Tiara tentu saja kesal dengan apa yang diperlihatkan Bian kepadanya, meskipun mencoba menepis semua apa yang di pikirkannya tapi Tiara tak benar-benar bisa menghilangkannya, sebenarnya Tiara sedikit percaya kepada Bian, mengingat apa yang ia lihat tadi pagi. Tiara melihat Jackran dari kejauhan, Tiara tak berani mendekat dan ketakutan akan kehilangan Jackran membuatnya semakin gelisah.
"kenapa, masih nggak yakin siapa yang mengambil apa yang jadi milik orang lain," Bian menghampiri Tiara yang tengah diam mematung,
"kamu terlalu percaya diri, sepertinya kamu lupa Jackran udah ninggalin kamu," ucap Tiara,
"kita lihat saja nanti," Bian berlalu meninggalkan Tiara yang masih diam di tempat. Bian terus berjalan dan menghampiri Jackran, Bian berdiri di samping Jackran dan Jackran yang mengetahui keberadaan seseorang menoleh ke sampingnya. Jujur saja Jackran tidak begitu kaget, ia sudah tahu bahwa Bian akan sering datang ke pabrik.
"hy kamu ngapain kesini," Bian mengapit lengan Jackran, Bian sengaja melakukan itu untuk membuat Tiara kesal tentunya, Bian tau Tiara tengah memperhatikannya, Jackran menoleh ke Bian kemudian ia menoleh ke lengannya yang di apit Bian,
"habis ini mau kemana," tanya Bian mengabaikan tatapan Jackran yang sepertinya kaget dengan tindakannya, Jackran melepaskan lengannya yang di apit oleh tangan Bian,
"yuk pak, lihat kain dasar yang lain," Jackran mengabaikan pertanyaan Bian, bapak ketua pabrik yang merasa canggung tersenyum ramah dan mengikuti Jackran.
Tiara menghampiri Bian, ia tersenyum seperti mengejek Bian atas apa yang baru saja terjadi dan berlalu meninggalkan Bian. Bian berusaha untuk tidak terusik dan dia meyakinkan dirinya untuk mulai terbiasa dengan perlakuan Jackran kepadanya.
Jackran terus memeriksa bahan-bahan yang akan digunakan. Jackran sedikit tidak fokus dengan apa yang dilakukannya, ia merasa Bian sedikit berubah, bagaimana Bian menjadi lebih berani seperti itu. Sejujurnya Jackran merasa bersalah, Bian mungkin akan terluka atas apa yang di lakukannya tapi Jackran sudah berjanji pada dirinya sendiri dan juga ibunya untuk lebih tegas, keputusannya untuk menjauhi Bian tidak pernah ia sesali. Jackran meyakinkan dirinya untuk tetap pada keputusannya ini, Bian tidak bisa menggoyahkan dirinya, Jackran tidak ingin menjadi egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan kisah percintaannya melukai keluarganya terutama Ibunya yang sangat ia sayangi.
"ok pak, kayaknya hanya yang ini yang harus diganti," Tiara menjelaskan kepada ketua pabrik,
"apa ada lagi pak, buk," tanya pak ketua pabrik,
"Ran," Tiara menyenggol lengan Jackran yang tengah melamun,
"iya, gimana pak," tanyanya, "maaf saya sedikit tidak fokus," lanjut Jackran,
"ah ini pak, apa ada lagi yang harus diganti," ulang pak ketua pabrik,
"kayaknya itu aja pak," jawab Jackran,
"ya udah kalau gitu saya pamit duluan ya pak buk," Pak ketua pamit, Jackran dan Tiara mengangguk dan tersenyum ramah,
"kamu kenapa," tanya Tiara,
"nggak papa kok, mungkin lagi capek," jawab Jackran asal,
"apa…. Karena Bian tadi," tanya Tiara hati-hati,
"nggak kok, habis ini mau kemana," Jackran mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin menyakiti Tiara jika ia berkata jujur,
"kemarin malam kamu sama Bian ngapain," Tiara tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya,
"maksud kamu," tanya Jackran,
"Bian bilang kamu sama dia balikan," Tiara berbohong,
"nggak ada hal yang seperti itu," jawab Jackran,
"Ran, aku Cuma nggak mau kamu jadikan yang kedua atau semacamnya, aku tau kita dijodohkan dan hubungan kita karena keluarga, tapi aku nggak ingin hubungan pertemanan kita rusak karena ini, aku nggak mau kamu nyakiti aku kayak gini, kamu harus bilang kapan aku harus berhenti jadi tunangan kamu," ucap Tiara panjang lebar, ia sedikit emosi,
