Chereads / Never Lost You / Chapter 16 - 16. The Letters

Chapter 16 - 16. The Letters

27 November 2010/Latter from Kayla

"Hi! Apakah hari ini kau sibuk? Aku harap tidak, kau harus meluangkan waktumu sebanyak – banyaknya untuk membaca pesan dan surat dariku. Kau berhutang banyak waktu padaku, aku akan pergi menikah dengan pria lain."

"Aku merasa bersalah karena tak memiliki banyak waktu luang untuk sekedar bertukar pesan dengannya. Kayla pasti marah padaku saat ini."

"Hahaha...aku bercanda, aku percaya padamu bahwa kau adalah seseorang yang bertanggung jawab. Aku mengerti, aku tidak apa – apa. Sungguh, jangan cemaskan tentang hal itu, aku benar – benar memahaminya. Aku hanya berpesan agar kau memiliki waktu untuk beristirahat. Kau tidak boleh meninggalkan jadwal makanmu, setidaknya luangkan waktu sedikit saja untuk makan dan menjaga kesehatanmu. Jangan bergadang karena itu akan membuatmu sakit. Aku tidak disana, jadi aku tidak bisa merawatmu saat sakit. Aku hanya khawatir kau jatuh sakit dan tak ada yang merawatmu disana. Orang tuamu sudah berada di Amerika bukan?"

Aku megangguk membenarkan, jika kedua orang tuaku sudah kembali ke Amerika setelah perayaan ulang tahunku kemarin.

"Bahkan grandpa tidak bisa merawatmu karena dia juga butuh seorang perawat untuk dirinya sendiri. Cukup jaga kesehatanmu Dean, kabari aku bahwa kau baik – baik saja disana dan aku akan percaya padamu."

"Ah, untuk pesan singkat di email."

"I miss you"

"I am waiting for someone who was gave the ring to me."

"Cincin itu, hadiahmu yang harus kau kembalikan padaku saat kau datang. Simpan baik – baik, mengerti?"

"Ah! Karena kau tidak pernah membaca pesanku dan membaca kartu posku. Jadi aku mengirimkannya dengan gambar, agar kau tidak perlu membacanya. Aku baik – baik saja disini."

"Salam rindu Kayla!"

Aku langsung mengambil kartu posnya dan membukanya lembar demi lembar, semua gambarnya adalah cover sebuah novel. Dan intinya berisikian tentang sebuah cinta dan kehilangan. Di kartu pos terakhir aku mendapatkan sebuah pesan lagi.

"Cepat kembali, Aku selalu menunggumu disini."

Seolah mendapat pesan lain dari Kayla melalui kartu post yang dikirimnya padaku. Tapi aku tidak tahu maksudnya apa. Dia seperti menyimpan rahasia dibalik semua kirimannya kali ini. Apakah terjadi sesuatu disana?

Aku segera mengirimkan pesan balasan pada Kayla sesuai permintaannya. Aku juga meminta penjelasan atas kartu – kartu post yang di kirimnya padaku. Aku berharap tidak terjadi sesuatu dan ini bukan berita buruk untukku.

Pesanku sudah terkirim beberapa menit lalu, biasanya Kayla akan cepat membalasnya, tapi kali ini tidak. Aku menunggu cukup lama namun tak ada balasan darinya sama sekali. Tatapanku bahkan tak beralih dari layar laptopku, menunggu balasan darinya. saat layar meredup dan mati, aku akan menyalakannya kembali dan menunggu notive balasan darinya. aku melakukannya hingga lima jam berlalu.

Karena tak mendapatkan balasan, aku menyimpan laptopku malas ke meja dan mulai berbaring terlentang di kasur besarku. Ku angkat tanganku tinggi – tinggi untuk memandangi kilauan cincin di tanganku. Beralih pada kartu post dan surat dari Kayla. Otakku bekerja keras untuk memahami maksud yang Kayla sampaikan disini.

