Chereads / Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan / Chapter 42 - Tiga Kenyataan

Chapter 42 - Tiga Kenyataan

Hari libur tanpa kerjaan lainnya berlanjut. Dan itu adalah hari minggu, yang liburnya pada kebiasaan lebih meriah dari sabtu kemarin.

Mengingat soal kemarin, untunglah aku masih bisa tidur di ranjang yang nyaman, makan makanan enak, bahkan menghirup udara segar.

Jika bukan karena mereka—pihak kepolisian—mau mendengarkan penjelasanku, maka aku pasti akan menjadi tahanan baru untuk penjara kepolisian.

Dan di hari minggu ini, aku telah menyelesaikan hukuman membersihkan seisi rumah sebelum matahari terbit.

Yang dapat kulakukan setelah bersih-bersih tadi, hanyalah menunggu sarapan. Untuk apa yang akan kulakukan setelah sarapan, akan kupikirkan itu nanti saja.

Lalu di meja makan, saat sarapan—

"Kenapa …."

GB menggumamkan sesuatu, membuat perhatianku yang tadinya terfokus pada makanan jadi mencoba mendengarkan apa yang ingin ia katakan.

"Kenapa ada empat anak tak dikenal di sini!?"

Begitulah yang ia pertanyakan dengan suara keras. Yah, aku memang sudah menduga kalau ia akan membahas itu.

Selain aku, Anna, dan dirinya di meja ini; ada empat orang lain mengisi kursi di sini. Mereka adalah Roh Kontrak-ku, yang tidak lain adalah Ashley, Serena, Francesca, dan Clayton.

"Yah, tenanglah. Meski mereka lebih tinggi darimu— Aw!"

Kakiku tiba-tiba saja diinjak olehnya. Untung saja kaki GB tergolong kecil, jadi efeknya tidak lebih dari dipukul pelan menggunakan kayu.

"—Haha, kebetulan sekali, ya. Ujian sudah selesai, dan itu artinya tidak ada ancaman apa pun lagi dari gadis itu."

Tidak tahu kenapa, ekspresi wajah GB mendadak berubah jadi lebih gila dari biasanya. Ia juga menatap tajam diriku, lebih tajam dari biasanya.

Kretak

Suara itu berasal dari leher dan jari-jarinya yang sengaja ia buat jadi berbunyi seperti itu. Aku tidak tahu kenapa, tetapi firasatku menyatakan bahwa aku harus segera menulis surat wasiat sebelum ditemukan tak bernyawa di belakang gedung akademi.

Aku berdiri dari bangku, lalu mundur beberapa langkah. Ah, kakiku gemetaran. Ia tampak sangat marah saat berjalan kemari.

"S-Sebentar …. B-Bisakah jelaskan kenapa suasananya mendadak jadi begini? Dan hei, p-pisau di tanganmu itu untuk apa?"

"Sebentar lagi kau juga akan tahu."

GB menyeringai saat menjawab dengan itu.

Lalu kejadian berikutnya, adalah sesuatu yang sangat mengerikan hingga semuanya hanya bisa makan dengan mata tertutup sambil mendengarkan permintaan maaf dariku kepada GB.

***

Aku hidup! Entah bagaimana aku hidup!

Yah, meski kubilang entah bagaimana, itu jelas karena kemampuan pasif Ashley yang membuat tubuhku tidak lecet sedikit pun.

Tentu, aku sekarang berada di UKS karena tidak dapat menggerakkan satu sendi pun seperti dahulu.

Lagi-lagi tempat ini, ya? Dari hari pertama masuk akademi, aku sudah jadi langganan bangun di kasurnya.

"Haaa …."

Aku membuang nafas panjang. Jika murid lain berada di sini karena pertarungan yang berbahaya—Reva contohnya—kenapa aku malah kemari cuma karena hal-hal konyol?

Sebagai laki-laki, jelas aku ingin sebuah pertarungan yang luar biasa! Tetapi … apa yang kudapatkan? Pertarungan sepihak hingga tidak dapat bergerak! Penyiksaan!

"Iya, iya. Mengeluhlah terus."

Setelah kudengar suara itu, kulihat tirai yang menjadi pembatas antara satu ranjang dengan ranjang lain di UKS ini terbuka.