"aku pikir kita harus mikirin lagi pertunangan ini," Tiara tidak serius saat mengatakan ini, ia hanya tersulut emosi dan berharap Jackran tidak menganggap serius perkataannya, Tiara merutuki dirinya sendiri yang berani mengatakan hal tersebut,
"aku minta maaf," hanya kata-kata ini yang bisa diucapkan Jackran,
"Ran, kasih aku kepastian," Tiara tidak puas dengan jawaban ambigu Jackran, ia mendesak Jackran agar hatinya bisa tenang,
"aku pikir kamu udah tau jawaban Jackran," Bian menyela pembicaraan mereka berdua,
"ini masalah aku dan Tiara, kamu nggak berhak ikut campur," Jackran berharap Bian tidak memperkeruh keadaan,
"aku pikir ini juga jadi masalah aku," Bian maju beberapa langkah menuju Jackran,
"kamu sendiri kayaknya masih memikirkan hubungan kita, jujur Ran kamu nggk yakin kan sama pertunangan bodoh ini," ucap Bian tersenyum sinis,
"Bian, kamu…," Tiara membentak,
"kamu salah, aku nggak pernah menyesal dengan keputusan ku tentang pertunangan ini," Jackran memotong ucapan Tiara,
"aku tau kamu nggak pernah cinta sama Tiara, jujur Ran," Bian membentak Jackran, Tiara menjadi takut dengan apa yang dikatakan Bian, ia cemas dengan jawaban apa yang akan Jackran berikan, dan faktanya adalah dirinya sendiri tahu bahwa itu kebenarannya,
"aku nggak harus ngasih tahu kamu tentang perasaanku," jawab Jackran, Jackran tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia berhati-hati dengan jawabannya agar Bian maupun Tiara tidak merasa tersakiti meskipun Jackran tahu bahwa ia sudah menyakiti perasaan keduanya.
"kamu memang nggak perlu mengatakannya karena kamu sendiri bingung dengan perasaanmu," Bian tersenyum sinis, ia mencoba menahan amarahnya kembali,
"udahlah Ran, kita nggak harus ngeladenin orang seperti Bian," ucap Tiara berdiri kesamping Jackran. Jackran segera pergi meninggalkan Bian dan di susul oleh Tiara, Tiara menoleh kearah Bian penuh dengan kemenangan. Bian kesal karena Jackran mengikuti ucapan Tiara, dan yang paling ia tidak sukai bagaimana cara Tiara tersenyum kepadanya, ekspresi kemenangan yang ada pada Tiara yang paling tidak di sukai Bian,
'nikmati sepuasmu Tiara, karena pada akhirnya Jackran akan kembali padaku' gumam Bian dalam hati, Bian yakin dengan apa yang dipercayanya, Bian yakin ketakutan Tiara lah yang justru akan memisahkan mereka berdua.
Sedangkan di tempat lain,
Jackran masuk kedalam mobil dan di ikuti Tiara,
"aku harap kamu serius dengan ucapanmu tadi," Tiara memulai percakapan setelah mobil melaju membawa mereka,
"soal," tanya Jackran sedikit heran,
"soal kamu nggak pernah menyesal sama pertunangan kita," Tiara hanya ingin meyakinkan Jackran, tidak, dia hanya ingin meyakinkan dirinya sendiri, ia tidak begitu yakin tentang pernikahan yang masih terlalu jauh. Semenjak ia menolak Jackran untuk mempercepat pernikahan mereka, Jackran tidak pernah membahas pernikahan dan terus mengundur sampai waktu yang tidak di tentukan, karena itulah Tiara menjadi makin takut setelah kembalinya Bian, terlebih kata-kata Jackran masih terngiang di pikirannya,
"aku tau ran, tapi aku belum siap untuk menikah, ini terlalu cepat, kita udah bikin kesepatan buat tunangan dulu kan," Tiara
"kamu masih mau gantungin aku nggak jelas gini," tanya Jackran,
"kamu tau bukan itu maksud aku, ran" Tiara memohon pada Jackran,
"kita nikah atau nggak sama sekali," ucap Jackran dengan penuh penekanan.
Tiara harus segera mengambil tindakan agar keadaan tidak semakin rumit, sebelum Jackran berubah pikiran. Tiara tahu kehadiran Bian sangat mengganggu, bagaimana tindakan Bian yang bertekad dan serius bisa saja membuat Jackran akhirnya berpaling kembali pada Bian, Tiara tidak ingin hidupnya dirusak oleh seorang Bian. Kehidupan sempurna yang diimpikan Tiara akan terwujud jika ia menikah dengan Jackran, selain karena ia mencintai Jackran tapi karena Jackran juga orang yang diinginkan Ibunya, dan juga keluarga Jackran yang berpengaruh. Tiara harus mendapatkan pengakuan dari Ibunya, karena itulah ia harus mendapatkan pasangan yang kuat dan diimpikan oleh orang banyak.