Aku memilih untuk menghubungi Kris sekarang, siapa tahu dia mengetahui sesuatu yang terjadi disana.

"Hi Brother!, what happend dude?"

"Apa terjadi sesuatu disana? Bagaimana keadaan Kayla disana?" tanyaku langsung to the point pada Kris.

"Demi usus buntu! Kau menghubungiku dijam sekarang hanya untuk itu!"teriak Kris murka di seberang line.

"Cukup jawab pertanyaanku!" Desakku tak perduli dengan protes darinya.

"Sumpah demi apa Dean Finnigan kau benar – benar menjengkelkan sekarang. Disini sudah jam 1 siang, tentu saja Kayla sedang sibuk sekarang. Jagan bilang kau lupa jika Kayla sudah bekerja sebagai terapis anak berkebutuhan khusus, kau pasti tahu akan sesibuk apakan?"

"Setengah jam lalu kami bertukar pesan. Tapi, tiba – tiba dia menghilang. Apakah Kayla marah padaku?" tanyaku panik padanya.

"Tidak terjadi apapun disini, dia baik – baik saja. Jangan berlebihan. Sudah dulu, ada pasien, sampai jumpa!" jawab Kris memberi alasan yang tidak ku harapkan. Aku masih merasa tak tenang setelah mendapat jawaban darinya. Kris langung menutup sambungan telephonenya secara sepihak.

Dua hari berikutnya, aku berangkat kerja agak terlambat akibat bergadang semalaman menunggu balasan dari Kayla yang tak kunjung muncul.

Jenet, sekertarisku sudah duduk manis di kursinya, dia langsung menyapaku saat mendapatiku melewat di hadapannya. Aku hanya mengangguk singkat sebagai jawaban tanpa mengeluarkan suara. Hari ini aku sangat lelah karena selama dua hari ini aku menunggu balasan dari Kayla yang tak kunjung datang.

"Janet"

"Yes, sir?"

"Can you tell Mr. Eldry to go to the meeting in Rose Company? I think I can't comes to the meeting." pintaku pada Janet.

"Oh! Yes sir!" jawab Janet mengerti.

"Thanks Janet." ucapku sembari memasang segaris senyum di bibir, kemudian masuk kedalam ruangan.

Belum lama aku duduk di kursiku, Janet datang dengan beberapa berkas di tangannya. Dia menghampiriku dan menyimpan semua berkas yang dibawanya tepat di hadapanku.

"These are the files you must sign, there are also proposals you have requested." jelas Janet setelah menyimpan semua berkas yang di bawanya.

"But, are you ok sir?" tanya Janet dengan dahi berkerut dan alis bertaut.

"Do I've another schedule after this?" tanyaku tak mengindahkan pertanyaannya. Janet langsung membuka tablet yang selalu berada di genggamannya, dia menggesernya ke kiri dan memeriksa jadwalku.

"You don't have any schedule after this. You have seven empty hours until a meeting with a relation from Qatar in this afternoon." jelas Janet sambil beralih ke arahku setelah menatapi tabletnya dengan teliti.

"Thanks, I need a rest now, don't let anyone in, during my free time."

"Yes sir!" jawab Janet tanggap dengan senyum mengembang seperti biasanya, Janet kemabli ke mejanya setelah berpamitan padaku.

***

Kau kemana? Batinku bermonolog dengan tatapan yang tanpa henti terfokus pada layar laptopku yang terus menyala. Ku sandarkan punggungku dengan kasar pada kursi kebesaranku. Ku hembuskan nafasku kasar beberapa kali dengan fokus yang tak pernah teralih dari benda persegi di mejaku itu. Tanganku mulai mengusap kasar wajahku sendiri, aku merasa benar – benar lelah dan mengantuk sekarang tapi aku tak bisa melewatkan sedetik saja untuk memperhatikan layar laptopku kali ini. Ku tautkan kedua tanganku untuk menyangga daguku.

