudah harus rampung sebelum tahun baru di mulai. Bahkan aku mengabaikan surat – surat kiriman dari Kayla. Jam tidurku juga terganggu karena proyek ini.
Ting...tong...ting...tong...
Aku langsung pergi keluar saat bell tiba – tiba berbunyi. Tidak biasanya ada orang yang berkunjung ke rumahku apalagi di pagi hari. Hari ini dan besok adalah hari liburku, dan setiap hari libur aku meminta sekertaris dan pelayanku untuk tidak mengangguku. Sudah hampir satu bulan ini aku kehilangan hari liburku, dan baru hari ini lagi aku mendapatkan hari libur berkualitasku.
"Morning sir!" seorang pengantar paket tersenyum ramah saat aku membuka pintu untuknya. Aku langsung menganggukkan kepala dan menyapa balik si pria pengantar paket itu dengan singkat.
"Your package."
"Ah! Thanks."
"Pleas give your signature in here,"
Aku langsung mengambil paket darinya dan segera menandatangani di kertas yang di sodorkan olehnya.
"Thanks sir. Have a nice day!" pria pengantar paket itu langsung pergi dengan mobilnya setelah mengucapkan terimakasih dan memberi salam padaku.
Aku langsung kembali kekamar dan membuka paketnya dengan semangat saat tahu siapa pengirim paket pagi ini. Cepat sekali datangnya batinku mengingat jika Kayla baru memberi tahuku beberapa saat yang lalu bahwa aku akan menerima paket darinya.
Sebuah kotak sedang berada dalam kardus tersebut, aku segera mengeluarkannya dan memeriksa isinya. Beberapa lembar kartu pos dari Indoneisa berada disana, hanya tempelan beberapa foto, cincin yang sempat aku berikan sebagai tanda pengikat Kayla berada disana, dan selembar surat tentunya. Aku menyimpan hadiah – hadiahnya dengan cepat, berharap mendapat kejelasan atas cincin yang Kayla kembalikan padaku.