—Ini adalah … perpisahan kita, Elkanah.
"Apa yang kaumaksud!? Aku bahkan belum mengerti banyak hal! …. Hei, jangan tinggalkan aku! Kumohon … tetaplah di sampingku …. Masih banyak kenangan yang bisa kita buat!"
—Maafkan … aku.
Gadis itu, memalingkan pandangannya dariku. Ia mulai berjalan, meninggalkanku yang terus membujuknya untuk tetap di sisiku.
Berapa kali pun aku memintanya, seperti apa pun caraku membujuknya, ia tetap terus berjalan—tidak memalingkan wajah sedikit pun kepadaku.
Hembusan dari angin-angin musim semi yang menerbangkan dedaunan hijau seakan-akan menjadi pemisah di antara kami kala itu.
Dan setelahnya … gadis itu tidak pernah terlihat lagi di hadapanku.
***
Lonceng yang menunjukkan jam istirahat telah dimulai berbunyi. Suara kerasnya itu membuatku terbangun dari mimpi yang kulihat di kala tidur tadi.
Menengok ke kanan kiri, aku tidak menemukan guru yang mengajar di kelas ini. Mungkin ia sudah pergi. Untung saja juga tidurku tidak ketahuan.
Aku sedikit heran. Secepat itukah wali kelas ini pergi ketika mendengar suara lonceng? Bukankah ia terlihat lebih mirip dengan murid normal? Tetapi melihat murid sekitar, mereka masih memegang pensil dan catatan sambil menatap ke arahku.
Eh? Kenapa mereka menatapku?
"Ehem …."
Seseorang yang ada di belakang menepuk pelan bahuku. Dari suara dehemannya itu … aku bisa menebak-nebak siapa ia. Yah, tadi aku membicarakan tentangnya, 'kan?
"Bagaimana tidurmu, Anak baru? Nyenyak?"
"Tentu saja!"
Aku berbalik dan menjawab dengan ceria, meski keringat dingin mengalir di pelipisku akibat hawa mengerikan yang berasal dari belakang.
Benar, orang yang ada di belakangku adalah Wali Kelasku, Grace Fabre. Seorang gadis yang nampak berumur kisaran 17 dan 18 tahunan dengan rambut hitam bob yang bergelombang.
Pakaiannya yang berupa blazer berwarna dasar hitam bercorak garis hijau—berlawanan dengan seragamku dan siswi yang lain—membuktikan bahwa ia seorang guru meski terlihat tidak terlalu lebih tua dariku.
"Kalau dilihat-lihat, Anda memang cantik dan terlihat lebih muda dari sebenarnya, wahai Guruku yang bernama Grace Fabre."
Untuk meredakan sedikit amarahnya, pujian memang diperlukan. Meski nanti aku dicap buaya darat … setidaknya aku terhindar dari masalah yang lain.
"Be-Begitu, ya …. Y-Yah, itu karena pada suatu ketika pertumbuhan seorang Kontraktor melambat. Jadi, meski di luar terlihat seumuran, nyatanya aku ini 30 tahun."
Hebat, niatnya sih ingin menggodanya, tetapi aku malah mendapat palajaran dadakan. Omong-omong, aku lebih tidak menyangka kalau ia ternyata berumur 30 tahun. Kupikir, ia kisaran 25 tahunan ….
"Baiklah, sekarang, ikut aku ke ruanganku."
… Pada akhirnya aku tidak tetap bisa menghindar dari hukuman ini, ya? Kuharap ini tidak terlalu lama.
***
"Ah …! Pinggangku …."
Yang benar saja, ia menceramahiku selama setengah jam! Hanya ada 10 menit sebelum pelajaran kedua dimulai sekarang. Waktuku rasanya terbuang sia-sia
Mau tidak mau aku harus pergi ke kelas lagi, ya? Eh, aku bolos boleh tidak, yah? Biar kuingat-ingat kertas yang menjelaskan tentang kenapa dan bagaimana akademi ini tercipta ….
Akademi Roh Emerald adalah tempat yang dibuat organisasi bernama Penjaga Gerbang untuk melatih para Kontraktor demi menghadapi musuh yang berasal dari dunia lain bernama Shadow.
Penjaga Gerbang adalah organisasi yang tercipta sebagai perantara dua dunia agar tidak terjadi peperangan lagi. Kemudian, ketika Shadow muncul, mereka berubah jadi semacam organisasi pelindung dunia.
Lalu … Shadow, mereka adalah keberadaan yang berasal dari dunia yang berbeda lagi. Mereka muncul dan memorak-porandakan dunia tanpa alasan yang jelas layaknya binatang buas.
Omong-omong soal dunia … diketahui kalau dunia itu ada tiga. Pertama adalah Ethar, duniaku berada sekarang. Kedua dunia Taonher, dunia lain yang merupakan tempat kelahiran pertama dari Kontraktor. Lalu ketiga adalah Chark, dunia para Shadow berada.
Ketiga dunia menjadi terhubung karena kemunculan sebuah portal yang dinamakan Gerbang Dunia.
Kemunculan pertama Gerbang Dunia berwarna putih terjadi lebih dari 5000 tahun yang lalu. Pada waktu itu, Ethar maupun Taonher memiliki masalah yang sama, yaitu perang.
Munculnya Gerbang Dunia Putih tersebut di saat yang tidak tepat membuat peperangan terjadi di antara kedua dunia.
Sebenarnya tidak diketahui pasti alasan mengapa perang terjadi. Yang pasti hanyalah, seluruh orang di dunia bersatu untuk menghancurkan dunia satunya.
