Aku memiliki dua ingatan yang sangat membekas di dalam kepalaku. Tentang kematian dua pasangan tua yang merawatku, serta … seseorang yang sangat memberi bekas di hatiku, mengenalkanku sesuatu yang dinamakan cinta.
Ingatan perpisahanku dengan kedua pasangan tua itu …. Yah, masih terbayang jelas di kepalaku.
** Waktu Itu …. **
Seakan-akan mengikuti perasaan di hatiku ini, hujan turun dengan derasnya, membasahiku yang masih diam di depan dua pemakaman yang baru saja selesai.
Secara tiba-tiba saja, kedua pasangan tua yang merawatku setelah membawaku dari tempat yang tidak layak ditinggali meninggal karena suatu kecelakaan.
Aku … tidak memiliki banyak ingatan pada masa kecilku. Semuanya terasa samar-samar di kepalaku. Yang kuingat adalah kedua orang yang telah dimakamkan ini merawatku semenjak ayah dan ibuku bertengkar hingga akhirnya berpisah lalu meninggalkanku di tempat kumuh sendiri.
Huh, aku bahkan tidak tahu bagaimana wajah keluargaku dulu. Aku tidak ingat apa pun tentang mereka dan tidak terpikir untuk berusaha mengingatnya.
Sekarang … ke mana aku harus tinggal? Aku sudah tidak memiliki rumah lagi. Lalu, apa yang bisa kulakukan … agar bisa terus hidup? Tujuan yang ingin kucapai … apakah ada? Apa aku … memilikinya?
Saat berpikir seperti itu, seseorang menepuk pundakku. Ketika aku berbalik, ia langsung saja menamparku.
"Pipimu tebal juga ya? Tatap aku."
Ia bergumam, entah perasaan apa yang ada di suaranya itu. Namun, aku yakin kalau ia melakukan itu supaya aku sadar, tidak terlalu larut dalam pemikiran yang berujung pada kematian.
Wajahnya …. Aku tidak bisa melihatnya. Bukan tidak bisa sih, tetapi lebih tepatnya aku tidak ingin mengangkat wajah untuk melihatnya.
Kuharap dia pergi, membiarkanku bersedih sendiri di sini. Tidak masalah bagiku untuk berakhir … dengan kematian.
"… Kurang ajar juga kamu, ya? Tidak menunjukkan wajahmu padaku meski sudah diperintahkan. Jika aku seorang raja, maka kepalamu mungkin sudah berpisah dengan lehermu."
Ia menghela nafas karena sikapku kemudian berkata dengan kedua tangan yang mencengkram pinggangnya.
"Dengarkan aku …."
Melepaskan tangan dari pinggang, ia lalu menempelkan telapak tangannya yang lembut dan hangat itu ke pipiku. Kemudian, ia mengangkat wajahku.
Mata kami berdua bertemu. Matanya yang berwarna coklat menatap dalam-dalam pada mata unguku yang menatap balik dirinya dengan tatapan kosong.
"Kau adalah Kontraktor Roh Laki-laki, mahluk langk– Ehem, maksudnya sedikit dari satu– Ah, yang benar satu dari sedikit laki-laki yang pernah melakukan kontrak dengan Roh. Jadi, temukanlah Roh yang dapat kamu buat kontrak dengannya. Hingga saat itu tiba, maka itulah tujuan hidupmu. Ketika itu selesai, terserahmu untuk mengakhiri hidup atau semacamnya."
Aku tidak benar-benar paham. Namun, aku tetap mengangguk. Dan secara perlahan, kesadaranku memburam. Sempat kulihat senyum yang melambangkan kesedihan di wajah gadis itu.
Tubuhku terasa lebih hangat untuk suatu alasan. Apa ia memelukku? Sebenarnya … siapa gadis ini? Kapan aku mengenalnya?
Pertanyaan demi pertanyaan terlintas di pikiranku ketika aku perlahan kehilangan kesadaran. Sampai sekarang, aku belum tahu jawaban untuk itu.
Meski kubilang membekas, ingatan ini sebenarnya samar-samar– Tidak. Dari awal, semua ingatan yang kupunya itu samar.
***
Alarm yang berasal dari ponselku berbunyi, menunjukkan jam enam pagi pada layarnya yang kini menyala.
Sayang sekali, alarm tersebut tidak terlalu berguna sebab aku sudah bangun setengah jam lebih cepat dari berbunyinya.
Selesai menggosok gigi, aku pergi ke tempat ponselku berada dan menggeser layar agar alarmnya yang berbunyi mati.
"Hari yang damai, ya …."
*Drrt …. Drrt ….*
Aku hampir menjatuhkan ponselku sendiri ketika ia tiba-tiba bergetar karena panggilan masuk. Untunglah itu tidak terjadi ….
