Enam bulan berlalu setelah kejadian tersebut, Bian telah menyelesaikan pendidikannya dan saat ini tengah bersiap untuk mencari pekerjaan. Bian kehilangan beasiswanya karena tidak bisa menyelesaikan magangnya di perusahaan J, sehingga membuatnya bekerja part time di sebuah kafe ataupun toko buku.
Meskipun baru lulus dua minggu yang lalu, Bian masih bekerja di kafe dan juga toko buku. Pagi hari ia bekerja di sebuah toko buku dan malam harinya Bian akan bekerja di kafe.
Semenjak kejadian di tempat camp itu, Bian tak lagi pernah bertemu dengan Jackran ataupun Tiara dan Ria. Sejak hari itu juga Bian telah mengambil keputusan dan menentukan tujuannya. Bian telah menyiapkan banyak hal agar ia bisa bekerja di perusahaan J dan merebut kembali apa yang harusnya menjadi miliknya, Bian yakin Jackran masih mencintainya dan dengan keyakinannya itu Bian akan berjuang atas ketidakadilan yang pernah ia dapatkan.
…
Siang ini Bian tengah duduk di sebuah kafe di dekat toko buku tempat ia bekerja, ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan saat ini ia tengah duduk menunggu Fio yang sedang menuju ke kafe ini. Fio saat ini juga sedang mempersiapkan diri untuk bekerja di perusahaan J, tempat yang menjadi impian dan tujuannya sejak awal, berbeda dengan Bian, Fio tengah menunggu untuk tahap wawancara karena ia direkomendasikan oleh universitas.
"sorry, gue telat," Fio duduk dengan nafas sedikit ngos-ngosan,
"kamu kenapa, habis marathon," Bian tersenyum melihat temannya ini,
"habis ini kamu mau kemana," tanya Bian,
"aku harus ke perpustakaan kampus, mau cari bahan buat wawancara nanti," jawab Fio.
Mereka berdua kemudian memesan beberapa makanan dan minuman, sambil sedikit berbincang-bincang ringan menikmati waktu santai mereka saat ini,
"kamu habis ini mau kemana, ikut gue aja yuk ke perpus," tanya Fio,
"nggak ah, gue nggak mau ganggu waktu kencan kamu," jawab Bian berpura-pura kesal,
"ya udah kalau nggak mau, gue juga nggak maksa," Fio tersenyum mengejek Bian,
"cepet banget nyerahnya buk, harusnya kan maksa," Bian tak terima,
"basa-basi doang gue," jawab Fio santai,
"tenang aja, ntar gue kasih bahannya ke kamu juga kok, gue kan baik," lanjut nya lagi,
"eleh, bilang aja mau berduaan," ejek Bian,
"nggak asyik soalnya kalau bertiga," jawab Fio dan mereka berdua pun tertawa.
…
Setelah keluar dari kafe mereka berdua pun berpisah, Fio dijemput oleh Jei karena memang mereka akan ke perpustakaan berdua, sedangkan Bian memilih untuk pulang dulu istirahat sejenak sebelum ia harus kerja di kafe. Fio dan Jei menawarkan untuk mengantarnya pulang tapi Bian menolaknya.
Bian mulai cukup dekat dengan Jei, meskipun Jei dan Jackran bersahabat tapi Jei tidak pernah membicarakan tentang Jackran kepada Bian, dan itu lah yang membuat mereka tidak menjadi canggung, mungkin Jei juga tahu hal itu akan membuat mereka tidak nyaman.
Sesampai di kosannya, Bian mulai membuka lowongan dan mengumpulkan informasi tentang perusahaan J, saat ini masih belum ada panggilan untuknya meskipun ia sudah memasukkan lamaran ke perusahaan J, dan juga belum ada lowongan pekerjaan yang buka untuk perusahaan J dan anak-anaknya.
Bian telah memutuskan untuk fokus mengejar perusahaan J dan bekerja di sana, ia tidak peduli bila harus memilih pekerjaan yang paling bawah sedikitpun, secara perlahan ia bertekad untuk menunjukkan kemenangannya kepada Ria dan Tiara dengan cara yang baik, saat ini Bian tengah dalam dendam yang dalam, dendam atas apa yang terjadi terutama ketidakadilan saat ia magang di perusahaan tersebut.
Setelah lama berkutat pada laptopnya yang bikin kepala berasa pecah, Bian pun bersiap-siap untuk berangkat part time di kafe. Sebenarnya di kafe ini Bian bisa memulai karirnya untuk hidup lebih nyaman, karena di sini ia mendapatkan pujian langsung dari atasannya, selain itu Bian juga mendapat tawaran untuk mengelola kafe cabang yang akan segera dibuka di luar kota tapi Bian menolaknya karena ia tetap harus berada dekat dengan perusahaan J.
