Pernikahan kami berjalan dengan lancar. Kami menggelar resepsi sederhana setelah aku melamar Kayla untuk yang kedua kalinya. Dan melamar Kayla untuk yang pertama kalinya di hadapan kedua orang tua Kayla. Setelah keluarga Kayla menerima lamaranku, satu bulan kemudian kami menggelar resepsi pernikahan sederhana, tak banyak tamu yang kami undang, hanya keluarga besar kami dan teman – teman dekat saja.
Seolah mendapat kejutan besar, Radit yang berada di Jogja menyempatkan waktunya untuk datang menghadiri resepsi pernikahan kami dengan seorang gadis cantik yang mendampinginya setelah sebelumnya ia memberi kabar bahwa ia tidak bisa datang karena ada beberapa hal yang tidak bisa ia tinggakan. Alice dan Abbie tentu saja datang menjadi saksi dari pihak perempuan dan pria, mereka juga akan melangsungkan pernikahan minggu berikutnya, tepat sebelum keberangkatan kami ke Swiss.
Tidak lama setelah pernikahan kami, Kayla hamil. Dan aku memerlukan ekstra waktu untuk menjaganya, Kayla benar – benar sudah melupakan banyak hal, aktivitasnya menjadi terbatas akibat penyakit yang dideritanya sehingga aku harus bersabar untuk selalu mengingatkannya. Untuk membuatnya tetap aman selama masa kehamilannya, aku memperkerjakan seseorang untuk menemani Kayla dan menyelesaikan segala kegiatan rumah, menghubungiku sesering mungkin untuk melaporkan keadaannya. Diakhir pekan, aku meliburkan pembantu dan mengurus Kayla sepenuhnya oleh diriku sendiri. Membantunya melakukan aktivitas hariannya, mengingatkannya untuk minum susu, makan dan meminum obatnya.
"hiks...hiks...hiks..."
Dia Nyle, Nyle Finnigan. Putra pertama kami yang tampan, 5 bulan lalu Kayla melahirkan melalui jalan operasi. Dan aku bersyukur saat keduanya dikabarkan dalam keadaan baik – baik saja, Nyle lahir dengan berat badan dan panjang badan yang normal. Dan Kayla pulih dengan cepat pasca melahirkan.
"Daddy here Sweetherat," kataku seraya memangkunya dan menimang – nimangnya dengan pelan. Nyle bak cetak biru dari Kayla. mata sipitnya, bibir tipis, dagu lancip, kulit yang putih, hidung bangirnya, semua dari Kayla. Hanya bola mata biruku yang menandakan bahwa Nyle adalah anakku, sisanya adalah cetak biru dari istriku Kayla Finnigan.
Aku membawanya keluar dari kamar, dan menemui Kayla yang sedang duduk menikmati udara segar di halaman belakang rumah, dengan segelas teh dan cookies. Kayla tersenyum ke arahku dan beralih memangku Nyle, menempatkannya dengan nyaman dalam pangkuannya dan mengajak Nyle berbicara.
Walaupun sudah lupa dengan segala hal yang ada disekitarnya, naluri seorang ibunya tak hilang, Kayla masih melakukan kewajibannya untuk menyusi Nyle walaupaun harus dengan bantuanku yang harus selalu mengingatkannya atau Jean, pengaush Nyle yang mengingatkan Kayla.
"Dia tampan, mata birunya sangat mirip denganku" pujiku senang saat memperatikan Nyle yang kembali terlelap setelah mendapat jatah makan siangnya. Kayla menatap ke arahku dan tersenyum dengan lebar, tatapannya beralih pada bayi dalam pangkuannya.
"Dia memang memiliki mata yang mirip denganmu. Dia tampan. Siapa namanya?" tanya Kayla yang kembali harus diingatkan tentang putra kecil kami.
"Namanya Nyle, dia putra kita. Tampan bukan?" jelasku kemudian bertanya pendapatnya tentang ketampanan Nyle yang di wariskan dari wajah cantik milik Kayla dan tampan dariku.
"Eum, dia sangat tampan. Hidung mancungnya sangat lucu, bibir tipisnya juga." puji Kayla tanpa menghilangkan senyuman lebar di bibirnya, tangannya terangkat untuk mengelus pipi tembam nan mulus milik Nyle, menambah kenyamanan si bayi dalam pangkuan ibunya, tidurnya semakin nyenyak dan wajahnya semakin melesak kesana, menyamankan posisinya yang tertidur dalam pangkuan ibunya.
"Saat besar nanti dia pasti akan tampan seperti ayahnya."
"Tentu saja, Nyle akan tumbuh tinggi dan tampan sepertiku. Dia juga akan menjadi pria yang memiliki senyum hangat sepertimu. Dia akan tumbuh menjadi pria yang baik."
Kayla mengangguk, dan kembali tersenyum ke arahku. Mata sipitya semakin tenggelam dan menyisakan garis lengkung indah kala seyumannya semakin lebar.
