Chereads / Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan / Chapter 8 - Malam Hari (2) - Seranjang dan Mimpi ....

Chapter 8 - Malam Hari (2) - Seranjang dan Mimpi ....

"Hei, bisa geser sedikit? Di sini sempit."

"O-Oh, b-baiklah …."

Mengangguk lalu menuruti perkataan Ravelia tadi, aku pun menggeserkan tubuh dengan sedikit maju.

Rasa hangat dari punggangnya menghilang sebentar sebelum terasa lagi karena punggang kami kembali berdua saling bersentuhan.

Setelah memakan makan malam yang dipesan oleh Revalia tadi, kami memutuskan untuk tidur. Karena ranjangnya cuma satu—cukup muat untuk dua orang—dan ia juga tidak keberatan bagiku untuk tidur di sebelahnya, jadilah aku seperti sekarang.

"Terima kasih."

"Ti-Tidak masalah …."

Bagaimana ia bisa tetap tenang dalam kondisi seperti ini!? Memang benar kalau ia sendiri yang menyarankan hal ini, tetapi tetap tenang dalam kondisi ini sungguh luar biasa.

"Sekarang, apa kaubisa mematikan lampunya, Elkanah? Aku tidak bisa tidur jika lampu masih menyala."

"O-Oh …. Baiklah."

Aku pun keluar dari selimut, turun dari kasur, dan berjalan ke sebelah kanannya untuk mematikan lampu yang ada di atas meja dekat sana.

Sebelum mematikan lampu, mata unguku bertemu dengan mata emas milik Ravelia. Tatapannya sedikit tidak fokus karena kantuk, tetapi ia masih bisa dengan santai berkata :

"Apa? Ingin tidur di dalam tanah?"

"Tidak apa-apa. Aku juga tidak ingin itu. Aku hanya ingin mematikan lampu dan mengajakmu untuk berkelahi saja."

"… Begitu, ya."

Ternyata ia setengah sadar!

Saat aku mematikan lampu, matanya perlahan menutup hingga hanya menyisakan seperempat saja yang terbuka.

Kalau dilihat-lihat lebih dekat, ia memang manis. Yah, dari jauh saja sudah langsung tahu, apalagi dengan jarak sedekat ini.

"Rasanya aku tidak bisa tidur malam ini."

Naik ke kasur dan memasukkan tubuh ke dalam selimut dengan tubuh yang membelakangi Ravelia, aku menutup mata dan bergumam.

Yah, sebelumnya, ia berkata padaku untuk menuruti semua perkataannya ketika ada di kamarnya ini.

Sebagai gantinya, aku akan diperlakukan dengan baik olehnya dan ia akan memaafkan perkara yang pernah kubuat sebelumnya.

Aku tanpa berpikir panjang mengatakan, 'Tentu saja'. Ia lalu mengangguk dan kami pun memakan makanan yang telah sampai.

****

Malam itu, aku bermimpi.

Langitnya cerah dan memberikan panas yang cukup menyengat di musim semi ini, tetapi kami berdua hanya merasakan sejuk karena berada di bawah naungan pohon.

Pandanganku menangkap beberapa anak yang berada di tempat yang cukup jauh dari tempatku. Mereka saling kejar-mengejar untuk pergi ke satu tempat ke tempat yang lain.

"Tenang sekali, 'kan?"

Seorang gadis berpenampilan rambut hijau lurus sebahu dengan poni yang menutup mata kirinya berbicara kepadaku.

Posisi kepalaku sekarang berada di pangkuannya. Ia sedang membelai rambut hitamku dengan lembut sambil sesekali menunjukkan senyum ketika kupandang.

"Namun ketenangan dan kenangan indah kita bersama ini … akan segera menemui akhir. Harus segera kamu lupakan. Suatu saat, pasti ada perpisahan … yang kulakukan untuk menyelamatkannya."

Belaiannya terhenti ketika mengatakan itu. Aku sedikit bertanya-tanya dengan apa yang barusan ia katakan itu.

Bukannya menjelaskan tentang yang tadi, ia malah menempelkan jari-jemarinya pada kedua pipiku kemudian berkata dengan senyum manis :

"Meski tahu ini akan berakhir dan berubah dari ingatanmu, tolong jangan terlalu memikirkannya. Jika nanti ditakdirkan bersama orang lain, maka terimalah. Lupakan apa yang pernah tinggal di hatimu ini. Jangan terlalu mengingatnya."

Senyum yang ditunjukkannya padaku saat mengatakan itu membuat hatiku ini menjadi semakin bertanya-tanya tentang apa yang dimaksud olehnya.

