Chereads / Mengukir Namaku di Hatimu / Chapter 19 - Akankah Terjadi Lagi

Chapter 19 - Akankah Terjadi Lagi

Malam ini hanya ada kegiatan BBQan, setelah itu tepat jam 9 seluruh orang mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang berkumpul bermain gitar, mengobrol atau kembali ketenda. Bian memilih untuk kembali ketenda seorang diri, karena Andin masih ingin menikmati malam ini bersama teman satu kelompoknya siang tadi, sedangkan Clara memilih berkumpul dengan teman-temannya.

Bian berjalan menuju tenda yang ditempati Tiara untuk melihat keadaannya, tetapi Tiara tidak ada disana, Bian juga tidak melihat Jackran, Jei, ataupun ria sejak kejadian tadi. Bian pun memutuskan kembali ke tendanya, sesampai di tenda Bian melihat Ria dan Jei di sana, belum jadi Bian mau menanyakan keadaan Ria, sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Bian, tentu saja hal itu membuat Bian kaget,

"lo ternyata beneran brengsek ya," Ria membabi buta dan mulai menjambak rambut Bian, sedangkan Bian menahan rambutnya, Jei mencoba untuk menahan Ria. Genggaman Ria pun terlepas, dengan keadaan geram dan marah, Ria pergi meninggalkan Bian yang masih bingung,

"dia kenapa marah sama gue," tanya Bian kepada Jei yang masih diam di tempat,

"besok kamu nggak usah lagi datang ketempat magang," belum sempat Jei menjawab, Jackran yang baru saja datang memotong Jei yang akan menjawab, Bian dan Jei sama-sama menoleh ke sumber suara,

"maksud kamu," tanya Bian yang tengah kebingungan,

"kamu di berhentikan dari kegiatan magang ini," Jackran berbicara dengan tatapan datarnya, Jei meninggalkan Bian dan Jackran, ia berpikir lebih baik untuk memberikan ruang kepada mereka,

"maksud kamu aku dipecat, why," tanya Bian yang masih tetap bingung, Jackran meninggalkan Bian, Bian pun mengejar Jackran,

"kamu mecat aku, gara-gara kejadian tadi?, kamu tau kan ini penting banget buat aku," tanya Bian,

"anggap aja kamu nggak pernah magang di sini, atau kamu berhenti, dengan begitu dosen bakal nyuruh kamu buat nyari tempat lain, ini lebih baik buat semua," jawab Jackran,

"kenapa tiba-tiba gini, gara-gara kejadian tadi ?, terus kenapa aku yang kena," Bian mulai tersalut emosi,

"kamu masih nanya, kamu mendorong Tiara kesitu, udah jelas-jelas bahaya, karena ini kegiatan kantor yang tidak resmi jadi ini keputusan yang lebih baik," jelas Jackran,

"aku nggak dorong dia Ran, kamu pikir aku gila apa," Bian tentu tidak terima dengan alasan ini, Bian berpikir kejadian ini hanya dijadikan alasan karena Jackran ingin mengusirnya dari kehidupan mereka,

"ada saksi yang lihat Bi, dan Tiara juga udah ceritain semua," sejujurnya Jackran tidak percaya atas apa yang ia dengar tapi Ria dan salah satu yang bersama mereka mengatakan bahwa Bian yang mendorong Tiara. Dan Jackran pikir Bian bisa saja melakukan itu seperti yang dulu ia lakukan,

"Ran please, kali ini aja, ini nggak adil buat aku, aku bisa kehilangan beasiswa aku seperti dulu lagi Ran, bisa nggak kali ini aja kamu dengerin aku please," Bian memohon kepada Jackran,

"maaf menurut aku ini keputusan terbaik saat ini," jawab Jackran,

"kali ini aja, aku janji nggak bakal muncul lagi di depan kamu, nggak, aku bakal jadi orang asing buat kamu, Please Ran," Bian berlutut kepada Jackran, airmatanya mulai mengalir kepipinya, Bian harus mempertahankan beasiswanya karena kalau tidak ia bisa saja berhenti dari kuliahnya yang tinggal sebentar lagi, ia tidak mungkin mampu membiayai kuliah nya apalagi minta keIbunya.

"Bi jangan gini," Jackran menarik Bian untuk berdiri,

"Ran, aku beneran kali ini, aku mohon," Bian sudah tidak peduli dengan apa yang dilakukannya ini, karena ia tidak ingin ketidakadilan yang dulu ia dapatkan akan terulang lagi, kali ini Bian tidak akan menyerah dengan mudahnya.

"aku bakalan cariin kamu tempat magang lain," Jackran berlalu meninggalkan Bian.

Bian membisu di tempat, tidak percaya bahwa Jackran bisa setega itu. Bian pun memutuskan untuk kembali ketenda dan mengemasi barang-barangnya, Bian harus segera pergi dari tempat ini, ia harus memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk mempertahankan beasiswanya, dosen pembimbingnya tidak akan percaya jika ia berhenti dari perusahaan ini, maka desas desus ia dipecat pun lambat laun pun akan menyebar dan tinggal menunggu waktu sampai dosen nya tahu.