"Aku mencintaimu." gumamku, kemudian menariknya masuk dalam pelukanku dari samping dan mengecup puncak kepalanya dengan sayang. Amat sayang dan enggan untuk melepaskannya. Entah sampai kapan aku akan memiliki banyak waktu berharagra denganannya.
Kami habiskan akhir pekan kami dengan bersantai di halaman belakang, menikmati udara sejuk musim semi tahun ini bersama Nyle yang terlelap dalam pangkuan ibunya.
Saat malam hampir tiba, aku membawa Kayla dan Nyle kembali kedalam. Nyle kembali kubaringkan dalam box bayinya setelah selesai memandikannya. Nyle tidur begitu lelap setelah tubuhnya wangi dengan minyak bayi dan pakaian barunya. Sekarang giliranku membantu Kayla dengan acara mandi dan mencuci rambut, dia mengeluh tak nyaman dengan rambutnya yang bahkan tadi pagi sudah dicuci dengan bersih sampai wangi.
"Pejamkan matamu." titahku saat Kayla sudah duduk manis di dalam bathub dan membiarkan kepalanya tersandar dengan nyaman disana. Jangan berfkiran yang buruk – buruk, aku membantunya mencuci rambut dengan Kayla yang memakai pakaian lengkap mengerti?. Aku lekas membasahi seluruh rambutnya hati – hati, memakiankan shampoo dengan perlahan agar tidak mengenai matanya. Kayla tampak nyaman saat sesekali ku pijat kepala bershampoonya.
"Jangan dulu membuka mata, dear. Aku akan membersihkan rambutmu sekarang." kataku kembali memberi perintah saat Kayla bersiap – siap membuka matanya.
"Wangi apa ini?" tanyanya dengan mata terpejam.
"Ini wangi shampoo yang kupakai untuk rambutmu. Kau suka?" tanyaku seraya tersenyum saat selesai membilas rambutnya hingga tak ada sisa busa di kepalanya. Kayla mengangguk dengan senang, dia juga tersenyum.
"Selesai!" seruku riang sambil menggulung rambutnya dengan handik yang sudah ku sediakan di sampingku tadi. "Kau boleh membuka matamu sekarang." lanjutku.
Kayla langsung menegakkan tubuhnya, dan berbalik menghadap ke arahku sesuai instruksi yang ku berikan. Dia tersenyum bak anak kecil yang baru selesai dimandikan orang tuanya, sangat manis dan lucu.
"ayo, ganti baju dulu. Setelah itu kita keringkan rambutmu dan makan malam bersama. Kau ingin makan apa sekarang?"
Ku bawa Kayla keluar dari bathtub dan membimbingnya pergi ke walking closet dimana pakaian kami berada disana. "Aku ingin makan makanan yang sering kumakan. Seseorang selalu memasakannya di pagi hari." jawab Kayla sambil menoleh sekilas ke arahku.
"Pancake? Atau nasi goreng?" tanyaku mempermudah Kayla untuk menyampaikan kemauannya saat ini. Sambil menunggu jawaban darinya, aku menyiapkan piyamanya sekarang.
"Aku tidak tahu, mereka terasa manis dan enak." katanya sambil memandang kearah langit – langit ruangan. Mengingat – ingat rasa dari makanan yang setiap hari dimakannya. Aku tersenyum menanggapinya, menghampirinya dengan piyama yang baru ku ambil tadi.
"Itu namanya pancake, biasanya aku atau nyonya Brown yang menyiapkannya untuk sarapan pagi. Kau menyukainya?" tanyaku setelah berhasil menjelaskannya sedikit tentang apa yang ia maksud. Kayla mengangguk semangat dan tersenyum lebar disana.
"Sekarang ganti baju dulu." kataku sambil mengangkat piyama yang ku pegang ke arahnya. Lagi – lagi wanitaku mengangguk menurut.
"Aku akan membuatkanmu nasi goring dan pancake untuk makan malam hari ini".
Setelah selesai dengan pakaiannya. Sesuai yang kukatakan sebelumnya, aku membantu Kayla mengeringkan rambutnya dan menyisirnya dengan rapi. Wanitku benar – benar seperti anak kecil saat aku menyisir rambutnya di depan cermin. Banyak hal yang ia tanyakan selama aku berkutat dengan rambutnya, entah itu barang yang ada di meja rias atau apapun itu.
"Selesai, kau semakin cantik sekarang." pujiku seraya mengecup pipi tembabnya.
"Waktunya makan malam!" kataku dan segera membawanya pergi ke dapur. Biasanya Kayla akan membantuku memasak di dapur, yah.. walaupun tidak sepenuhnya membantu. Kayla menjadi wanita sensitive berkat penyakit yang dideritanya. Jadi aku harus ekstra hati – hati dalam bertindak dan berbicara agar tidak menyinggung perasaannya, termasuk dengan melarangnya membantku di dapur.