Lama menunggu, aku menghabiskan waktu lima jam untuk memandangi layar laptopku, hingga aku tak sadar, mata mengantukku mulai memprotes dan memaksaku untuk terlelap disini. Kurasakan tanganku masih bertaut menyangga daguku yang cukup lancip ini, mata lelahku terpejam begitu erat, sesekali dahiku mengkerut, aku masih bisa merasakan setiap pergekaranku, walaupun mungkin telingaku mulai kehilangan indra pendengarnya karena tubuhku ku bawa ke alam tidur. Aku merasakannya, sangat, bahkan dalam tidurku aku tak bisa nyenyak seperti biasanya, aku menghawatirkan dan merindukannya sampai – sampai terbawa dalam tidurku. Sesekali aku terbangun saat daguku terantuk pada kedua tangan yang masih bertaut. Namun aku kembali tidur dalam kerisauanku.

Satu minggu berlalu, dan aku tak bisa tidur selama semingguan itu, Kayla benar – benar tak meninggalkan pesannya di emailku. Tak satupun kabar kudapatkan darinya. Kantung mataku benar – benar sudah menebal. Aku terlihat buruk akhir – akhri ini karena tak bisa tertidur dengan nyenyak, fikiranku terus terpusat padanya sedang pekerjaanku menuntut untuk segera diselesaikan. Jujur selama satu minggu ini aku tidak bisa fokus pada pekerjaanku seperti biasanya, fokusku terbagi pada Kayla dan pekerjaan. Ini hanya terbagi dua, tidak seperti dulu dimana fikiranku harus terbagi pada kuliah, pekerjaan, dan Kayla. Tapi rasanya ini lebih sulit dari yang dulu pernah ku alami. Ini terasa semakin berat dan menguras seluruh tenagaku.

"You look so bad, sir!" kata Janet saat melihatku yang melangkah mendekati mejanya.

"Realy?" tanyaku singkat.

"I can postpone some schedules for you, if you want sir," tawar Janet setelah ia melihat sekilas jadawalku di gadjetnya, aku tahu hari ini jadwalku sangat padat, bahkan kurasa aku akan lembur lagi sampai subuh.

"Just give me two hours, I think that's enough."

"Are you sure sir?" Janet menatapku tak yakin, terlebih dengan penampilanku yang kurang baik hari ini.

"I can postpone the schedule until next week if you want, maybe for the little things I can finish it representing you."

"If I've a year off, I'll accept it Janet." ungkapku berharap seraya berjalan meninggalkannya.

Ku dudukan diriku di kursiku, kembali ku buka laptopku dan memeriksa emailku, siapa tahu Kayla sudah mengirimkan pesannya saat aku berusaha untuk tidur semalam. Nihil, aku kembali dibuat frustasi olehnya, tak ada satupun pesan darinya.

Tok...tok...tok....

"Sorry sir, I can't resist for this one information." itu Janet, dia masuk setelah membuka pintunya atas izin dariku. Dia menghampiriku dengan map hitam di tangannya.

"I can't wait for this one." lanjut Janet setelah menyimpan map itu di atas mejaku, tepat di depanku, mengalihkanku dari layar laptop yang menayangkan laman emailku.

"They ask for a quick decision,"

"How long? Is the agreement next week? Why can it be like this?" protesku frustasi saat melihat dokumen didepanku. Aku benci hal seperti ini.

"They insist, I've given understanding several times, but still refused."

"Connect with me,"

"Ok, sir!"

Janet langsung beralih pada telepon kantor di samping mejaku, selama ia menghubungi, aku memeriksa dokumen yang Janet berikan padaku. Janet langsung memberikan teleponnya padaku.

"You're his secretary? Connect me directly with your boss!" ku lihat Janet bergiding ngeri mendengar suaraku. Dalam urusan pekerjaan aku sangat teliti dan aku tidak suka salah satu dari pihak relasiku mengingkari kesepakatan yang telah disepakati.