"Bi kamu yakin mau pergi sekarang, gelap Bi, nggak ada mobil atau angkutan umum di sini," tanya Clara yang melihat Bian mengemasi barang-barangnya,

"kak Clara tau kalau aku…" belum jadi Bian menyelesaikan kalimatnya, Clara sudah menggangguk,

"Jackran udah kasih tau aku, ini yang terbaik buat kamu, karena kamu tau sedari tadi anak-anak bahas kenapa kamu ngelakuin itu ke Tiara, dan kamu tau gosip sangat cepat menyebar," terang Clara,

"kamu balik bareng kita lagi aja, tunggu besok pagi Bi," Clara meyakinkan Bian setelah Bian tak juga bersuara,

"aku pikir, aku harus pergi sekarang kak," Bian tersenyum dan bergegas keluar, ia berusaha menahan air matanya. Clara pun menghubungi Jackran.

Bian terus berjalan, jalanan sangat gelap dan sepi, Bian harus mencari halte bis terdekat, meskipun sekarang jam sudah menunjukkan angka 10, dan tidak akan ada bis lagi. Bian berpikir kalau malam ini ia harus tidur di halte, karena ia tidak tahu bagaimana cara menanggapi orang-orang yang membicarakannya.

Bian duduk di halte setelah 20 menitan jalan kaki, halte ini lumayan gelap dan sepi, sejujurnya Bian sedikit takut, Bian melihat sekitar dan ketakutannya semakin menjadi. Sebuah cahaya lampu mendekati Bian, Bian semakin ketakutan dan bersiap-siap untuk sembunyi, wajahnya menjadi lega setelah melihat Jackran yang keluar dari mobil itu, Bian ingin menangis karena lega.

Jackran segera mengambil tas Bian untuk dimasukkan kedalam mobil, namun Bian menahan tasnya itu,

"berhenti bersikap kekanak-kanakan Bi, kamu mau pulang sama siapa malam-malam gini," Jackran berusaha menahan kekhawatirannya, ia merasa lega sudah menemukan Bian,

"nggak usah sok peduli Ran, kamu nggak berhak ngatur-ngatur aku," jawab Bian kesal, Jackran menarik paksa tas Bian dan memasukkan kemobil, sedangkan Bian hanya diam membisu,

"buruan naik," perintah Jackran dengan sarkas, bukannya menurut dengan apa yang Jackran katakan, Bian memilih duduk di halte, Jackran pun menarik Bian menuju mobil,

"sakit Ran," Bian menangis terisak-isak, Jackran pun melepaskan genggamannya dan membuka pintu mobil, Bian pun masuk kedalam mobil.

"aku nggak mau balik ke tenda," keheningan terjadi lagi setelah Bian mengatakan itu, yang terdengar hanya suara isak tangis Bian, Bian terus menatap keluar kaca mobil, sedangkan Jackran pun diam seribu bahasa sambil kadang-kadang melirik Bian.Sesampai di dekat tenda, Bian memilih untuk tetap diam, Jackran melepaskan seatbeltnya,

"turun," Jackran menoleh kearah Bian yang diam mematung dengan airmata terus mengalir, Jackran pun membuka seatbeltnya Bian. Bian menghapus airmatanya dan menoleh kearah Jackran yang juga sedang melihatnya, Bian tersenyum kepada Jackran, namun bukannya senang Jackran justru merasa ngeri dengan senyuman Bian, itu seperti ada makna tersembunyi.

Bian berjalan, bukan kearah tenda tapi ke penginapan, Jackran hanya mengikuti Bian dari belakang. Bian mengadahkan tangannya kepada Jackran,

"aku butuh uang buat nginap disini, dan buat ongkos pulang besok," Bian menjawab Jackran yang kebingungan,

"ya udah kalau nggak mau," Bian melangkah keluar penginapan, dan duduk di seberang jalan dekat penginapan,

"Bi, bisa nggak nggak usah kayak gini, please jangan jadi menyebalkan," ucap Jackran, ia tidak ingin orang-orang jadi berspekulasi yang aneh-aneh, mengingat tak ada karyawan yang mengetahui hubungan mereka.

"aku cuma punya ini, kamu bisa jual," Bian menyodorkan ponselnya dan tersenyum dengan mata bengkaknya, Jackran yang tidak mengerti dengan apa yang direncanakan Bian pun memilih untuk memberikan Bian beberapa uang untuk Bian menginap dan ongkos Bisnya.

"nih buat jaminan," Bian kembali menyodorkan ponselnya setelah Jackran memesan kamar untuk Bian,

"kamu tenang aja, aku janji aku bakalan menghilang dari hidup kamu yang berharga, aku bakal cari cara buat bayarnya," lanjut Bian setelah tak ada tanggapan dari Jackran, Jackran pun meninggalkan Bian,

"Ran ah, katanya nggak mau berurusan lagi, tinggal ambil hp ini aja susah banget sih, aku nggak mau ada hutang apapun sebelum pergi ok," Bian menghalangi jalan Jackran,

"maka dari itu kamu nggak harus ngasih hp ini Bi," Jackran menatap tepat kemata Bian, Bian kaget dengan ucapan Jackran, Bian melihat kepergian Jackran dengan banyak pertanyaan tentang maksud dari kalimat Jackran tersebut.

Sesampai di kamar penginapan pun Bian mencari-cari maksud perkataan Jackran, namun tidak peduli seberapa keraspun ia menyangkal, jawabannya tetap sama menurut Bian, bahwa sebenarnya Jackran ingin Bian tetap berinteraksi dengannya atau tidak Ingin Bian pergi, tapi pergi dari mana, pergi dari hidupnya atau pergi dari kantor, dan ini tentu saja mengganggu pikiran Bian.