Tiara baru saja sampai di apartement miliknya, ia merebahkan tubuhnya, bertemu dengan Bian setelah sekian lama sangatlah menguras energinya. Jam menunjukkan pukul 8, Tiara tak bisa tenang dengan kehadiran Bian, ntah kenapa perasaan kalah dari Bian terus menghantuinya, pikiran bahwa ia akan kehilangan raga Jackran bukanlah hal yang ia inginkan, dia telah kehilangan hati Jackran dan dia tak ingin raga Jackran menghilang darinya.
Tiara menyesali perbuatannya dulu, seandainya saja dia memilih untuk menjalankan hubungan jarak jauh dengan Jackran, mungkinkah Jackran masih menjadi miliknya. Penyesalan memang selalu datang belakangan dan membuat orang yang memilikinya menjadi tak tenang karena perasaan itu dan rasa bersalah yang terus menghantui.
Tiara segera mengambil handphone nya, dia menghubungi nomor Ria, namun sepertinya keadaan tidak berjalan dengan baik, nomor Ria saat ini sedang sibuk. Tiara geram dan melemparkan handphonenya ke atas kasur, dia harus segera menyusun rencana dan menahan amarahnya agar kata-kata yang dia ucapkan kepada Jackran tadi siang tidak keluar dari mulutnya, dia tidak ingin kemarahannya justru akan menghancurkan segala yang sudah ia perjuangkan dan pertahankan selama ini. Tiara belajar dari masa lalunya bahwa kemarahan hanya akan semakin mempersulit dirinya dan semakin membuat masalah menjadi besar.
…
Di lain sisi Bian baru saja menyelesaikan pekerjaannya di pabrik, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, ini sudah di luar jam kerjanya, karena Bian tidak ingin kepikiran dengan pekerjaannya maka Bian memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah menyelesaikan laporannya Bian segera bergegas untuk pulang, namun di tengah perjalanan Bian memutuskan untuk ke kantor, dia berpikir mungkin saja Jackran masih ada di sana.
Dugaan Bian benar, dia naik ke lantai tempat di mana ruang kerja Jackran berada, dia melihat bahwa ruangan itu masih menyala sedangkan di tempat ini sudah sangat gelap. Bian berjalan mendekat dengan perlahan.
Bian mengetuk pintu,
"masuk" terdengar suara Jackran dari dalam, Bian tersenyum dan membuka pintu,
"kenapa masih di sini," ucap Jackran, ia masih sibuk dengan dokumen-dokumennya, matanya masih tertuju kepada dokumen tersebut. Bian memilih tak menjawab dan mendekat ke meja kerja Jackran.
"ada aaa," ucapannya terpotong saat ia melihat bukan sekretarisnya yang berdiri di hadapannya melainkan Bian lah yang berdiri di sana. Jackran menghela nafasnya berat, sedangkan Bian di depan sana hanya tersenyum. Ekspresi kaget Jackran tentu saja menyenangkan untuknya, menurut Bian ia harus sering-sering bertemu dengan Jackran, karena sepertinya Jackran masih mempedulikannya, begitulah apa yang dipikirkan dan dilihat Bian.
"ngapain kamu kesini," Jackran akhirnya bersuara setelah Bian duduk di sofa tanpa sepatah kata pun, ia hanya tersenyum kepada Jackran dan duduk tanpa di persilahkan,
"aku mau ngajakin kamu makan malam," jawab Bian, dengan matanya terfokus pada majalah yang ada di meja yang baru saja dia ambil beberapa saat setelah duduk,
"aku udah makan, sebaiknya kamu pulang, " ucap Jackran, Jackran kembali melanjutkan pekerjaannya, ia tidak ingin terganggu oleh kehadiran Bian agar pekerjaannya ini segera selesai,
"tapi aku laper," ucap Bian menoleh kearah Jackran yang kembali bergulat dengan dokument nya, Jackran tak menjawab ataupun menoleh ke Bian, dia berharap dengan mendiamkan Bian maka Bian akan pergi dengan sendirinya, jadi ia hanya fokus pada pekerjaannya meski ini bukan yang diinginkannya.
Bian yang mulai bosanpun mulai jahil, dia mengeluarkan ponselnya dari saku dan memotret Jackran yang tengah sibuk tanpa diketahui oleh Jackran. Bian mengirimkan foto tersebut ke nomornya Tiara, dan benar saja HP nya Jackran berdering, namun sepertinya Jackran mengabaikan panggilan tersebut.
Melihat hal ini tentu saja membuat Bian senang, sepertinya saat ini keadaan tengah memihak kepadanya setelah ketidakadilan di masa lalu yang dia dapatkan. setelah gelap terbitlah terang' bathin Bian.