Berdiri di balik tirai yang sudah tersingkap, GB melipat kedua tangan di depan dada sambil menatapku dengan setengah niat—malas.

"Kenapa kau ada si sini? Apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan seperti permintaan maaf atau semacamnya?"

"Yang mulai duluan tadi itu adalah kau, jadi aku tidak akan meminta maaf meski sudah membuatmu masuk ke UKS lagi. Lagian, apa kau mau ditambah."

GB membunyikan jarinya lagi.

"Ya enggaklah! Kaupikir aku masokis!?"

GB mendesah panjang setelah mendengar jawabanku. Oi! Jangan bertingkah seakan-akan kau kecewa dengan jawabanku!

"Baiklah, lupakan itu. Kita langsung keintinya saja. Aku kemari karena ada suatu hal yang ingin kusampaikan kepadamu. Soal tunanganmu, Selestina, dan juga ujian kemarin."

Sesuatu …. Ketiga hal itu entah bagaimana aku rasa saling berhubungan. GB bahkan mengatakan itu dengan tersusun.

"… Apa itu?"

Setelah menelan ludah, kukatakan itu dengan sedikit ragu-ragu. Mungkin saja …, aku akan mengetahui semuanya di sini.

"Maaf saja, aku tidak bisa bilang semua, jadi kau harus mencari jawaban dari segala pertanyaanmu itu sendirian di tempat lain."

Usai mengatakan itu, GB menghela nafas. Ah, sayang sekali. Tetapi apa boleh buat. Semua jawaban harus kutemukan sedirian. Baik itu hal yang membuatku bertanya-tanya, maupun saat ujian. Aku bukanlah pencontek yang memaksa.

"Yang pertama, alasan tunanganmu pergi berhubungan dengan keselamatan nyawamu. Aku tidak tahu bagaimana, tapi kira-kira begitulah."

Nyawaku, ya? Seingatku … saat kami bersama, semuanya baik-baik saja. Kesehatanku, atau hal lainnya. Tetapi, ingatanku mungkin tidak bisa dipercaya karena sudah tidak jelas.

"Yang kedua, ini dapat dibilang sebagai kabar baik untukmu. Ingatan Selestina dapat kembali, meski bukan dalam waktu dekat. Kupikir itu akan terjadi beberapa hari setelah kelulusannya dari akademi."

"Benarkah?"

Meski aku terdengar menjawab dengan wajah biasa saja tanpa memperlihatkan ketertarikan, sebenarnya aku sangat senang. Hanya saja ….

Tunanganku yang sudah tidak kuingat lagi namanya, rela meninggalkanku meski kurasa ia sendiri tidak mau melakukan itu.

Dari kata-kata GB, ia melakukan itu untukku. Apa aku harus mencampakkan dirinya nanti?

Apakah aku lebih tidak berharap kalau Selestina tetap tidak mengingat kisah tujuh tahun kami? Mana yang akan kupilih di antara keduanya?

"Tidak usah ambil pusing. Nikahi saja keduanya."

Itu memang jawaban yang mudah dan kejadian yang memang sedikit kuharapkan, tetapi bagaimana? Mustahil rasanya kalau mereka sepakat membagiku.

"Kau ini orang yang tinggal di Taonher atau bagaimana? Bukankah di Ethar sudah jadi hal yang biasa untuk orang atau berpangkat kuat memiliki dua atau tiga wanita?"

"Tapi aku ini orang biasa, lho."

"Orang biasa, kaukata …."

Saat kujawab itu, GB menghela nafas sambil menekan pelipis. Di sisi lain, Bu Amy—guru pengurus UKS—yang dari tadi memperhatikan pembicaraan kami tertawa terbahak-bahak.

Eh? Apa aku melakukan sebuah kesalahan?

"Tentu saja! Kata-katamu tadi itu sangat-sangatlah salah. Amy, apa kaupunya laporan, koran, atau semacamnya; yang membahas kejadian waktu ujian?"

Usai membalas ucapanku yang ada di dalam hati, GB berpaling dan menanyakan Bu Amy.

Bu Amy yang sudah tidak tertawa lagi mengecek mejanya, dan mengambil kertas koran untuk diberikan pada GB.