"Siapa yang menelponku pagi-pagi begini? Dari namanya …. Dih, nama siapa ini? Sejak kapan aku punya nomor kontaknya?"
Terlihat di layar ponselku, sebuah nama yang rasanya tidak kukenal. Itu bertulisan, "Daniel si Anak Dengan Keberuntungan Tingkat Dewa"
Yah, siapa pun ia, aku tidak boleh mengabaikan teleponnya begitu saja. Jadi, pun aku memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, siapa ini?"
"Ah, ya. Permisi …. Namaku … apa tertulis di daftar kontakmu?"
Dari suaranya … aku memang tidak mengenal orang ini. Lalu menilai dari pertanyaan yang ia berikan …. Yah, aku tidak paham kenapa ia menanyakan itu.
"Kulihat bertulisan sih …."
Baiklah, mari ikuti permainan aneh di pagi hari ini.
Setalah kuberikan jawaban begitu, samar-samar kudengar seseorang yang seharusnya bernama Daniel itu bergumam semacam :
"Tidak disangka kita selalai ini …."
Mencurigakan …. Sebaiknya aku menutup telepon ini segera dan secepatnya mengganti nomor. Aku tidak ingin hidupku tiba-tiba diteror atau semacamnya.
Baiklah, mari beri ia sebuah pertanyaan yang berkemungkinan besar membuatnya langsung menutup panggilan ini.
"Ehem, jadi … bagaimana kamu bisa memiliki nomorku dan aku bisa memiliki nomormu? Aku tidak pernah ingat bertukar kontak dengan seseorang yang bernama Daniel sebelumnya."
"Itu, yah …. Emm …."
Sepertinya pihak sana sedang berkeringat dingin. Sungguh mencurigakan, tetapi apa boleh buat. Aku juga akan mengalami hal yang sama jika berada di posisinya.
"Tidak masalah jika kamu tidak ingin mengatakan apa pun. Toh, semua orang memiliki rahasia mereka masing-masing."
Akhirnya aku menemukan kata-kata yang cocok untuk mengakhiri panggilan ini. Yah, sekarang aku hanya perlu mengganti nomor telepon saja.
"Kuhargai pengertianmu. Terima kasih banyak. Aku dan yang lain hanya bisa berharap kamu dapat dengan segera menemukan Roh Kontrak yang cocok untukmu."
Setelah kata-katanya itu, panggilan pun diakhiri oleh dirinya sendiri. Dari suaranya, aku tahu bahwa ia merasa iba kepadaku. Mungkin … ia seseorang yang kukenal saat pemakaman pasangan tua sebelumnya(?)
"—Tapi, lagi-lagi Roh Kontrak, ya? Aku benar-benar tidak paham dengan ini semua. Kalian juga memintaku untuk mencarinya, 'kan ya …."
Mataku terarah pada sebuah kertas di atas meja. Itu merupakan surat wasiat sepeninggalan pasangan tua itu terhadapku yang menyatakan bahwa aku adalah Kontraktor Roh Laki-laki dan mereka memintaku melakukan hal yang sama dengan perkataan orang-orang.
'Carilah Roh Kontrak untuk dirimu.'
Sungguh menyebalkan. Mengapa semua orang seakan-akan menyuruhku untuk mencari pasangan?
Untuk saat ini, lupakan itu. Biar kujelaskan satu hal yang mungkin membuat seseorang yang sedang memegang ponselnya sedikit bertanya-tanya.
Roh merupakan keberadaan yang diyakini sebagai seseorang yang pada kehidupan lampaunya berbeda dari mahluk-mahluk lain dan tidak dapat bereinkarnasi.
Mereka hanya memiliki ingatan terpahit dan terdasar di dalam kehidupan mereka dahulu. Mereka hidup tanpa tujuan tertentu di lapisan dunia lain yang disebut sebagai Dunia Roh.
Kekuatan dan bentuk mereka beragam, tetapi ada satu kesamaan di antara satu dengan yang lain. Mereka dapat melakukan kontrak dengan seorang gadis dan meminjamkan kekuatan mereka. Mereka melakukan itu untuk mengisi kekosongan di dalam hidup mereka.
Kuatnya seorang Roh bergantung pada orang yang melakukan kontrak dengannya. Orang yang melakukan kontrak dengan Roh disebut sebagai Kontraktor.
Hubungan antara Kontraktor dengan Roh itu seperti pedang (Roh) dan sarungnya (Kontraktor). Eh? Atau mungkin keluarga, ya?
Oh, ya. Ada satu fakta yang sudah sangat pasti. Yaitu, Kontraktor hanyalah seorang gadis saja. Tidak pernah ada satu pun laki-laki di dalam sejarah yang dapat melakukan kontrak dengan Roh. Sejarah lama.
