Jackran sepertinya tidak merasa terganggu, ia terus menatap Bian, wajah yang selalu ia rindukan saat ini hanya beberapa centi darinya, sedangkan Bian yang menantang Jackran jauh merasa gugup, ia pun menjauhkan wajahnya kembali dari Jackran.
"kamu nggak mau ngasih selamat buat aku," Bian berusaha menghilangkan kegugupannya, Jackran yang mengetahui Bian gugup segera berdiri dan tersenyum melihat tinggah Bian yang menggemaskan menurutnya.
"kamu pulang aja, aku mau tidur," ucap Jackran menuju ke lantai atas meninggalkan Bian sendiri di ruang tamu. Bian mengikuti Jackran, ia pikir ia harus bersikap sedikit gila untuk mendapatkan Jackran kembali,
"kamu ngapain," Jackran kaget dan segera duduk dari kasurnya setelah merasa ada orang yang menaiki kasurnya,
"biarin aku tidur bentar," ucap Bian yang tengah berbaring di ranjang tepat di sebelah Jackran,
"harus di sini," ucap Jackran dingin,
"aku lelah sama hidupku, jadi kali ini biarkan aku mengisi energy, ok, nggak usah banyak tanya," Bian mengambil tangan Jackran dan memeluknya, Jackran hanya diam setelah mendengar kalimat Bian, ia berusaha untuk tetap tenang, saat ini Bian di sampingnya setelah kemarin ia seperti sangat jauh dari Bian, Jackran membiarkan Bian memeluk tangannya, ia berbaring tenang mencoba untuk tidur tapi pikirannya terus menuju ke Bian.
Setelah beberapa menit, Bian terlihat sangat lelap dalam tidurnya, Jackran pun menoleh kesamping, ia mengusap lembut rambut Bian. Jackran terus menatap Bian yang tengah berada di mimpinya, yang Jackran harap Bian bermimpi indah, sedangkan genggaman Bian tak merenggang, Bian masih memeluk erat tangannya Jackran, Jackran menepuk pelan Bian dan Jackran pun mulai ikut terlelap menuju mimpinya.
…
Jackran terbangun dari tidurnya saat jam menunjukkan pukul 6 pagi, di sebelahnya Bian masih terlelap tidur seakan tak ingin meninggalkan mimpi indahnya. Jackran membiarkan Bian, dengan perlahan ia turun dari ranjang agar tidak membangunkan Bian, ia menuju kekamar mandi dan bersiap-siap menuju ke kantor.
Bian mulai bergerak dari tidurnya, ia terlalu lelap dalam tidurnya sehingga ia merasa malas untuk bangun dari tidurnya. Dengan malas Bian bangun dari tidurnya, ia melihat sekelilingnya, Bian melupakan bahwa ia malam ini tidak tidur di ranjangnya, Bian melihat sekelilingnya dan kemudian sadar dimana ia berada saat ini.
Bian segera beranjak dari tempat tidur, ia mencari keberadaan Jackran yang tak juga kunjung dilihatnya, karena tak juga bisa menemukan Jackran Bian pun segera merapikan penampilannya dan keluar dari apartement ini.
Hari ini Bian akan berangkat ke pabrik seperti yang diperintahkan atasannya kemarin, setelah penampilan rapi Bian segera berangkat ke pabrik. Saat dalam bis Bian melihat Jackran dan Tiara tengah duduk di sebuah kafe, Bian pun mengeluarkan ponsel dari tasnya dan mulai mengetikkan sesuatu,
'thanks buat semalam', Bian tersenyum dan memasukkan ponselnya kedalam tas.
Di tempat yang berbeda, Jackran tengah sarapan bersama Tiara. Jackran terpaksa menerima Tiara dalam hidupnya demi sang mama dan atas perintah neneknya, karena itulah ia berusaha menghabiskan waktu bersama Tiara layaknya seorang tunangan. Meskipun telah menghabiskan waktu bersama dalam waktu yang lama, perasaan Jackran kepada Tiara masih sama seperti dulu, Jackran masih menganggap Tiara sebagai teman terdekatnya.
Jackran merogoh sakunya saat hp nya bergetar, ia melihat pesan yang masuk, Jackran tersenyum setelah membaca pesan tersebut. Hanya satu pesan dari Bian sudah mampu menggoyahkan Jackran bagaimana jika mereka terus bertemu, Jackran harus tegas sama dirinya dan bertanggungjawab terhadap pilihan yang telah dibuatnya.