"Akademi memiliki ekstrakurikuler. Salah satunya, ada yang membuat koran-koran semacam ini. Setelah membaca ini, apa kau masih mau menyebut diri sendiri sebagai orang normal?"

Sambil mengatakan itu, GB menyodorkan koran yang barusan ia terima dari Bu Amy kepadaku.

Kulihat sedikit dan ….

"B-Bagaimana cara membaca koran ini!? Tulisannya terbalik!"

Plak! GB menampar pipiku dengan cukup keras. Niatku tadi cuma bercanda, tetapi ia malah serius menanggapinya ….

Emm …. Setelah kubaca-baca selama beberapa saat, aku memahami kalau ini memberitakan soal kejadian hari jumat, di mana aku menghancurkan boneka-boneka ujian dalam waktu yang kurang sedetik saja untuk setara dengan Revalia.

"Hehe …."

Seketika aku tertawa kecil sambil menggaruk belakang kepala. Yah, bagaimanapun, melakukan suatu hal terbilang gila seperti itu sudah bisa dianggap tidak normal.

Lebih-lebih lagi, laki-laki sepertiku yang melakukan kontrak dengan Roh adalah laki-laki yang tidak normal. Dengan kata lain, diriku ini tidak ada normalnya.

"Baiklah, lupakan itu. Setelah ini, apa yang akan kaulakukan jika ingin memilih salah satu keduanya? Mengejar tunanganmu lalu menanyai alasan perginya, atau menunggu ingatan Selestina pulih kembali?"

"Yang akan kulakukan …."

Aku memandang ke langit-langit sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan GB.

"Beberapa hari yang lalu, aku sudah merubah tujuan awalku di akademi ini. Untuk saat ini, aku hanya ingin lulus dari sini. Setelahnya, akan kupikirkan."

"Begitu? Bagus, berjuanglah. Dengan kesungguhanmu, aku yakin kau akan dapat kedudukan yang bagus di akademi."

Mendengar itu dari GB, aku tersenyum. Kurasa ini pertama kalinya ia memberiku semangat. Biasanya, ia memberiku tiket berupa rasa sakit untuk datang ke UKS.

"Omong-omong, yang ketiga apa? Kaubilang sesuatu mengenai ujian, 'kan? Apa itu?"

"Ah, ya. Aku hampir lupa. Sebenarnya, ketentuan yang kukatakan padamu waktu itu adalah kebohongan. Meski kau bernilai paling rendah sekalipun, kau tidak akan dikeluarkan, melainkan harus menjalani pelajaran tambahan dan remidi."

"Oh …."

Meski aku sudah menduga itu …. Tetap saja, rasanya agak …. Yah, lupakan. Tidak ada gunanya memikirkan hal yang sudah berlalu.

"Baiklah, karena sudah tidak ada apa-apa lagi, aku pergi dulu. Kau baru bisa kembali ke asramamu setelah pesta nanti berakhir, jadi kau masih harus menetap di rumahku. Dan mengenai pesta, itu akan dilaksanakan malam pada minggu depan. Besok sampai minggu itu, tidak ada kewajiban datang ke akademi. Dengan kata lain libur."

Setelah berbicara panjang lebar seperti biasanya, GB meninggalkan UKS, menyisakan aku dan Bu Amy di sini.

Oh, ya. Apa kalian menyadarinya? GB adalah tokoh yang memiliki dialog lebih panjang dari tokoh lain di cerita— Sebentar, bicara apa aku ini?

Yah, lupakan soal itu. Sekarang sisa aku dan Bu Amy saja di UKS ini karena GB sudah pergi. Jadi … apa yang akan kami lakukan? Pemeriksaan sebelum akhirnya aku diizinkan pergi dari sini dan menyusul GB?

Aku menatap ke arah Bu Amy, dan ia balik menatapku sebelum mendorong kacamata yang ia kenakan.

Hal seperti ini … rasanya mirip dengan suatu kejadian. Apalagi sekarang ia sedang memegang jarum suntik.

Eh? Jarum suntik? Kenapa ia memegang benda itu sambil memandangku? Jangan katakan kalau ia akan ….

"Baiklah, waktunya pengobatan terakhir untukmu."

Bu Amy mendekatiku saat mengatakan itu.

—Dan berikutnya, teriakanku pun menggema pada seluruh tempat di akademi.