Saat ini kafe tengah kosong, khusus untuk hari ini kafe ini telah disewa untuk makan malam sebuah perusahaan, Bian sendiri tidak tahu perusahaan apa yang menyewa tempat ini, karena ia tidak terlalu peduli. Bian dan beberapa pramusaji lainnya memulai satu jam lebih awal untuk membersihkan kafe dan juga mempersiapkan banyak hal lainnya.
"bukannya cuma makan malam, kenapa harus ribet gini," tanya pramusaji 1 kepada pramusaji lainnya,
"kayaknya perusahaan besar deh," pramusaji yang ditanya hanya bisa menebak.
Bian juga penasaran dan kemudian Bian mendekati kepala pramusaji/pelayan atasannya yang sudah lumayan dekat dengannya, yaitu Hana.
"bukannya Cuma makan malam ya kak," tanya Bian penasaran,
"katanya sih gitu, tapi katanya ini bukan malam biasa, mereka juga mau merayakan keberhasilan mereka," jawab Hana,
"lagian ini perusahaan besar, kenapa mereka harus makan disini coba, mereka juga punya kafe sendiri, kafenya juga udah terkenal lo," lanjutnya ketika melihat Bian yang seperti masih butuh penjelasan.
"emang perusahaan apa kak," tanya Bian tak cukup puas,
"perusahaan J, bukannya kamu kuliah di universitas mereka," jawabnya, Bian cukup kaget mendengar hal itu, ini terlalu cepat dari perkiraannya untuk bertemu mereka, Bian telah menyelidiki tentang perusahaan tersebut. Jackran, Tiara, Ria dan Jei sudah menjadi atasan di sana berkat kerja mereka, dan mereka juga sudah menjadi satu tim, dari kabar yang didengar Bian tim mereka juga menjadi tim yang paling kuat dan berprestasi di perusahaan itu. Saat ini Bian belum siap untuk bertemu dengan mereka dengan keadaannya sekarang, bukankah ia terlihat sangat menyedihkan jika terlihat seperti ini, saat ini Bian dibuat gelisah dan ia hanya bisa pasrah dan berharap, berharap bukan tim mereka yang akan datang ke kafe ini,
"ok, di perusahaan J, bukan tim mereka doang kan yang berhasil," Bian terus menenangkan dirinya namun terlihat percuma bahkan sekarang ia justru menjadi lebih gelisah dan ketakutan. Sebenarnya ini hanya apa yang Bian pikirkan, Bian terlalu fokus pada dendamnya sehingga membuatnya menjadi cemas dan takut sendiri atas hal yang bahkan belum terjadi. Seharusnya Bian bisa lebih bahagia jika dia merelakan masa lalunya, dan hanya fokus dengan apa yang saat ini ia miliki.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, mereka akan datang jam 7.30,
"kenapa aku harus takut mereka lihat aku kayak gini, lagian belum tentu mereka kan," Bian terus menenangkan dirinya,
"kak kayaknya aku nggak enak badan," Bian akhirnya memutuskan menemui Hana karena merasa tak tenang,
"kamu kenapa, kok keringatan dan pucat gitu, mau aku anterin ke dokter," Hana terlihat khawatir melihat Bian yang pucat,
"aku kayaknya Cuma butuh istirahat doang kak," jawab Bian seadanya,
"ya udah kamu pulang aja, di sini ntar aku cari orang buat gantiin kamu," Hana menepuk pelan bahu Bian,
"makasih ya kak," jawab Bian,
"kamu yakin pulang sendiri, atau aku anterin atau nyuruh siapa gitu," Hana masih terlihat tidak yakin melihat keadaan Bian,
"aku yakin, nggak papa kok kak," Bian tersenyum, setelah mendapat anggukan, Bian pun pamit kepada karyawan lainnya.
Bian duduk seorang diri di halte menunggu bis yang datang, ia tidak yakin kenapa ia menjadi seperti ini, padahal tadi siang ia istirahat cukup sebelum berangkat, jadi tidak mungkin ia kesakitan gini, terlebih karena perasaan gelisah tadi, perut Bian menjadi sakit tak tertahankan, ia terus memegang perutnya. Bian memutuskan kerumah sakit karena sudah tidak kuat menahan sakit. Setelah melakukan pemeriksaan dengan dokter, ternyata Bian mengalami sakit perut karena stress yang dialaminya, menurut dokter panik dan stress bisa menyebabkan ketegangan pada otot-otot perut, hal ini jugalah yang membuat organ dalam dan jaringan pada rongga perut juga ikut meregang sehingga terjadi sakit perut tersebut. Dokter menyarankan Bian untuk istirahat dan mencari cara untuk melepaskan stressnya atau menghindari sesuatu yang membuatnya panik dan stress untuk saat ini.
...
Hy teman-teman semua, terima kasih ya sudah membaca cerita aku. Oh ya, dukung aku ya melalui cerita aku dengan tinggalkan komen, kasih stones nya atau pun review nya.
dukungan kalian sangat membantu aku dalam menulis..
selamat menikmati ceritanya, semoga terhibur 👌👏