Ini terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu, di mana seorang anak dari rumah keluarga bangsawan dari Kerajaan Leganthine, Duke Alfost, secara mengejutkan melakukan kontrak dengan Roh.
Setelah kejadian itu, beberapa anak lain dari berbagai tempat tanpa sengaja melakukan kontrak dengan Roh juga. Totalnya, tidak diketahui pasti. Namun yang pasti, itu bisa dihitung dengan jari.
Pertanyaan lain pun muncul di benakku. Bagaimana orang-orang yang telah kutemui tahu bahwa aku Kontraktor Roh sementara aku tidak melakukan kontrak dengan Roh? Apakah dulu aku pernah melakukan kontrak dengan Roh tetapi karena suatu alasan aku ….
Jantungku mulai berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Kepalaku juga mulai memusing. Ini seperti sesuatu telah membuatku untuk tidak mengetahui apa pun tentang masa laluku.
Dengan tangan sedikit gemetaran, aku meletakkan ponsel ke meja lalu meraih botol obat yang ada di sana dan memakan pil yang ada di dalamnya. Itu meringankan sedikit demi sedikit rasa sakitnya.
Obat ini kudapat dari teman dekatku yang pernah melakukan pengembaraan denganku. Namanya Elina. Sekarang aku tidak tahu bagaimana kabarnya dan di mana ia berada.
"… Akhirnya hilang juga. Baiklah, kembali ke seharian."
Membuang nafas saat sakit kepalaku menghilang, aku pun mulai melanjutkan aktivitas di pagi hari seperti biasa.
Berjalan ke dapur, aku pun mulai memasak. Dapur yang sangat sederhana untuk sebuah apartemen murah yang kusewa dengan uang peninggalan pasangan tua.
Setelah mereka tiada, aku berpikir untuk pergi mengembara ke berbagai belahan dunia untuk mencari Roh Kontrak seperti yang mereka dan orang-orang beri tahu padaku. Elina ikut bersamaku kala itu.
Satu tempat ke tempat lain. Aku tinggal selama satu bulan di sebuah kerajaan, berharap takdir mempertemukanku dengan seperti yang mereka inginkan. Namun, hingga saat ini, aku masih belum bisa menemukan Roh yang dapat kukontrak.
"—Kuharap hari ini aku bisa menemukannya. Jika tidak, aku terpaksa pergi ke kerajaan lain lagi."
Tempat yang kutepati saat ini adalah Ibu kota Kerajaan Kiling. Terdengar seperti berkaitan dengan membunuh, ya? Tetapi itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan bunuh-membunuh. Kerajaan itu bertempat di Benua Termis.
Awalnya aku hanya menjelajah di kerajaan pada Benua Drera. Namun, saat aku datang ke suatu pesta pernikahan khusus undangan karena ajakan Elina yang punya dua undangan, aku bertemu si pengantin pria yang ternyata adalah Kontraktor Roh Laki-laki Pertama Di Dunia.
Ia berkata akan membantuku untuk pergi ke benua ini. Alasannya, ia bilang cuma ingin membantu saja, membantu sesama jenisnya—maksudku sesama Kontraktor Roh Laki-laki, ya!
"Oh, kurasa ini cukup."
Tanpa kusadari, masakanku selesai dibuat. Sebuah masakan sederhana yang terdiri dari nasi goreng keasinan campur mie goreng dengan telur mata sapi setengah matang di atasnya.
*Ting tong~!*
Saat semuanya sudah siap dan aku sudah berniat menyuap pemerintah– Maksudnya memasukkan makanan ke mulut, bel tiba-tiba saja berbunyi. Aku menghentikkan niatku dan beranjak pergi ke pintu depan.
Membuka pintu, aku pun tersenyum seramah mungkin dengan mata tertutup dan berkata :
"Ngajak berantem?"
Seseorang yang sepertinya bekerja sebagai pengantar barang terkejut lalu menyunggingkan senyum yang dipaksakan di wajahnya.
"S-Saya diminta orang untuk mengantar surat ini pada Mas Elkanah. Apa itu Anda?"
"Ah, begitu? Ya, itu aku."
Elkanah, itulah namaku. Aku belum bilang, ya? Nama lengkapku jika mengikut marga pasangan tua itu adalah Elkanah Saffirz. Namun, aku sudah membuang nama itu.
"Kalau begitu, ini untuk Anda. Semoga hari Anda menyenangkan."
Selesai menyerahkan surat putih dengan segi enam berwarna hijau sebagai capnya, pengirim surat itu mengangkat topi dan pergi begitu saja.
Apa ini, ya?
"—Bukan undangan mantan, 'kan?"
Ya, jelas bukan. Pengirim surat bernama Thrarfatalin Goldblade, seseorang yang lagi-lagi tidak kukenal siapa.