Sudah hampir satu jam Bian menunggu Jackran tapi yang ditunggu justru masih asyik dengan pekerjaannya, Bian tak ingin mengganggu Jackran, dia tahu Jackran mempunyai tanggung jawab yang besar dan juga membiarkan Jackran untuk menyelesaikan apa yang jadi prioritas cowo itu. Meskipun lelah, Bian mencoba bersabar untuk menunggu Jackran, toh ini pilihannya jadi dia harus siap dengan konsekuensi yang dia dapatkan. Bian memilih untuk berbaring di sofa, dan tak lama kemudian ia mulai terlelap, sepertinya badannya malam ini cukup kelelahan karena seharian di pabrik.
…
Di lain tempat, Tiara tampak geram dengan memperhatikan ponselnya, foto yang dikirim Bian sangat mengganggunya, bagaimana Bian bisa berada di tempat Jackran dan bagaimana Jackran membiarkannya begitu saja. Tiara telah menelfon Jackran tiga kali, namun telfonnya tak kunjung di angkat, Tiara berusaha untuk menenangkan dirinya, dia tidak akan membiarkan Bian dengan segala rencananya untuk kembali pada Jackran.
Handphone Tiara berdering di sebelahnya, ketika melihat nama yang tertera di layar, Tiara segera bangun dari tidurnya dan menahan suara nya agar tetap stabil dan agar Jackran tidak mengetahui apa yang baru saja dia dapatkan dari Bian.
"halo Ran," ucap Tiara,
"maaf, aku tadi sedang sibuk sama kerjaan," ucap Jackran di seberang sana,
"kamu lagi di mana?," tanya Tiara,
"aku lagi di kantor," jawab Jackran seadanya, Tiara hanya diam menunggu Jackran untuk jujur,
"kenapa tadi nelfon," ucap Jackran, sepertinya Jackran tidak ingin membicarakan tentang Bian,
"ha itu, tadi aku mau ngajakin kamu beli cemilan, tiba-tiba aku lagi pengen sesuatu yang pedas," jawab Tiara berbohong, sepertinya Jackran tidak akan memberitahunya tentang keberadaan Bian,
"mau sekarang," tanya Jackran,
"nggak usah Ran, kamu selesaiin aja kerjaan mu," jawab Tiara yang kecewa dengan Jackran,
"yakin," tanya Jackran kembali,
"iya," jawab Tiara, setelah itu terjadi keheningan di antara mereka,
"ra," terdengar Jackran memanggil di seberang sana,
"iya," jawab Tiara, namun keheningan kembali terjadi sepertinya Jackran tengah menimang-nimang untuk memberitahunya tentang kehadiran Bian di ruangan kerja nya hari ini,
"ada yang mau kamu omongin ke aku," tanya Tiara, berusaha memancing Jackran agar Jackran jujur kepadanya,
"aku lagi sama Bian," Jackran berkata jujur setelah menimang-nimang, dia tidak tega untuk terus-terusan menyakiti Tiara, apalagi setelah terdengar suara kecewa Tiara,
"ah, maaf aku ganggu kamu," Tiara tidak yakin dengan apa yang dikatakannya, jujur dia lega bahwa Jackran telah mengatakan yang sebenarnya kepadanya, yang berarti Jackran masih menganggapnya sebagai orang yang saat ini dekat dengannya tapi di lain sisi, ntah kenapa Tiara menjadi sedikit emosional mendengar itu,
"nanti aku hubungin lagi," hanya kata itu yang saat ini bisa dikatakan Jackran, ia sendiri tidak tahu harus berkata apa,
"ok," sambungan telfon terputus, Tiara membuang nafasnya keras, hatinya terasa perih, memikirkan Bian dan Jackran saat ini bersama, ketakutan Tiara semakin membesar, ketakutannya membuatnya semakin memikirkan sesuatu hal yang belum tentu terjad di masa depan, tentang dia dan Jackran ataupun tentang Bian dan Jackran.
Tiara menatap layar ponselnya, setelah beberapa lama ia memutuskan untuk mengirimkan foto yang di kirim Bian tadi ke Ria. Tiara harus mencari cara untuk menjauhkan Bian, baru saja sehari, kehadiran Bian sudah mampu membuatnya tak nyaman dan gelisah.
Tiara berbaring, menutup kepalanya dengan bantal, Tiara menumpahkan air matanya, membiarkan bantal tersebut basah yang menjadi saksi perih hatinya saat ini, yang menjadi saksi kelemahannya malam ini. Menumpahkan segala apa yang menyesakkannya saat ini.