"dari siapa," tanya Tiara,
"bukan siapa-siapa," jawab Jackran melanjutkan makannya, Tiara sedikit aneh dengan gelagat Jackran setelah membaca pesan tersebut, terlebih lagi ia tersenyum setelah membacanya dan ekspresi Jackran menunjukkan kebahagiaan dan Tiara sedikit takut akan hal tersebut.
'apakah Jackran punya seseorang atau Jackran dan,,,,,' Tiara membuang jauh-jauh pikirannya itu, saat ini Jackran bersama dia jadi tidak ada hal yang harus di takutkan. Tiara tahu perasaan Jackran ke dirinya, karena itulah ketakutan Tiara jika ada seseorang atau orang lain yang datang maka dengan mudahnya akan merebut Jackran darinya.
"ya udah yuk, hari ini kita mau ke pabrikkan," tanya Tiara.
Bian sudah berada di pabrik, ia tengah melihat dasar kain yang akan digunakan untuk proses produksi kali ini, Bian kebagian untuk pemeriksaan bahan proses untuk fashion bagian pakaiaan. Saat tengah asyik-asyik memeriksa bahan dan berbincang dengan ketua pabrik, tiba-tiba ketua pabrik pamit karena ada yang datang. Bian mengikuti pandangannya ke ketua pabrik sampai ia melihat dua sosok yang sangat ia kenal, ini di luar rencana Bian, ia belum siap untuk bertemu Tiara, Bian berusaha tenang dan segera beranjak dari tempat ia berdiri.
Bian berusaha untuk sembunyi, Bian menuju ke toilet, jantungnya berdegup kencang,
'tunggu kenapa gue sembunyi, emang gue ada salah sama tu orang, emang kenapa kalau aku seperti ini,' setelah membutuhkan waktu lama untuk berdebat dengan dirinya sendiri, Bian memutuskan untuk keluar, ia tidak perlu sembunyi untuk hal-hal seperti ini. Saat akan ke luar dari toilet langkah Bian terhenti, di depannya telah berdiri Tiara yang kaget melihat dirinya. Bian berusaha untuk lebih santai.
"hai, sudah lama ya," sapa Bian.
"ngapain kamu di sini," tanya Tiara ketus,
"aku kerja di sini," jawab Bian mencoba sebisa mungkin untuk lebih santai,
"kenapa, kamu masih belum bisa melepas Jackran, lihatlah betapa kasihannya dirimu," ucap Tiara menatap Bian dengan sangat intents,
Bian maju beberapa langkah sehingga jarak antara dia dan Tiara tidak terlalu jauh,
"kamu yakin, itu bukan kamu," Bian lebih percaya diri kali ini,
"ok, orang seperti kamu emang tidak akan pernah sadar dan puas atas apa yang mereka miliki, kamu tahu kenapa orang seperti mu hancur, karena orang seperti mu selalu menginginkan sesuatu yang bukan miliknya, itulah kenapa kamu tidak akan pernah bahagia," ucapan menohok Tiara mampu membangkitkan emosi Bian,
"bahagia? Oh ya, aku pikir kamu yang menginkan sesuatu yang bukan untuk kamu," Bian membalas Tiara,
"tidak peduli seberapa kerasnya kamu mencoba, kamu nggak akan pernah bisa mendapatkan apa yang kamu mau, aku nggak akan pernah membiarkan itu terjadi Bianatya," Bian mundur selangkah ia mengeluarkan ponselnya dan melihatkan apa yang dikirimnya ke Jackran tadi pagi,
"ini bukti bahwa aku hanya memperjuangkan apa yang jadi milikku," ucap Bian penuh kemenangan, Tiara emosi melihat itu, ini yang membuat Jackran tersenyum pagi ini, Tiara terus membohongi dirinya sendiri, menyangkal perasaan yang dimiliki oleh Jackran untuk Bian.
"kamu pikir aku bakalan percaya dengan cara licik kamu, nggak segampang itu kamu bisa menghancurkan aku dan Jackran Bi," Tiara memutuskan untuk meninggalkan Bian, "kenapa nggak kamu tanyain aja sama Jackran, ada apa sama malam kemarin, apa yang terjadi antara aku dan dia," ucap Bian penuh dengan kemenangan, rasanya memuaskan melihat Tiara seperti ini, ia terlihat seperti ketakutan, meski ia berusaha untuk tenang tapi itu tidak bisa menutupi apa yang dilihat oleh Bian, Tiara berlalu pergi meninggalkan Bian, ia hanya melihat Bian dengan tatapan mengintimidasi tanpa mengatakan apapun, sedangkan Bian tak sedikitpun terintimidasi oleh itu, ia merasa tindakannya malam kemarin sudah cukup untuk membuat Tiara goyah.