"Sebenarnya, apa yang kaukatakan?"

"Hmm? Siapa tahu~ Suatu saat, kamu juga akan mengerti. Yang kita perlukan sekarang hanyalah mengukir sedikit kenangan, agar nanti, aku tidak merasa bersalah saat hari-hari ini berakhir secara tiba-tiba."

Aku masih tidak mengerti. Mengapa ia membicarakan tentang perpisahan? Tinggal menunggu tahun saja, bagi kami untuk bisa bersama selamanya.

"Hari-hari ini tidak akan berakhir setidaknya hingga 50 tahun sejak aku bisa menemuimu di rumah setiap kali pulang dari pekerjaan."

"… Tahu darimana kamu masih hidup sampai 50 tahun setelah hal seperti itu menjadi keseharian?"

Gadis itu menutup mulutnya dan tertawa kecil. Ia seperti mengatakan kalau aku ini tidak berumur panjang saja ….

Agak aneh, ya? Ini sepertu bukan sepenuhnya mimpi. Aku merasa ini ingatan. Yah, ini sepertinya memang ingatan. Ingatan yang tanpa sengaja kulupakan karena merasa itu tidak terlalu penting.

Aku tidak ingat jelas tentang apa yang kujawab pada perkataannya tadi. Namun, aku ingat jelas kalau itu membuat dirinya menangis.

Tidak bisa tinggal diam, aku langsung bangkit dan menenangkannya. Menilai dari diriku yang tertawa kala itu, aku bisa tahu bahwa aku memberikan candaan yang membuatnya menangis.

—Hei, kenapa kaupergi?

***

Air mata membasahi pipiku terus-menerus meski sudah cukup lembab. Ribuan pertanyaan bermunculan di kepalaku. Aku tiba-tiba tidak mengingat apa saja yang telah terjadi di alam mimpi tadi.

Yang kudapati ketika bangun hanyalah … gadis dengan rambut biru muda panjang bernama Ravelia menatapku dengan sedikit khawatir.

Ia sudah terlihat sangat rapi meski jam seharusnya baru menunjukkan lima pagi. Menilai dari celemek yang dipakainya dan sendok sup di tangan, aku bisa tahu kalau ia sedang memasak.

"Apa sesuatu telah terjadi? Mengapa kau menangis? Mimpi buruk?"

Pertanyaan itu diberikan olehnya tanpa ampun. Ia nampak seperti seorang istri yang bertanya suaminya yang pulang larut malam.

"Se-Sepertinya begitu."

Aku mengalihkan wajah waktu menjawab. Saat pandangan teralih, di situlah saat aku menyapu wajah yang terbasahi air mata ini.

Wajahnya terlalu dekat. Tersenggol sedikit saja mungkin beberapa kejadian setelahnya pipiku digampar dengan keras.

"Begitu? Tadinya aku memang berniat membangunkanmu, tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk membiarkanmu."

Ravelia pun menjauhkan wajahnya saat mengatakan itu. Ekspresinya benar-benar susah untuk dibaca dan cepat berubah.

"Bangunlah. Jika kau tidur lagi dan tidak bangun hingga jam delapan nanti, air panas akan menarik paksa dirimu kembali ke dunia nyata. Aku akan menyiapkan sarapan, jadi cepatlah mandi."

Ia pun berjalan pergi meninggalkanku yang masih duduk di kasur dengan selimut masih menutup tubuh bagian bawah.

Aku hanya bisa tersenyum tipis setelah mendengarnya sambil mengatakan terima kasih dari dalam hati.

***

Selesai mandi dan berganti baju dengan kemeja seragam akademi dan celananya, aku menemukan Ravelia yang tengah menyusun makanan di atas meja.

Ia sempat mengarahkan pandangannya padaku, tetapi setelahnya ia kembali menatap apa yang ada di meja, seakan-akan tidak peduli dengan adanya diriku.

Berjalan ke sana, aku menarik bangku dan mendudukinya. Ia yang baru selesai pun ikut duduk di kursi seberangku.

Tanpa sungkan-sungkan, aku mengambil salah satu lauk dan memakannya. Di saat seperti ini, memuji adalah yang terbaik, ya?

"Hmm~ Ini enak."

"Lidahmu bermasalah, ya? Ini hambar."

Ternyata ia sadar diri ….

Setelahnya, kami pun makan tanpa ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut. Hanya terdengar suara pelan dari kunyahan dan sendok.

Setelah ini, adalah hari keduaku di akademi. Kejadian apa saja yang akan kualami, ya? Semoga tidak ada alien atau semacamnya datang di hari ini.