Setelah entah berapa ribu tahun berperang, dunia menjadi damai. Di sini, seluruh negara di dua dunia sepakat menciptakan organisasi Penjaga Gerbang yang berisikan orang-orang pilihan mereka. Di antaranya adalah Kontraktor yang memiliki izin resmi.
Di kala itu, penggunaan kekuatan Roh, Sihir, Senjata Kutukan, dan senjata seperti pistol, dilarang untuk digunakan kecuali bagi orang-orang terpilih yang telah mendapatkan izin dari pihak kerajaan. Itu dilakukan agar tidak ada lagi kejahatan.
Yah, damai itu hanya untuk waktu yang lama, bukan selamanya. Karena, sekitar 200 tahun yang lalu, Gerbang Dunia berwarna hitam muncul di beberapa benua pada kedua dunia.
Gerbang Dunia Hitam tersebut memunculkan mahluk bernama Shadow yang seperti kujelaskan sebelumnya, memorak-porandakan dunia tanpa alasan yang jelas.
Bagi dua dunia yang kala itu kekurangan tenaga kerja—kekurangan pasukan untuk melawan—mereka hampir saja menemui akhir dunia. Namun pada akhirnya, dua dunia hanya kehilangan dua benua untuk Ethar dan tiga benua untuk Taonher.
Setelah itu, organisasi pun menciptakan empat akademi untuk melatih Kontraktor Roh dan satu pengguna kekuatan lainnya yang disebut Kesatria Sihir—mereka khusus laki-laki bangsawan.
Salah satu dari empat akademi itu adalah akademi ini. Di sini, murid-murid diwajibkan mengikuti pelajaran selama empat bulan. Setelahnya, mereka dibebaskan. Biasanya, akan diberikan misi yang tidak terlalu membahayakan. Jika tidak, maka mereka akan berlatih keras sendirian hingga kenaikan kelas atau kelulusan.
Para lulusan akademi akan masuk ke organisasi dan menjalani beberapa misi. Meski lulusan itu nanti tidak menetap untuk pekerjaan di sana, mereka diharuskan datang jika diminta. Kalau menolak … akan jadi gosip tetangga.
Seharusnya, dua bulan sudah berlalu semenjak tahun pelajaran baru dimulai. Jadi, aku hanya perlu mengikuti dua bulan pelajaran.
Di akademi ini, ada tiga jam pelajaran yang wajib dihadiri oleh para murid setiap hari kecuali sabtu dan minggu.
Kelas dimulai pada jam sembilan pagi. Pelajaran berlangsung selama satu jam dan istirahat selama 40 menit setelahnya.
Sekarang mungkin hanya tersisa lima menit sebelum pelajaran kedua dimulai. Perjalanan dari ruangan para guru yang ada di lantai tujuh menuju kelasku yang ada di lantai dua benar-benar memakan waktu.
Untung saja aku sarapan tadi pagi. Jika tidak, aku pasti sudah–
"Ugh …."
… Apa aku menabrak seseorang tadi? Ada beberapa kertas berserakan di sini. Yah, persimpangan memang rawan kecelakaan.
Aku berdiri, menyapu debu yang seharusnya menempel …. Oh, seragamku masih bersih. Kalau begitu tindakanku selanjutnya adalah ….
"…. Apa kamu tidak apa-apa, Nona?"
Aku mengulurkan tangan untuknya yang masih duduk bersimpuh di lantai. Karena kejadian tadi tidak terlalu keras, seharusnya ia baik-baik saja.
"Y-Ya …."
Gadis yang bertabrakan denganku meraih tanganku. Wajahnya yang memerah memberi kesan daya tarik tersendiri. Kalau dilihat-lihat, ia manis juga—lebih ke arah sangat kurasa.
Penampilannya seumuran denganku, warna rambutnya yang panjang disertai jepitan berbentuk bunga adalah merah. Hal lainnya adalah … yah, besar.
"…. Te-Terima kasih."
"Tidak masalah."
Setelah berdiri karena bantuanku dan berterima kasih, ia kembali menunduk. Lah, lalu untuk apa kubantu kau berdiri jika kau kembali menunduk?
Mungkin aku akan langsung mengatakan itu dari mulut jika aku orang bodoh tetapi aku tidak seperti itu. Ia menunduk bukan tanpa alasan, ia melakukan itu untuk mengambil kertas-kertas yang dijatuhkannya.
Di saat-saat seperti ini … seseorang akan membantunya memunguti itu. Karena aku adalah seseorang, aku akan membantunya.
Entah kenapa ini terasa seperti komik …. Ah, sudahlah.
Mataku sempat melihat isi kertas itu. Meski cuma sekilas, aku bisa tahu kalau itu adalah soal tes. Yang benar saja, semuanya di atas angka 90.
Beberapa saat kami bersama, kulihat sudah tidak ada lagi kertas yang tersisa di lantai. Sekarang waktunya untuk memberikan ini.
"… Te-Terima kasih."
"Tidak masalah."
Entah kenapa … aku merasa dejavu.
"Ka-Kalau begitu … a-aku permisi …."
"Ya, berhati-hatilah di jalan."
Ia pergi …. Punggungnya yang kutatap semakin menjauh dari jarak pandanganku, terlihat semakin kecil.
"Entah kenapa, aku merasa kita akan dipertemukan oleh takdir sekali lagi setelah ini …. Yah, soalnya ia meninggalkan sesuatu di sini."
Aku menunduk dan mengambil benda yang biasa digunakan untuk menyimpan uang—dompet. Mengejarnya pasti tidak bakalan sempat. Jadi, akan kuserahkan ini ke tempat penitipan yang ada di lantai satu.
Mataku kemudian terarah pada jam tanganku. Bersamaan dengan itu, lonceng tanda pelajaran kedua dimulai berbunyi.
"… Gawat!"