"Good morning Mr. Al!" aku mulai bersuara kembali setelah mendapat sahutan dari suara yang berbeda disana.

"Why did you advance it without first discussing it with me or my secretary?"

"No, I told you from the beginning that the agreement can't be changed without the consent of both parties. Even you have signed it!" aku berusaha menahan suaraku agar tidak meledak mendengar alasannya yang begitu sepele, terdengar konyol dan tak masuk akal.

"This's just about your return, I can't tolerate this, you can send your believer to a further deal or just cancel it!" putusku tetap, aku tidak akan mengubahnya, apapun yang terjadi terkecuali jika memang sangat mendesak. Ini hanya tentang kepulangannya untuk berlibur, aku tidak bisa menerima alasannya.

"Janet, drop the cancellation letter, I will sign it today and send it to Mr. Al!" aku masih belum menutup sambunganku, aku sengaja berujar demikian agar dia berfikir lebih realistis lagi.

"Sir?" tanya Janet tak yakin seraya menatap ke arahku. Aku tahu bahwa Janet sedang memperingatiku sekarang, dia sudah berusaha keras untuk proyek ini. Aku mengangkat tanganku membuat sebuah isyrat agar dia tidak khawatir.

"Yes Sir!" jawab Janet sedikit di perkeras membuatku tersenyum simpul mendapat jawabannya.

Lama aku membuat kesepakatan kembali dengan seseorang di seberang sana, dia terdengar menimang – nimang pilihan yang ku berikan. Hingga pada menit ke sepuluh dia mengatakan deal, dan kesepakatan tetap dilanjutkan sesuai kesepakatan sebelumnya. Aku tidak suka yang plin plan.

Janet menanti penjelasaknku yang telah membuat kesepakatan secara tak resmi lewat sambungan telephone.

"Just prepare the file, the meeting is done according to the previous agreement," jawabku setelah menyimpan kembali gagang telephone ke asalnya.

"But I think he'll call me again,"

"Then, cancel it!"

Aku tidak mau bekerja dengan seseoang yang tak bisa memegang komitmen. Mereka akan merepotkan ditengah – tengah pengerjaan proyek nanti.

"Mr. Finnigan!" protes Janet dengan wajah memberenggut.

"I can get a bigger project from another company. Come out!" titahku singkat seraya menyerahkan kembali dokumennya dan aku kembali pada pekerjaanku yang tertunda karena hal ini. Sekilas aku melihat ke layar laptopku lagi dan tak mendapatkan apapaun disana. Saat aku akan beralih pada pekerjaanku. Sebuah suara yang ku rindukan melintas, aku kembali beralih pada laptop dan mendapati notive pesan masuk tertera di layar.

Kays: "Hi!"

Dahiku langsung mengerut saat mendapat pesan singkatnya yang benar – benar singkat. Tapi aku bersyukur setidaknya dia mengirim pesan padaku walau hanya dua huruf saja. Aku kembali bersemangat saat mendapat pesan baru darinya.

Kays: "Maaf, membuatmu khawatir selama satu minggu ini"

"Menungguku?"

Aku segera mengetikkan pesan balasan padanya. Dan kembali menunggu balasan darinya.

Dean : "Sangat, kau sibuk? Aku menghawatirkanmu sampai – sampai aku tidak bisa tidur."

Kays : "Hahaha...maafkan aku. Anak – anak disini tidak bisa kutinggalkan, seorang ibu dengan tega meninggalkan anaknya disini, sehingga kami sibuk mencari tahu keberadaan ibunya."

Dean : "Benarkah? Bagaimana dia sekaang?"

Kays : "Dia baik – baik saja, seorang guru bersedia merawatnya. Kau tahu, dia anak yang sangat manis. Lucu sekali."

Aku dan Kayla berkirim pesan cukup lama, hingga aku lupa jika aku memiliki jadwal pertemuan dijam makan siang. Bahkan aku hampir menggagalkannya jika Janet tidak mengingatkanku berulang – ulang.